Bab 5: Taruhan

907 Kata
Keesokan harinya, aku sedang santai berjalan menuju kelasku tercinta sambil membaca komentar dari para followersku tercinta.             Baguslah, mereka memuji foto yang kuposting sangat cantik dan unik. Aku memang sangat hidup jika difoto, gayaku yang nyentrik kadang malah membuat followersku memujiku tanpa henti. Mereka bilang, hanya aku yang tetap terlihat cantik walau bergaya sok jelek. Ha-ha. Aku tidak menyangka mereka menyukaiku karena keunikanku. Bukan hanya cantik, aku sering sekali dibilang unik.             Bahkan banyak followersku yang meminta nomor ponselku. Namun, aku tidak memberikan nomorku ke sembarang manusia. Enak saja.             "Sini, ikut gue." Tanganku tiba-tiba ditarik paksa oleh seseorang yang suaranya mulai terbiasa di telingaku. Ya, orang itu adalah cowok jutek yang ada di pikiran kalian.              "Apaan sih, Ndra?! Lepas!"             Indra terus menarik tanganku, hingga kami sampai di lapangan yang sepi karena masih pagi. "Apa maksud lo semalem, Key? Nggak lucu. Lo mau bikin gue malu?"             "Hah? Nggak. Pede banget." Aku melipat tanganku dan enggan melihat wajahnya.             "Berhenti cari perhatian. Cukup di media sosial aja lo nyari sensasi. Jangan di dunia nyata. Bikin muak, tau."             Aku akhirnya berani melotot menatap Indra. "Muak? Gue harusnya yang muak sama lo. Apa-apaan itu semalem? Kenapa lo bisa terdengar ramah banget kalo di radio? Kenapa di depan gue, lo malah—" "Karena gue nggak suka sama lo. Puas?"             Sialan. Aku juga tahu dia tidak suka denganku. Tapi, tidak perlu diperjelas. Aku tiba-tiba merasa semakin emosi. Di saat aku emosi, tiba-tiba aku malah mendapatkan ide yang cemerlang.             "Kalo gitu, gue akan bikin lo jadi suka sama gue." Aku menatap Indra penuh amarah. Dia sok membenciku hanya karena aku cerewet dan sering main hape. Alasan macam apa itu? Aku bisa membuatnya menyukaiku. Aku ini cantik! Followers instagramku sudah sepuluh ribu!             "Lo lagi ngelawak?" Indra mendengus geli. "Nggak lucu."             "Gue serius. Gue akan bikin lo suka sama gue."             "Oke." Indra mengangguk. "Gue kasih waktu sampai acara amal berakhir. Kalo lo nggak berhasil bikin gue suka sama lo, lo harus hapus semua media sosial lo. Deal?"             A-apa?             Tiba-tiba ketakutan menghampiriku. Kalau aku gagal, bagaimana?             Bagaimana nasib followers yang aku dapatkan susah payah itu? Hilang hanya karena Indra? Sialan. Tapi, aku tidak ingin dianggap pengecut oleh Indra.             "Fine. Deal." Berarti aku tidak boleh gagal. Aku harus membuatnya menyukaiku, bahkan sampai tergila-gila kalau perlu!             “Berani juga ya, ternyata.” Indra tersenyum sombong, sangat minta dihajar.             “Iya, dong. Harus berani, kalau berhadapan sama cowok freak kayak lo.” Aku balas tersenyum miring, lalu mengibaskan rambut panjangku. Untung saja pagi ini aku keramas.             “Siap-siap kehilangan followers lo yang berharga.” Indra menepuk pundakku, terlihat sok sedih dan prihatin.             “Siap-siap kehilangan harga diri,” ucapku tegas, lalu menginjak kakinya. Dia meringis lalu semakin memelototiku. Astaga, aku takut. “Bye, sampai ketemu lagi, Beb.”             Indra seketika terlihat geli, tapi aku tidak peduli. Aku berjalan menuju kelas dengan Langkah yang begitu percaya diri. Namun, entah mengapa pandangan semua orang terlihat aneh. Mereka … memperhatikanku sambil bisik-bisik. What? Apa yang salah? Apa bedakku hari ini terlalu tebal? Ah, sepertinya tidak. *** "Key, lo bikin hampir satu sekolah heboh!” Lukas mengejutkanku saat aku memasuki kelas dan duduk di sebelahnya.             Aku menaikkan satu alisku, memandang Lukas. "What? Apa salah gue?”                "Hampir satu sekolah, setia denger siarannya Indra di radio. Dan lo semalem tuh parah banget, Key."             Mampus. Mana aku tahu?!             Oke, tetap tenang. Jangan terlihat panik. "Apa, sih? Jangan lebay. Emangnya apa yang salah dari omongan gue? Dia emang jutek. Wajarlah kalo gue heran saat dia seramah itu di radio."             "Dia jutek cuma sama orang tertentu. Contohnya, cewek ganjen yang berusaha deketin dia."             Jleb.             Aku tiba-tiba batuk. Dengan cepat aku meminum sebotol air mineral yang baru aku beli. "Lo nyindir gue, Luk?"             "Eh? Emangnya lo ganjen? Emangnya lo mau deketin Indra?" Lukas terlihat semakin bingung. “Nggak, kan?”             "Gue nggak ganjen. Tapi, gue emang mau deketin Indra. Gue HARUS bikin dia suka sama gue sampai acara amal berakhir."             "Whoa, wait. Tapi, lo suka sama Indra apa nggak?"             "Erm ... NO. Dia kurang ... ganteng buat gue."             Lukas tersenyum lebar. "Gantengan gue, ya?"             "Nggak gitu juga maksud gue.” Aku mendengus geli. “Pokoknya, gue nggak akan suka sama cowok sombong dan aneh kayak dia. Ogah.”             “Baguslah, ingat perjanjian kita. Oke?”             “Oke! Seratus ribu itu berharga, Luk.”             “Nice.” *** Aku kesal. Sejak pagi ini, orang-orang menatapku dengan aneh. Mereka juga berbisik-bisik tidak jelas. Hah, seandainya aku punya pendengaran super, pasti akan sangat membantu!             "Keyra, udah denger gosip hari ini belum?" Nino tiba-tiba berjalan di sebelahku, saat aku baru mau kembali ke kelas. Lukas katanya mau ke toilet dulu, jadinya aku harus jalan sendirian.             "Gosip apaan, sih?" Aku pura-pura tertarik, agar Nino senang.             "Gosip kalo lo suka sama Indra." Nino tersenyum miring. "Itu gosip apa fakta, sih?"             "Hah?! Lo dapet gosip itu dari mana?!"             "Lo 'kan diomongin di grup angkatan, Key. Ups, lo left group sih minggu lalu, jadi nggak tau ya?" Nino tertawa puas.             Aku meninggalkan grup angkatan karena sangat berisik! Isi obrolannya juga didominasi dengan perempuan genit. Kerjanya gosip mulu. Aku paling malas berurusan dengan obrolan yang menimbulkan dosa. Asik.             "Gue diomongin gimana? Parah banget, sih!"             "Lo duluan yang mulai. Lo pakai nelepon pas Indra siaran. Hampir satu sekolah tuh pendengar setia siaran radio Indra, lho."             "Hah? Seriusan? Mana gue tau, Nino! Gue aja baru kenal sama Indra akhir-akhir ini."             "Makanya, Neng. Jangan sibuk di dunia maya mulu. Indra yang sebegitu terkenalnya, lo sampai nggak tau. Parah!"             "Indra terkenal? Tapi, dia nggak punya media sosial..."             "Emangnya terkenal itu hanya bisa di dunia maya? Indra tuh lebih aktif di dunia nyata, Key. Dia tuh udah kayak ... super hero di dunia nyata."             Apa? Tidak mungkin.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN