Bab. 2 Sang Penyelamat

1416 Kata
Orang-orang tidak ada yang berani menolong Melati. Mereka mengira wanita itu kabur karena urusan rumah tangga dengan suaminya. Melati sudah terlihat lelah karena kecapean berlari dan pria yang mengejarnya pun semakin mendekat. Sementara kedua kaki gadis itu terasa lemas untuk digerakkan lagi. "Ya Allah, tolong hamba,” doa Melati terlihat pasrah akan nasibnya yang sebentar lagi berada di tangan preman itu. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti persis di samping Melati. Perlahan kaca kendaraan itu terbuka dan seseorang berseru memanggilnya, “Mbak cepat ikut saya!” Dengan tenaga yang tersisa Melati masuk ke dalam mobil yang membawana meluncur pergi dari tempat itu. “Sialan, sudah cape-cape ngejar dia lolos,” umpat preman itu dengan kesal. Setelah cukup jauh melaju, pengemudi mobil itu mulai bertanya. “Mbak, tidak apa-apa?” pria itu menoleh ke arah Melati sambil tetap fokus menyetir. "Sa-saya ...." Melati merasa pandangannya mulai gelap dan tidak ingat apa-apa lagi. Hening tidak ada jawaban, sehingga pria itu mengguncang bahu Melati sambil terus memanggil, “Mbak, Mbak.” “Yah dia pingsan, hadeh tambah lagi deh masalah gue,” sungut pria itu sambil mengacak rambutnya. *** Sebuah mobil tampak memasuki rumah minimalis. Seorang pria turun dari kendaraan itu sambil membopong Melati dan masuk ke rumah. Ia segera membawa gadis itu ke kamar dan dengan perlahan merebahkannya di atas kasur yang empuk. Pria itu terlihat bingung untuk melakukan apa. Akhirnya ia menghubungi seseorang. [Halo … lu cepat ke rumah gue sekarang!] seru pria itu ketika panggilannya terhubung. [Ada apa lagi sih Ren? Kan kemarin lu habis gue service?] terdengar suara seorang wanita bertanya dari seberang sana. [Jangan banyak tanya, cepat ke rumah gue penting!] seru pria itu sambil mematikan ponselnya. Pria itu kemudian menyulut sebatang rokok dan menghembuskan asapnya ke udara. Wajahnya terlihat kusut seolah mempunyai beban pikiran yang berat. Ketika hampir sejam menunggu, terdengar suara bel berbunyi. Ia kemudian berdiri dan membukakan pintu. "Lama banget sih lu?" umpat pria itu kepada seorang wanita cantik. Wanita itu pun melipat payung yang dikenakannya sambil menjawab, "Hujan cuy, macan tutul (macet total). Ada apa Reno?” tanyanya sambil menerobos masuk. Tanpa menjawab Reno segera menarik tangan wanita itu dan membawanya ke kamar. “Apa-apaan sih? Lu kalau mau pake gue malam ini harus bayar!” ujar wanita itu sambil mengikuti Reno masuk ke dalam kamar. “Gue panggil lu bukan mau digenjot, tetapi salinin baju wanita itu!” seru Reno sambil menunjuk ke atas tempat tidur. Wanita itu tampak terkejut ketika melihat seorang gadis yang tidak sadarkan diri. “Jangan bilang lu habis perkosa ni cewek sampe pingsan?” tebaknya kemudian. Reno tampak menggeleng sambil menyahuti, “Eh .., Sovi, gue emang bejad tapi ga b******k. Sudah cepat gantiin dia baju! Kasihan nanti masuk angin lagi. Buka tasnya mungkin ada baju salin, sekalian lihat KTP-nya dia dari mana!” serunya kemudian dan ia pun segera keluar dari kamar itu. Tidak lama kemudian Sovi ke luar sambil menenteng pakaian. Ia menemui Reno dan berkata, “Bajunya demek semua dan harus digosok. Di dalam tasnya tidak ada tanda pengenal. Mana setrikaan?” tanyanya kemudian. “Di dapur,” jawan Reno singkat. Sovi segera mencari setrikaan sambil berseru, “Dia cuma pakai selimut, awas lu grepe ya!” Reno melirik Sovi sambil menggeleng. Sepertinya image pria bejad sudah melekat pada dirinya. Tidak lama kemudian wanita itu sudah kembali sambil membawa baju yang telah kering digosok. “Cewe itu siapa?” tanya Sovi ingin tahu. “Ga kenal gue, tadi dia dikejar-kejar preman dan gebrak-gebrak mobil minta ditolongin. Terus dia pingsan, ya udah gue bawa aja pulang,” jawab Reno menjelaskan. Sovi tampak tersenyum seraya berkata, “Kesempatan emas ni Ren, dia bisa lu kasih ke Bos Kevin..” Reno mulai memikirkan saran wanita itu sambil mengangguk kecil, ia sependapat dengan Sovi. Kehadiran gadis itu bisa mengatasi masalah besarnya. Pria itu memang sedang mencari seorang gadis untuk bosnya. “Tumben lu pinter,” pujinya kepada Sovi. “Sial, gue ga bego kali. Apalagi soal duit,” sahut Sovi sambil menuju ke kamar itu lagi. Melati tampak terjaga dan menelisik sekeliling kamar yang terang. Ia terlihat sangat terkejut ketika mendapati tubuhnya polos dan hanya berselimut. Gadis itu terlihat ketakutan membanyangkan apa yang baru saja telah terjadi dengannya. “Hai … jangan takut! Tadi aku yang menggantikan bajumu, sekarang pakai ini ya!” sapa Sovi dengan ramahnya. Melati meraih bajunya sambil berucap, “Terima kasih, Mbak!” “Aku tinggal dulu ya, mau bikin minuman hangat!” pamit Sovi yang dijawab anggukan oleh Melati. Melati segera memakai bajunya kembali dan setelah itu ia duduk di pinggir ranjang. Menunggu kedatangan orang yang menolongnya kembali. “Dia sudah siuman, gue mau bikin teh manis panas dulu,” ujar Sovi memberitahu Reno. “Sekalin gue kopi satu,” pinta Reno aji mumpung. Tidak lama kemudian Sovi sudah kembali lagi dengan membawa tiga gelas cangkir dan menyodorkannya ke arah Reno. Setelah itu kembali masuk ke kamar. “Silahkan diminum!” seru Sovi sambil memberikan secangkir teh manis hangat. Melati menerima minuman itu seraya berucap, “Terima kasih Mbak.” Sovi kemudian menyeruput minuman hangatnya dan mulai bertanya, “Nama kamu siapa dan dari mana?” “Nama saya Melati Mbak dari Bogor. Niat Saya datang ke Jakarta karena mau ikut kerja sama teman, tetapi baru sampai terminal saya kena hipnotis. Ponsel dan dompet raib.” Gadis itu menceritakan apa saja yang telah di alaminya hari ini. Sovi tampak mendengarkan dengan saksama, begitupun dengan Reno yang sudah berdiri di depan pintu. Mereka pun tampak terenyuh mendengarkan cerita Melati. “Yang menolong kamu Reno, saya Sovi temannya,” ujar Sovi memberitahu. Melati tersenyum ke arah Reno dan berucap, “Terima kasih Mas.” Reno tampak menjawab dengan anggukan dan berkata, “Kamu istirahat saja dulu, saya akan buatkan makanan. Ayo Sov!” ajaknya kemudian. Sovi segera ke luar dari kamar itu dan mengikuti Reno. “Pas banget Nov, dia lagi butuh kerjaan,” ujar Reno sambil tersenyum senang. Sovi tampak menghela napas panjang dan memberikan komentarnya, “Ya terserah lu sih, tetapi kok gue ga tega ya.” Sesama perempuan entah mengapa Sovi merasa simpati kepada Melati. "Ga usah sok baik lu! Kalau tidak tega sana bawa pulang gih! Didik dia biar cantik dan seksi. Masa tinggal di sini, tar khilaf gue?” seru Reno agar membawa Melati. “Kayak ngga tahu lingkungan apartemen gue, kasihan nanti dia jadi l***e lagi. Mending dia tetap tinggal di sini, lu kan sendiri. Asal lu ikat tuh ular kobra biar ga brangasan!” sahut Sovi kemudian. Reno tampak memikirkan saran dari Sovi dan menyetujuinya. Pria itu kemudian berseru, “Cuee ... lu. Bikinin mie rebus sana kayaknya dia lapar, sekalian buat gue!" "Ga ah, gue mau cari cuan dulu. Jangan panggil gue lagi lu!” pamit Sovi sambil hendak meninggalkan rumah Reno. Reno menarik kerah baju Sovi dari belakang seraya berkata, "Kerjain apa yang gue suruh atau bayar utang lu sekarang juga!" Sovi tidak berdaya jika Reno sudah menyebut hutang. Pria itu memang paling bisa kalau mengancam dirinya. Akan tetapi jangan panggil Sovi kalau tidak bisa memanfaatkan situasi. "Gue tidak punya duit Ren, buat makan sama bayar sewa." Reno tampak tertawa kecil mendengar alasan klasik Sovi. Pria itu segera memberikan sindiran menohok, "Alasan lu dari dulu ga pernah berubah. Bosen gue dengernya. Entar kalau bos Kevin suka sama itu cewek, lu gue kasih bagian." Mendengar itu mata Sovi tampak berbinar dengan senang. "Bener ya?” tegas Sovi yang segera menjalankan perintah Reno. Malam itu Reno menunjukkan rasa simpatinya kepada Melati. Sehingga menunjukan dirinya sebagai Sang Penyelamat yang baik. Padahal Melati tidak tahu ada udang di balik bakwan. Ia bahkan mengizinkan gadis itu untuk tinggal sementara di rumahnya. "Kamu boleh tinggal di rumah ini sampai bertemu dengan temanmu itu," ujar Reno sambil mengunyah mie kuahnya. "Saya pesimis Mas, bisa menemukannya. Paling besok saya pulang kampung saja," sahut Melati yang sudah tidak punya semangat lagi. Sovi segera menelan makanannya dan melarang, "Jangan! Kalau cuma jadi SPG atau waiters Reno bisa bantu. Dia banyak kenalan para pengusaha. Iya kan Ren?" wanita itu tersenyum ke arah Reno yang tampak mengangguk. Mendengar itu Melati terlihat sangat senang sekali dan berucap, "Terima kasih Mbak Sovi dan Mas Reno." "Sama-sama, kami juga senang membantumu," sahut Sovi dengan senyum yang manis kayak gulali. Setelah mengisi perut, Melati kemudian beristirahat. Ia merasa sangat bersyukur telah ditolong oleh Reno dan Sovi, ternyata masih ada orang baik di Ibukota ini. Semoga keinginannya mengadu nasib di Jakarta berjalan dengan mulus. Mungkin karena lelah gadis itu pun cepat terbuai dalam mimpi. Tanpa ia sadari sebuah kisah pun akan dimulai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN