2 bulan kemudian…
Lantunan musik DJ menggema di seluruh ruangan. Kerumunan orang memenuhi lantai dansa dengan gaya menari yang beraneka ragam. Beberapa di antara mereka tampak mengenakan pakaian minim yang bahkan sepertinya sama saja seperti tidak berpakaian.
Di lantai dua, seorang perempuan dengan dress selutut terlihat menikmati musik yang dimainkan oleh DJ yang memandu hari ini. Tangan kiri perempuan itu memegang sebuah gelas berisikan wine. Sembari mengaduk lembut, ia tersenyum mengamati gerakan orang yang sedang memuaskan penat mereka dengan menari atau lebih tepatnya menggerakan tubuh mereka secara tidak beraturan.
Pria berbaju hitam berjalan perlahan menghampiri wanita yang berada di lantai dua. Sadar jika pria itu berjalan ke arahnya, perempuan itu pun segera meletakkan gelas yang ia pegang ke atas meja.
"Ada apa?" tanya perempuan itu ketika si pria sudah berdiri di hadapannya.
"Ada pesanan untukmu," jawab pria itu.
"Apakah dia pria yang kemarin? Jika iya, katakan padanya aku tidak akan melayaninya lagi," jawab perempuan itu ketus.
"Kau sudah gila ya, Git? Sejauh ini dia adalah orang yang berani membayarmu dengan angka yang sangat fantastis. Kau bahkan bisa membeli sebuah ponsel baru dengan uang hasil melayani pria itu kan?" ujar pria itu sembari melirik sebuah ponsel terbaru yang ada di atas meja Inggit.
Inggit meraih ponselnya dan menggenggamnya, "Ya memang benar dia sangat kaya raya bahkan bersedia membayarku hingga puluhan juta rupiah. Tapi dia sangat tidak sopan padaku, Edo!"
Edo berdecak kesal mendengar ucapan Inggit. Tapi sepertinya pria itu tidak kehabisan akal untuk membujuk Inggit agar mau 'melayani' pria kaya raya.
"Oke, kalau begitu, anggap saja ini malam terakhir kau melayani nya, setelah itu aku akan mengatakan padanya jika kau berhenti bekerja disini," ujar Edo.
"Bukankah aku sudah bilang dari awal, bahkan sejak seminggu yang lalu setelah aku melayani dia dengan puas untuk mengatakan padanya bahwa aku berhenti bekerja jika memang benar dia mencariku?"
Edo mengacak rambutnya frustasi, ia menatap wajah Inggit nanar.
"Kau benar. Aku seharusnya mengatakan demikian. Tapi ketika pria itu datang, seketika aku lupa. Terlebih dia membawakan wine mahal dari Paris dan ditambah ada Jeslyn disana yang dengan semangat mengatakan bahwa malam ini kau bekerja dan tidak ada jadwal melayani siapapun."
"Jika saja kau bukan teman dekatku, aku pasti sudah akan menolak mentah-mentah. Dan untung saja pria itu tampan, jika tidak, aku akan menutupi wajahnya dengan karung goni."
Inggit meneguk habis wine-nya dengan kasar lalu mengusap sudut bibirnya. Ia turun ke lantai satu dan menemui pria yang dirinya malam ini.
"Setidaknya aku bisa mengantongi uang jutaan malam ini," gumam Inggit.
* * * * *
Nesringgita Lucelence atau yang kerap disapa Inggit, dia hanyalah seorang mahasiswi semester akhir di jurusan Manajemen. Tidak pernah terlintas dalam benaknya jika ia akan berakhir menjadi seorang bartender di sebuah bar malam.
Jika saja kedua orang tua nya masih hidup, mungkin kehidupannya tidak akan berakhir seperti ini. Mungkin pekerjaan memang banyak, tetapi sangat sulit untuk bisa masuk ke sana. Terlebih orang-orang di luar sana akan memilih kualifikasi yang tinggi, setidaknya jika tidak mempunyai pendidikan yang tinggi, harus memiliki penampilan yang menarik. Menarik dalam artian memiliki tubuh yang tinggi semampai, langsing, berkulit putih, wajah cantik dengan pori kecil dan tidak boleh berjerawat.
Sedangkan Inggit? Tubuhnya kecil. Bahkan menyentuh angka 160cm pun tidak. Sekalipun ia mendapatkan pekerjaan normal, mungkin hanya sebatas sebagai tukang cuci piring yang dibayar dua puluh ribu rupiah perhari. Bukannya Inggit tidak mau, hanya saja kebutuhan hidupnya yang tinggi di Kota Jakarta mengharuskan dirinya melakoni pekerjaan sebagai seorang bartender di bar malam.
Oh ya, jangan lupakan status Inggit yang saat ini tengah berbadan dua. Sejak kejadian 2 bulan lalu, dia memutuskan untuk menghidupi dirinya sendiri dan bahkan, hingga detik ini dia tak menerima kabar apapun dari Bisma.
"Aku tau pekerjaan ini antara benar dan tidak, tetapi setidaknya aku bekerja. Aku berjanji setelah lulus kuliah nanti, aku akan berhenti dari sini, mencari pekerjaan yang lebih layak dan menjadi seorang istri yang baik," ucap Inggit pada dirinya sendiri ketika ia baru saja diterima sebagai seorang bartender di sebuah bar malam di Kota Jakarta milik Edo bernama Angelwings Bar.
Memang benar pekerjaan sebagai bartender adalah sesuatu yang halal. Tapi ketika disandingkan menjadi bartender di sebuah bar malam, pasti yang terlintas adalah bertemu dengan p****************g dan wanita minim pakaian. Bahkan orang – orang sok suci, sering menyebutnya dengan kendang babi.
Padahal alkohol yang disuguhkan oleh Inggit, hanya sebatas untuk menghilangkan penat. Dan kebanyakan orang yang datang pun hanya ingin cerita keluhan mereka di dengar. Seperti yang terjadi pada pria yang telah beberapa kali Inggit layani bernama Joseph yang secara sialnya datang malam ini dan memaksa ingin dilayani oleh Inggit.
* * * * *
Inggit berjalan menghampiri seorang pria dengan pakaian jas lengkap yang duduk di kursi bar. Ia menepuk pundak pria itu dan memberikan senyuman manis yang palsu padanya.
"Hai, apa kabar manis?" sapa pria itu sembari mencium pipi kiri Inggit.
Mata Inggit tidak bisa berbohong, ia membenci pria itu.
"Hai. Tentu saja aku baik," jawab Inggit berusaha dengan nada ramah.
"Apa kau ada ide racikan minuman untuk malam ini? Mungkin saat pertama kali kau terkejut karena sikap kasarku saat mencicipi racikan minuman buatanmu yang terasa aneh. Kau tau? Aku sangat menyukai pelayananmu, dan aku bersedia membayar berapapun selama kau yang menjadi bartenderku. Kau sangat tau bukan betapa aku menyukai seluruh racikan minuman alkoholmu itu?" rayu pria itu sembari melingkarkan tangannya pada pinggang Inggit.
"Ini akan menjadi yang terakhir kali bodoh. Aku tidak suka dengan pria yang suka melakukan berkomentar seenaknya apalagi mencaci dengan kasar meski saat mencicipi minumanku," ujar Inggit dalam hati.
Inggit menatap wajah pria itu dengan senyumannya. Ia membelai dagu tegas pria itu dan mulai mendekatkan bibirnya ke arah telinga pria itu.
"Apa mau aku buatkan sekarang?" tanya Inggit dengan nada yang sangat menggoda.
"Tuan Joseph," sambung Inggit lagi.
Pria bernama Joseph itu tampak melonggarkan simpul dasinya. Ia melihat wajah Inggit lalu berdiri dari duduknya. Dengan tatapan menggoda pria itu meraih tengkuk Inggit.
"Sepertinya aku akan sangat menantikan minuman buatanmu malam ini." tukasnya.
"Tentu saja. Sudah seharusnya begitu, bukan?” jawab Inggit,
Inggit lantas masuk ke balik meja bar dan meraih apronnya. Dia mengeluarkan sebuah gelas berbentuk segitiga dan mulai meracik minuman alkohol dengan tangan mungilnya. Di balik apron serta dress yang ia gunakan, sebenarnya Inggit berusaha keras menyembunyikan bahwa dirinya tengah berbadan dua. Bahkan, Edo pun tak tahu jika Inggit saat ini tengah berbadan dua.