Episode 2

1560 Words
  Akhir pekan ini Percy mengajak Rindi pergi untuk berkencan. Mereka pergi menonton sebuah film romantic, lalu setelahnya mereka menikmati makan malam di sebuah restaurant. Sesampainya di sana, mereka berdua memesan makanan untuk mereka berdua. Tak ada yang membuka suara di antara keduanya. Rindi hanya terlihat menatap nyalang ke arah Percy. Ucapan kedua orangnya terus terngiang di telinganya. Sebenarnya apa yang akan membuatnya terluka? Apa yang akan terjadi? Beberapa pertanyaan terus mengusik pikirannya. Tetapi di balik semua itu, hanya satu hal yang membuatnya semakin tidak fokus. Apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan restu dan bisa bersama dengan Percy? “Kamu kenapa?” Rindi tersentak saat merasa sentuhan hangat di tangannya. Ia menengadahkan kepalanya dan tatapannya langsung beradu dengan mata tajam milik Percy yang terlihat menatapnya dengan penuh tanya. “Ada apa?” tanyanya kembali, membuat Rindi menjatuhkan air matanya. Percy yang kaget melihat Rindi menangis, langsung berpindah duduk ke sebelah Rindi. Ia merangkul Rindi dan membawa kepalanya ke pundak lebarnya. “Ada apa, Hon?” “Aku tidak ingin berpisah denganmu, aku mencintaimu, Percy.” “Tidak ada yang ingin berpisah denganmu, Rindi.” “Tapi sampai kapan kita akan seperti ini? Sudah 5 tahun berlalu, Per. Tidakkah kamu memberiku kepastian?” Percy terpaku mendengar penuturan Rindi yang mendadak itu, sesungguhnya iapun tidak tau akan dan harus bagaimana. Sudah berkali-kali ia membicarakan hal ini bersama kedua orangtuanya, tetapi jawabannya tetap sama. Mereka menginginkan wanita yang keyakinannya sama dengan keluarga mereka. Keluarga besarnya sudah pasti tidak akan menerima seorang anggota baru yang berbeda agama. Di balik semua itupun, Percy begitu meyakinin keyakinannya itu dan ia juga tidak bisa berpindah agama begitu saja. “Kenapa kamu tidak menjawabnya?” Rindi menengadahkan kepalanya menatap mata Percy yang kali ini meredup, seakan kehilangan kata-kata. “Aku paham.” Rindi melepaskan rangkulan tangan Percy di pundaknya. Ia menghapus air matanya dan berusaha tegar. “Maafkan aku,” gumam Percy dan itu semakin menyakitkan untuk Rindi. Tidakkah Percy memberinya sebuah kepastian? Bukan hanya kata maaf yang menggantung tak pasti. Kalau seperti ini terus, kedepannya mereka berdua akan bagaimana? “Hmm,” jawab Rindi mengusap air mata di pipinya. Hingga tak lama waiter datang mengantarkan pesanan mereka dan menatanya di atas meja. “Mungkin sebaiknya kita melupakannya, dan lebih baik kita menikmati makanan ini.” Rindi berusaha merubah suasana yang tegang ini kembali mencair. Ia menyuapkan sepotong daging sapi empuk yang di bakar dan di beri bumbu barbeque yang menggugah selera.  Tetapi karena saat ini terasa begitu tegang dan menyakitkan, daging empuk itu berubah menjadi kulit durian yang di paksa di telan. Hingga duri-durinya menusuk ke tenggorokan itu. Percy menipiskan bibirnya, ia tersenyum getir. Ada penyesalan dan rasa bersalah di matanya. Ia sungguh tak bisa berbuat apapun untuk memperjuangkan cintanya. Percy pun mulai menikmati makanannya dalam diam. “Besok pagi aku akan berangkat ke Bali.” Rindi mulai memecah keheningan yang menegangkan itu dengan membahas hal lain. "Besok kamu berangkat jam berapa ke bandara?" tanya Percy yang juga ingin mencairkan suasana dan kecanggungan ini. "Pukul 6 pagi, kamu mau mengantarku?" tanya Rindi. "Aku tunggu di tempat biasa yah," ujar Percy yang di angguki oleh Rindi. "aku akan sangat merindukanmu, Honey." Rindi tersenyum kecil mendengar penuturan Percy. Ia menoleh pada Percy dengan kernyitannya. “Benarkah?” “Iya, aku pasti sangat merindukanmu,tg” bisik Percy membelai rambut Rindi membuatnya tersenyum lebar. Setelah lama bersama, merekapun memutuskan untuk pulang. Percy mengantar Rindi pulang ke rumahnya. Mobil Percy berhenti cukup jauh dari rumah orangtua Rindi, karena memang hubungan mereka masih di sembunyikan. Keduanya masih berdiam diri di dalam mobil dalam keheningan. "Percy, apa kamu benar-benar mencintaiku?" tanya Rindi seketika menatap mata abu milik Percy. "Kenapa bertanya seperti itu? Aku mencintaimu. Bahkan sangat, apa kamu meragukanku?" tanya Percy membuat Rindi menggelengkan kepalanya. "Kalau begitu bawa aku pergi dan kita bisa menikah, Percy. Aku sangat mencintaimu, dan aku tidak ingin berpisah denganmu!" ujar Rindi membuat Percy termangu. Tatapannya sedikit melebar mendengar penuturan Rindi barusan. Ia memalingkan wajahnya menatap lurus ke depan, menembus kegelapan di depannya. "A-ada apa Percy?" "Bukan begitu, tapi-" ucapan Percy terpotong saat suara handphonenya terdengar. "Hallo," Percy mengangkat telponnya membuat Rindi mengubah posisi duduknya kembali menatap lurus ke depan. "......" "Iya Ma," Percy menutup telponnya dan kembali melirik Rindi yang masih duduk di sampingnya. "Tante Dewi menyuruhmu pulang? Baiklah aku masuk, bye Honey." Rindi berusaha menampilkan senyumannya, walau dadanya terasa begitu sesak karena tak mendapat jawaban apapun dari Percy. Ia segera menuruni mobil meninggalkan Percy tanpa menoleh lagi. Percy menatap punggung Rindi yang berjalan menuju ke rumahnya yang berada tak jauh dari tempatnya menghentikan mobil. “Maaf,” gumamnya menjambak rambutnya dengan frustasi. Percy, kamu harus memutuskan hubungan kamu dengan Rindi secepatnya. Mama tidak mau tau! Mama tidak mau sampai persahabatan Mama dan Seno rusak karena kalian. Kamu laki-laki, Percy. Kamu harus tegas dalam menentukan pilihan! Agama kalian berbeda, dan apa yang akan di katakan Aki haji kalau kamu menikah dengan wanita yang berbeda agama? Rindi gak akan bisa jadi mualaf karena keluarga Seno sangat kuat dalam agamanya. Kamu harus menentukan pilihan kamu, sebelum Mama yang bertindak. Putuskan Rindi secepatnya, sebelum pernikahan Pretty. Mama gak mau lihat kalian bersama seperti kemarin di acara pertunangan Pretty. Kamu sudah dewasa, Percy! Jangan harus selalu Mama tegur. "Shitttt!" umpatnya memukul setir mobil dengan kesal. "Kenapa gue gak bisa berbuat apa-apa? Kenapa gue dilema seperti ini? Keadaan Aki haji kurang sehat dan kalau gue sampai kawin lari, gue takut itu akan semakin memperburuk keadaannya!" gumamnya begitu frustasi. Rindi berjalan menuju rumahnya dan terpekik kaget saat Papanya membuka pagar rumah. Seno melirik ke arah mobil Percy yang terparkir cukup jauh dari rumahnya. Seno hendak menuju mobil Percy tetapi di tahan Rindi. "Jangan Pa, Rindi mohon," ujar Rindi memelas membuat Seno luluh juga. "Masuk!" Seno berjalan terlebih dulu di ikuti Rindi. "Kamu sudah memutuskan Percy?" tanya Seno begitu saja saat mereka sudah sampai di dalam rumah. "Pa, Rindi lelah," ujar Rindi berusaha mengabaikan pertanyaan dari sang Papa. "Rindi, Papa tanya, kamu sudah memutuskan Percy atau belum?" tanya Seno menatap Rindi dengan tajam. "Rindi mencintainya, Pa." cicit Rindi. "Ya Tuhan Rindi! Kamu akan terluka nanti kalau kamu masih mempertahankan hubungan ini!" ujar Seno terdengar sangat kesal. "Rindi tidak akan terluka Pa, Rindi akan terluka kalau Rindi pisah dari Percy," ujar Rindi masih ngotot. "Kamu gak tau, Percy itu sudah di jodohkan dengan Rasya!" Deg Mata Rindi melebar mendengar penuturan Seno barusan. Kata-kata yang Seno ucapkan itu seperti racun yang mematikan untuk Rindi. Bahkan bumi seakan berhenti berputar setelah Seno menyelesaikan ucapannya. Rindi masih mematung di tempatnya, jantungnya seakan di paksa untuk berhenti berdetak mendengar penuturan Seno barusan. Apalagi ini? Kenapa mendadak dan kenapa harus Rasya? Sahabatnya sendiri? "Dengar Nak." Seno memegang kedua pundak anak gadisnya yang terlihat tak bergeming dengan tatapan syoknya. "Papa tidak mau kamu terluka, kalian tidak berjodoh. Pahamilah itu," ujar Seno memberi pengertiannya. "Kalian berbeda, perbedaan yang sulit di satukan. Keyakinan kalian berbeda, Papa akan setuju kalau Percy pindah agama ke agama kita," ujar Seno. "Tapi itu mustahil Pa," cicit Rindi. Karena selama 5 tahun ini, Rindi sudah meminta Percy untuk pindah keyakinan, tetapi ia tetap tidak mau, dan teguh pada pendiriannya. Cinta Percy pada Tuhan-nya lebih besar daripada cintanya pada Rindi. "Mustahil kan? kamu juga mustahil pindah ke agamanya. Ingat nak, agama kita sudah mendarah daging dengan keluarga kita dari tujuh keturunan," jelas Seno. Rindi menundukan kepalanya, sekuat tenaga menahan tangisnya agar tak sampai jatuh di depan Papanya. Tetapi Seno mengetahui kalau anaknya itu sangat terluka. Di rengkuhnya tubuh Rindi ke dalam dekapannya. Ia mengusap punggung Rindi hingga tangisnyapun tak mampu di bendung lagi. ‘Benarkah Percy dan Rasya?’ "Lupakanlah Percy, jangan buat hatimu semakin terluka, Nak. Kamu cantik, sangat cantik bahkan. Pasti akan banyak yang mencintaimu lebih dari Percy." nasihat Seno membelai kepala Rindi dengan sayang. Rindi tak menjawab ucapan Seno, ia memilih berpamitan pergi seraya melepaskan pelukan Papanya. Lalu tanpa mengatakan apapun lagi, ia berjalan tertatih menaiki undakan tangga. Seno hanya mampu menghela nafasnya menatap Rindi dari bawah. Sesampainya di dalam kamar, Rindi mengunci pintu kamarnya dan tubuhnya merosot ke lantai. Tubuhnya bergetar hebat, ia menangis sejadi-jadinya dengan memeluk kedua lututnya, dan menyembunyikan wajahnya di sela lutut. Tangisnya yang selalu ia tahan, akhirnya pecah juga. Pertahanannya runtuh dalam sekejap. Rindi selalu berusaha tegar di hadapan semua orang, walau kenyataannya diri Rindi begitu rapuh bagaikan ranting kecil yang terinjak akan langsung patah. Tetapi sekarang pertahannya runtuh. Hatinya sakit sekali mendengar kabar baru dari Papanya. Apa ini alasan Percy tidak memberinya kepastian? Apa ini alasan Percy memilih diam daripada menjawab pertanyaannya. Kenapa? Kenapa mereka melakukan ini pada Rindi. Hatinya yang terluka semakin menganga lebar karena berita itu. Berita yang menghancurkan pertahannya.  Percy dan Rasya? ♣♣♣ Percy berlari menyusuri lorong rumah sakit saat mendengar kabar duka dari Mamanya. "Ma, bagaimana?" tanya Percy begitu khawatir. "Hikzz.. Percy!" tangis Dewi pecah di pelukan Edwin sang suami. "Ayah, Pretty bagaimana?" tanya Percy semakin khawatir. "Pretty baik baik saja, dia hanya mengalami luka kecil. Tapi-" ucapan Edwin menggantung membuat Percy bertanya-tanya. "Tapi apa, Ayah?" tanyanya sangat tak sabar. "Azka meninggal di tempat," ujar Edwin membuat Percy mematung di tempatnya. Kenyataan apa lagi ini? "Inalillahi wa'inailahi roji'un. Azka meninggal?" tanya Percy tak percaya. "Iya Nak," ujar Edwin. "Kasian Pretty, satu bulan lagi mereka akan menikah, hikz...hikz...hikzz..." isak Dewi memeluk tubuh Edwin. Percy termangu di tempatnya memikirkan kondisi adik kesayangannya itu. Percy begitu mencintai dan menyayangi keluarganya, terutama adik satu-satunya itu. Ia berjalan tertatih memasuki ruang rawat dimana Pretty terbaring lemah di atas brangkar dengan peralatan medis yang menempel di tubuhnya. Iapun menarik kursi dan duduk di samping brangkar yang di tempati Pretty. Wajah Pretty tampak pucat, matanya masih terpejam rapat dan nafasnya teratur. Percy mengambil sebelah tangan Pretty dan menggenggamnya erat. Baru saja kemarin ia melihat kebahagiaan di wajah Pretty, sekarang semuanya telah hancur dan bagaimana nanti respon Pretty saat tau calon suaminya meninggal dunia. Tatapan Percy tak lepas dari wajah Pretty yang terlelap dengan alat bantu pernafasan menempel di hidungnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD