01. Prolog : MR and MRS PRESIDENT

1108 Kata
Hari ini adalah perayaan kemerdekaan negara Andalusia, suatu negara berkembang yang baru-baru ini menarik perhatian dunia internasional. Hal itu tentu saja tak terlepas dari peran besar sang presiden ... Hamza Takeo Yehezkiel yang berhasil memimpin Andalusia menuju kejayaan. Hamza adalah Presiden Andalusia ke sepuluh yang berhasil membuat gebrakan-gebrakan femonenal yang memancing perhatian dunia. Itu sebabnya dia dicintai dan dibanggakan oleh bangsa Andalusia. Negara Andalusia memiliki keunikan sendiri, karena hampir sebagian besar warganya adalah pendatang yang berasal dari berbagai belahan dunia. Mereka tinggal lama di Andalusia, setelah merasa kecocokan mereka memutuskan menjadi warga negara Andalusia. Dengan keadaan seperti itu, layak penduduk Andalusia rata-rata adalah blasteran dari berbagai keturunan. Contohnya adalah Presiden Hamza Takeo Yehezkiel sendiri. Dia keturunan Arab, Jepang, Inggris dan Turki. Dengan berbagai macam campuran darah di dalam tubuhnya, siapa yang tak terpesona melihatnya? Penampilan Hamza bak aktor yang glamor dan memikat, membuat siapapun terpana memandangnya. Kehidupan Hamza bagaikan dongeng. Dia putra konglomerat, sekolah dan karirnya sebagai pengusaha sangatlah sukses, Saat Hamza memutuskan terjun ke dunia politik, dia berhasil menghisap habis perhatian semua orang ... baik lawan maupun kawan politiknya. Dalam waktu singkat karir politiknya melejit, orang tak heran lima tahun kemudian Hamza berhasil menjadi presiden termuda yang memimpin negara Andalusia. Dia berumur 38 tahun, tampan, kaya dan brilian. Di sampingnya ada istri yang mendampingi ... Lady Alana. Seorang wanita cantik, anggun dan terkenal akan kelembutan hatinya. Mr dan Mrs President yang rupawan ini telah menjadi favorit rakyat Andalusia. Tak heran mereka dielu-elukan oleh rakyat yang menghadiri parade kemerdekaan Andalusia yang ke 50 tahun. “Ya Tuhan! Setiap kali melihatnya aku selalu takjub. Mr President begitu mempesona. Tampan dan berkharisma!” “Mungkin dia makhluk Tuhan yang paling tampan sejagad raya.” “Hormonku meledak-ledak begitu memandangnya, astaga ... seksinya dia.” “Hei, ingat siapa yang ada di sebelahnya. Dia sudah beristri, girls.” “Dia Presiden, boleh punya istri satu dan simpanan dimana-mana.” “Itu pendapatmu, Presiden Hamza amatlah setia pada istrinya. Dia tak pernah bermain mata pada wanita manapun.” Kasak-kusuk tentang Presiden Hamza santer terdengar di mana-mana, mengalahkan ketenaran istrinya. Rata-rata gunjingan itu bernada menyanjung, amat sedikit yang terdengar negatif. Rupanya Presiden Hamza telah berhasil merampok hati rakyatnya. Mungkin itu sebabnya tak ada yang menyangka dalam parade yang barikade pertahanannya ketat, ada seseorang yang membidik beliau. Penembak itu mengincar nyawa Presiden Hamza dari kejauhan, dari suatu atap gedung tinggi. Ketika merasakan sasarannya telah tepat, dia menarik pelatuknya. DOOOR! Sebutir peluru mendesing mendekati sasarannya. Kebetulan sekali saat itu Presiden Hamza menunduk untuk mengambil bolpoinnya yang jatuh. Peluru itu menyasar ke d**a istrinya. Jeritan Alana membuat Presiden Hamza terkejut. “Alana!” teriaknya syok. Alana ambruk dalam pelukan Hamza, dengan darah bersimbah membasahi gaunnya. Keadaan berubah kacau. Semua pasukan pengaman siaga melindungi Presiden dan Nyonya Presiden. Rakyat didesak mundur, mereka kacau dan berlari ketakutan menyelamatkan dirinya. Dalam keadaan waspada, sembari memeluk istrinya ... Presiden Hamza mengedarkan pandangannya. Matanya yang setajam elang bisa melihat penembak gelapnya tengah membidik kearahnya dari atap sebuah gedung. Presiden Hamza merebut pistol yang dibawa salah satu ajudannya dan menembak orang yang tengah mengincar keselamatannya. DOOOR! DOOOR! Tak banyak yang tahu, Presiden Hamza adalah penembak jitu. Tak ayal tembakannya tepat sasaran. Dia menembak kedua kaki sang penjahat, supaya dia tak bisa melarikan diri saat nanti dibekuk. “Bekuk dia! Diatas atap gedung WILDAN SEMERU!” titah Presiden Hamza pada pengawalnya. “Siap, Mr President!” *** Takeo sedang menunggu di depan ruangan Operasi VIP ketika ajudan pribadinya Elgon menyampaikan laporan. “Penembak itu telah tewas ketika kami tiba di atap. Dia bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri. Ini hasil autopsi si penembak.” Takeo memeriksa dokumen yang diterimanya. Hanya data umum berisi umur pria itu, warna kulit, warna mata, tinggi, berat, keadaan rambut, dll. Tak ada ciri spesifik pada tubuh pria itu, bahkan dia tak memiliki tato atau t**i lalat yang khusus. “Sepertinya mereka telah memilih seseorang yang tak spesial untuk mengaburkan identitasnya,” cetus Takeo menyimpulkan. “Terus selidiki. Kita harus tahu motifnya dengan jelas.” “Siap, Mr President!” Takeo menyelesaikan urusannya sambil menunggu operasi istrinya berjalan. Hingga lima jam kemudian dokter yang mengoperasi istrinya keluar dari ruang operasi. “Mr President, kita bisa menarik napas lega. Kami berhasil mengeluarkan peluru dari tubuh Mrs President. Namun Beliau harus menjalani masa pemulihan supaya bisa kembali sehat.” Takeo menghela napas lega mengetahui istrinya berhasil diselamatkan. “Boleh saya menemuinya?” *** Alana tersenyum lemah saat melihat Takeo mendekat padanya. Suaminya duduk di kursi dekat ranjang istrinya dan mengamatinya dengan khawatir. “Kau baik-baik saja? Mereka bilang kamu sudah terhindar dari bahaya.” Sebenarnya Alana tak merasa baik-baik saja. Dia yakin umurnya tak akan panjang lagi. Ada sesuatu yang ingin dirasakannya sebelum meninggal. Mata Alana berkaca-kaca menatap pada suaminya. “Aku ba ... ik. Takeo, aku ingin hari ini bersamamu. Mau kah kau memanjakanku?” pinta Alana. Takeo mengerutkan dahinya. Tumben istrinya bermanja ria padanya. Biasanya Alana amat dewasa dan kalem. Tak ada istilah manja dan kolokan dalam bertingkah laku. “Apakah kamu Alana yang kukenal?” goda Takeo. Dia meraba kening Alana. Panas, tapi itu wajar karena Alana baru siuman seusai dioperasi. Alana tersenyum kaku. “Kalau kau tak keberatan, Takeo.” Mereka telah menikah selama lima tahun, namun mengapa dia masih merasa segan pada suaminya? Tak ada kehangatan dalam hubungan mereka, hanya ada hubungan baik seperti sesama teman. Apakah ada cinta? Alana sering menanyakan itu selama bertahun-tahun mereka menikah. Memang pernikahan mereka atas dasar perjodohan, namun Alana mau melakukannya karena dia amat mengagumi Takeo. Setidaknya dia mencintai suaminya. Entah Takeo. Pria itu amat tertutup. “Tentu, tapi setelah kamu pulih. Mau pergi bulan madu, Alana?” Mata Alana membulat senang. “Tentu, aku akan pulih dengan cepat.” *** Dia tak merasa pulih, tapi Alana memaksakan diri terlihat baik-baik saja. Dia ingin sekali berbulan madu dengan suaminya, mungkin untuk yang terakhir kali. Itu sebabnya dia memohon pada Prof. Gilbert untuk tak memberitahukan kondisinya pada Takeo. “Jangan beritahu Mr President, saya hanya ingin menikmati hari-hari terakhir bersamanya.” “Tapi Mrs President, saya terikat sumpah jabatan ....” “Pasienmu adalah saya, Prof. Anda seharusnya mengikuti keinginan terakhir pasien, kan? Bagaimanapun, saya tetap tak bisa ditolong.” Prof Gilbert bimbang. Dia mengalami dilema, harus memilih antara kemanusiaan dan profesionalitas. “Saya mohon, Prof. Kami belum pernah pergi bulan madu, ini kesempatan satu-satunya. Saya tak ingin hidup dalam penyesalan.” Mata Alana berkaca-kaca, membuat Prof Gilbert tak tega melihatnya. Lelaki itu menghela napas panjang. “Baiklah, tapi seusai bulan madu, Mrs President harus segera kembali kemari untuk mendapat perawatan intensif.” Alana hanya tersenyum, dia tak bisa mengiyakan karena dia sendiri tak yakin bisa kembali dalam keadaan hidup. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN