"Apalagi Kejora?! Sudah, aku beritahu kamu tadi, lewat pesan singkat, kalau aku tidak bisa keluar rumah hari ini. Apa kamu tidak paham, hah?!" Nada suara Kana sangat terdengar jengkel.
Orang yang dipanggil Kejora di dalam telepon langsung mendesah kasar. "Aku tahu, beg*! Aku baca pesanmu, dan aku tidak mau membicarakan hal itu. Aku mau memberitahu soal semalam, kenapa alkohol sampai tercampur dalam minumanmu," jelas Kejora.
Dia adalah sahabat Kana, dan kejadian semalam sebenarnya Kana tidak bermaksud mabuk, karena dia bukan pemabuk. Kana hanya bersenang-senang dengan meliuk-liukkan tubuhnya bersama teman-temannya. Walaupun cukup nakal, dia tidak sejauh itu, lagipula Kana tidak menyukai rasanya. Terlebih efeknya setelah minum minuman tersebut.
Semalam dia memesan jus, tapi karena haus Kana langsung main teguk. Barulah dia sadar setelah minuman itu masuk ke dalam lambungnya dan mengumpat. Sayangnya kurang dari setengah jam suaminya yang kejam itu tiba-tiba datang dan memaksanya pulang.
"Siapa yang melakukannya? b*****h mana yang berani padaku" tanya Kana penasaran.
Bersamaan dengan hal itu, bayangan Evano menariknya pulang di hadapan teman-temannya segera terbayang di kepalanya. Mendadak pipi Kana memerah diikuti wajahnya yang terllihat kecut.
'Malunya ... semalam pasti aku jadi bulan-bulanan anak-anak kampus. Ini semua gara-gara anji*g itu. Huh!! Ngapain dia datang ...' batin Kana.
"Siapa lagi jika bukan saudarimu tersayang Claudia. Dia cemburu karena kamu mengambil pacarnya, Sayang ..." ucap Kejora memberitahu.
Kana memanas dan segera mengepalkan tangan. Ini bukan pertama kalinya perempuan satu itu mencari masalah dengannya. Dia bahkan bisa menikah dengan Evano adalah ulahnya Claudia juga.
Beberapa waktu lalu, tepat pada acara wisudanya. Keluarga ayahnya datang dengan rombongan istri dan anak tirinya menghadiri wisuda Kana. Tak hanya dengan tangan kosong, tapi juga hadiah. Malah hadiah mereka pun mengejudkan Kana.
Bagaimana tidak, mereka memberi mobil, apartemen, dana untuk modal bisnis dan yang mengherankan ibu tirinya juga audari tirinya Claudia sangat bersemangat, alih-alih tidak terima.
Kana sebenarnya curiga, tapi setelah hari itu mereka sangat baik. Sampai pada malam ulang tahunnya. Keluarga ayahnya pun kembali berbuat baik dengan merayakannya. Akan tetapi, perayaan itu adalah tipu daya mereka yang sebenarnya. Kana dicekcoki sesuatu yang membuat kesadarannya hilang. Begitu bangun, dia malah berada dalam pelukan seseorang dalam keadaan tanpa busana.
"Sial! Jadi dia mau mengulang kejadian yang sama!" geram Kana.
"Begitulah. Mulai sekarang kamu harus hati-hati Kan, jangan sampai kamu menikah lagi," ceplos Kejora.
"Tidak akan! Satu suami saja sudah repot, gimana dua?" balas Kana. "Tapi ya, aku akan memberi perhitungan pada b*****h itu. Jemput aku sekarang!" putus Kana melanjutkan.
Sontak saja Kejora terkejut. "Apa?! Bukannya kamu bilang barusan tidak bisa keluar?"
"Sekarang bisa!" jawab Kana yakin, sambil menatap balkon kamar dan selimut di tempat tidur.
'Pokoknya hari ini juga aku akan mencabik-cabik wajah perempuan gila itu!' batin Kana.
"Bagaimana bisa? Aku baca pesanmu, bukankah kamu ketik di sana kamu sedang dikurung di kamar oleh monster tampanmu?"
Kana tak habis pikir saat Kejora mengatakan dua kata terakhirnya. Monster tampan. Karena Kana tidak berpikir seperti itu. Evano tidak tampan di matanya, tapi menyeramkan dan sangat mirip iblis.
"Tidak perlu tahu, pokoknya kamu kemarilah sekarang, tapi ingat parkirkan mobilmu di halaman belakang. Aku tidak mau Siluman itu mencegatku," jelas Kana.
"Baiklah, tapi ngomong-omong sudah berapa banyak panggilan kesayanganmu pada mas Evano?" tanya Kejora sambil menekan dua kata terakhirnya. Mas Evano.
Kana tak habis pikir dan geleng-geleng kepala. Suaminya yang kejam itu lebih cocok dipanggil setan, siluman, atau yang lainnya yang bermakna serupa.
*****
Brugh!
"Aaarrgggh ... ssstt!" keluh Kana sambil memegang pinggangnya.
Barusan dia baru saja berhasil keluar kamar dengan cara mengikat selimut dan menjadikannya tali, namun itu memang tidak cukup hingga ke bawah. Mau tidak mau walaupun kakinya belum mencapai tanah, Kana turun dengan melompat.
Pinggangnya sakit karena panjang selimut yang dijadikannya tali itu kurang dua meter dari bawah ke atas.
"Tahu begini, aku pergibalas dendam besok saja, huft ..." keluh Kana.
Namun, perjuangannya keluar belum selesai, dengan cara celingak-celinguk serta mengendap-endap, Kana berjalan ke arah belakang rumah. Kemudian tiba-tiba membulatkan matanya menatap pagar yang setinggi dua meter.
"Apa aku balik ke kamar saja?" ucap Kana mulai ragu dengan keputusannya.
Namun, keningnya mengerut dan memikirkan jalan keluar. Akhirnya dia menemukan pohon yang lumayan dekat dengan pagar. Kana pikir akan memanjatnya saja supaya dia bisa keluar. Kemudian diapun melakukannya dengan susah payah.
"Huft ... fiuhhhh. Capek!" ringis Kana begitu sudah di atas pagar.
"Sekarang bagaimana cara turunnya?"
Karena tidak punya pilihan, Kana pun kembali melompat untuk kedua kalinya, dan kali ini bukan pinggangnya saja yang jadi korban, tapi memar di beberapa bagian tubuhnya.
"Ughh ... perih sekali," ringis Kana.
Dia bangkit kemudian meniup telapak tangannya yang memar. Menoleh dan mencari keberadaan Kejora. Kana pun melihat sebuah mobil menghampirinya dan mengerutkan dahi.
"Sejak kapan Kejora ganti mobil?"
Meski ragu Kana pun mendekat. Saat mobilnya berhenti di sampingnya, Kana tanpa pikir panjang membukanya, tapi akibatnya Kana menjadi sangat menyesal.
'Kenapa dia?!' Kana membatin, seraya mengigit kecil bibirnya sendiri dan memejamkan mata dengan nafas yang terasa berat.
"Masuk!"
Terdengar pelan, tapi penuh penekanan. Wajah Kana sudah pucat, nafasnya lebih dari berat, bahkan lehernya sudah seperti dicekik. Mau tak mau, Kana pun menurut. Begitu di dalam mobil, dia segera meremas telapak tangannya sendiri, berharap hal itu bisa membuatnya sedikit tenang.
Namun, mobil langsung melaju dengan kecepatan tinggi, membawanya kembali ke dalam pekarang rumah dibagian depan. Berhenti dan sekejap kemudian pergelangan tangannya ditarik paksa.
"Kau selalu menguji kesabaranku Kana," geram Evano di depannya.
Pria itu berjalan dengan langkah pnjang dan cepat, membuat Kana kesulitan menyamai langkahnya. Sementara itu pergelangan tangannya masih ditahan dan membuatnya tidak punya pilihan.
"Aaak--aku tidak bermaksud kabur, aku hany---"
"DIAM!"
Tiba-tiba saja Evano berhenti dan Kana yang tidak punya persiapan langsung menabrak tubuh besar suaminya itu.
Bughh!
"Ssstt ... aaarrgggh!"
Kepala Kana membentur keras tepat pada dad* bidang Evano, dan membuatnya langsung mengusap keningnya sendiri dengan tangan yang tidak dipegang oleh Evano.
"Kau mau mati, hahh?!" lanjut Evano dengan nada membentak dan juga tatapannya yang tajam. "Hampir setiap hari kau membuatku pusing. Wanita murah*n sepertimu suka sekali berulah. Pantas ayahmu tidak marah saat melihatmu berbaring di ranjangku. Cih! Dia bahkan sangat bersemangat memaksaku bertanggung jawab. Ternyata karena putrinya pembawa masalah!" cibir Evano.
Hal itu pun berhasil membuat Kana tertegun, menundukkan kepala dan bahkan tidak bereaksi apa-apa. Bahkan saat Evano beberapa kali menyentaknya dan menyeretnya kembali dengan kasar.
"Tidak berguna. Suatu saat nanti, aku pasti mematahkan kaki dan tanganmu yang liar ini!" geram Evano melanjutkan. Dia bahkan tidak peduli jika kalimatnya sudah melewati batas dan membuat Kana terluka.
*****