Bangku Taman

605 Words
"Halsey?! Aku pinjam, ya?"  Pemilik nama sontak berbalik dan mendapati sosok Gadis berambut sebahu tengah mengangkat sebuah buku bersampul hijau ke arahnya. Halsey mengangguk lalu kembali melanjutkan langkah. Saat jam kosong melanda, ia akan memilih menghabiskan waktunya di taman sekolah sambil membaca buku-buku tebal berisi rumus kesukaannya. Meski sejak dua minggu setelah kepindahannya di sekolah baru itu, tak sekali pun ia tampak dekat dengan seseorang. Dia Gadis yang tak membuka diri, dan suka menyendiri. Tak punya teman adalah hal biasa, sebab baginya, hidup dan melakukan segalanya sendiri jauh lebih baik. Manusia selalu datang dan pergi, jadi setidaknya, terbiasa sendiri bisa mengurangi kemungkinan untuk kita tertatih-tatih karena kehilangan.  Kecerdasan yang maksimal membuatnya telah mengikuti beberapa olimpiade hingga bisa mengharumkan nama sekolah dalam waktu singkat. Namanya terkenal cepat ke seantero sekolah, bahkan beberapa guru telah menjadikannya sebagai salah satu murid andalan.  Mengalihkan fokus sebentar, Halsey melirik sekali pada sebuah botol air mineral yang terulur padanya. Ia lantas mendongak mengangkat wajah. Mendapati sosok Pria tengah menatapnya lembut, dengan senyum manisnya yang sudah mekar hebat. "Terima kasih, tapi aku sedang tidak haus," ujarnya dingin, sembari kembali merunduk dan fokus pada buku di tangannya lagi.  Pria itu tampak tersenyum kemudian membuang napas. Sembari tangannya yang terulur tadi ditarik kembali, ia lalu bergegas mengambil tempat untuk duduk di sisi kanan Halsey. Memandangi wajah datar Gadis itu dari samping, tanpa sedikit pun mengurangi lengkungan lebar dari bibir tipisnya yang merah.  Menyadari itu, Halsey menghentikan aktivitas membacanya meski tetap memandang serius pada deretan angka di buku. Ia sungguh tahu, bahwa Pria yang tengah duduk di sisi kanannya sekarang itu sangatlah gemar tebar pesona. Beradu tenaga dengan lelaki jika mendapati mereka menyakiti perempuan, selalu tersenyum dan bersikap ramah, atau mungkin menyodorkan air mineral, adalah himpunan dari trik jahatnya guna membuat gadis-gadis terpikat kemudian jatuh cinta.  Sungguh! Tapi ..., Pria itu sebaiknya berpikir banyak kali jika hendak mendekati Halsey juga dengan cara yang sama.  "Aku ... berpikir bahwa kau tidak menyukaiku. Benar, ya?" Pria itu buka bicara. "Maksudku ... aku hanya ingin tahu alasanmu, sebab beberapa hari terakhir, tatapanmu padaku membuatku terganggu dan tidak enak hati," lanjutnya lagi.  Halsey kembali membuka lembaran baru di bukunya, seolah tak mendengarkan. Namun setelah detik berikutnya lagi, ia akhirnya mengangkat wajah perlahan, kemudian berpaling menatap Pria di sampingnya itu datar. "Tatapanku pada semua orang memang seperti itu," balasnya kemudian kembali menunduk dan fokus pada bukunya lagi.   Pria itu tampak menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ternyata bukan rumor, tapi Gadis di sampingnya itu memang sangat dingin. Sungguh ... ia tak tahu lagi hendak mengatakan apa, sebab sepanjang sejarah hidupnya mendekati wanita, sepanjang itu pula ia selalu disambut manis dan ramah, bukan seperti demikian.   "Jika tidak ada hal penting lagi, kau bisa pergi."   Glekk!   Baiklah. Itu mungkin mengoyak hati, tapi .... "Aku harus memastikan kau kembali ke kelas lebih dulu, lalu aku akan pergi setelahnya."   Hebat sekali, ya.  Halsey langsung menutup bukunya kasar kemudian berpindah menatap Pria itu lagi. "Tidak perlu," balasnya lagi, masih berusaha untuk sedikit bersabar.   Terdengar kekehan pelan. "Tentu saja aku harus melakukannya, Hale."   Dan Halsey pun sontak menoleh dengan raut tak suka. "Siapa yang mengatakan bahwa kau berhak memanggilku dengan sebutan itu?!" Pria itu lagi-lagi tersenyum.  Sekarang ia tahu, bahwa menghadapi Gadis di hadapannya sekarang itu memang membutuhkan kesabaran yang lebih extra. "Baiklah, maafkan aku. Tapi, jika tidak keberatan, bisa aku memanggilmu dengan sebutan itu untuk seterusnya?"   Halsey langsung mengalihkan wajahnya kemudian beranjak berdiri. "Tentu saja tidak, karena aku sangat keberatan," balasnya sebelum berlalu pergi.   Pria itu kembali tersenyum simpul. Memandangi punggung Halsey yang perlahan menjauh, hingga berhasil lenyap tepat di lorong kelas.   "Hale ...." Ia bergumam pelan. "Aku menyukai nama itu," bisiknya sembari ikut beranjak, kemudian berlalu pergi meninggalkan bangku taman yang hari itu menjadi saksi hatinya pertama kali jatuh pada si gadis dingin, Halsey. ❀❀❀
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD