Chapt 2. The Same Day

1911 Kata
---**--- 1 Minggu kemudian., The Margara Apartment, New York, USA., Kamar Syefa., Pagi hari.,             Syefa baru saja selesai mandi. Dia bergegas mengenakan pakaian kerjanya. Sesekali matanya melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya.             Jarum jam sudah menunjukkan pukul 6.25 pagi. Dia tidak boleh telat masuk ke kantor. Sebab dalam bulan ini, dia sudah telat sampai 2 kali. Jika dia telat satu kali lagi, maka bulan ini dia akan kena denda dan gajinya akan terpotong.             Yah … sebelum bekerja di Althafiance, Syefa memang sosok yang disiplin waktu. Jadi, tidak masalah baginya jika mereka harus hadir 15 menit sebelum jam 8 pagi untuk mengisi absen otomatis.             Selama beberapa hari terakhir, gerakannya sedikit melambat dan tidak seperti biasanya. Sebab dia sudah mengetahui jika dirinya tengah hamil.             Kehamilannya masih disembunyikan dari pria yang sebenarnya masih berstatus suaminya. Namun Syefa sudah mengurus kembali gugatan cerainya 2 tahun lalu. Juga beberapa syarat yang harus dia penuhi untuk diberikan kepada pengacara yang mengurusnya.             Sekali lagi, Syefa meniti penampilannya dari cermin besar disana. Rambut panjang hitamnya tergerai sempurna, dan sedikit bergelombang pada bagian bawah.             Riasan wajahnya juga sangat natural sekali, sebab dia hanya mengoles krim dan sedikit bedak padat di wajahnya. Tidak terlalu banyak gliter yang dia berikan disana. Bibirnya terpoles dengan lip balm berwarna merah marun muda.             Hari ini, dia mengenakan pakaian bebas yang terlihat formal. Sebab hanya 1 hari dalam 6 hari kerja mereka diperbolehkan memakai setelan bebas.             Rok sebatas lutut memperlihatkan kaki jenjang Syefa yang sangat mulus. Tubuhnya hanya mengenakan kaus ketat berwarna hitam, dan dipadukan dengan blazer rajut berwarna senada.             Matanya tak luput memperhatikan kakinya yang sedikit membengkak karena faktor hormon kehamilannya. Sejak mengetahui bahwa dirinya tengah hamil, Syefa tidak lagi mengenakan heels setinggi 8 cm.             Biasanya dia hanya mengenakan heels setinggi 3 cm. Jika sudah masuk jam istirahat, Syefa akan menggantinya dengan flat shoes saja. “Haahh …”             Kedua tangannya sedikit merapikan pakaian yang kurang rapi. Dia mengibas blazer rajutnya, dan memutar pelan tubuhnya. Memastikan bahwa penampilannya pagi ini sudah rapi dan terlihat sopan. “Okay. Sekarang waktunya kita sarapan, Sayang.” Gumamnya seraya berbicara dengan bayi yang tengah dia kandung. Dia mengusap pelan perutnya yang masih rata.             Selesai dari ritualnya, Syefa berjalan menuju meja kerjanya. Dia mengecek semua dokumen yang sudah dia siapkan dengan matang tadi malam.             Rapat hari ini akan ditinjau langsung oleh Presiden Direktur Althafiance. Meski dia tidak hadir, sebab yang hadir hanyalah para Kepala Divisi saja. Namun, Syefa tetap menyiapkan berkas untuk rapat dengan semaksimal mungkin.             Dia mengambil tas hitamnya, lalu mengalungkan tali tas pada pundak kanannya. Matanya melirik ke arah jam dinding. “Sudah jam 6.30. Kita harus berangkat secepatnya. Semangat untuk hari ini, Sayang!” Dia mengelus perutnya lagi sembari menyemangati dirinya sendiri. ..**..             Sebelum berangkat ke kantor, Syefa tidak pernah lupa untuk sarapan terlebih dahulu. Sebab sarapan adalah kebiasaan sejak dia sekolah taman kanak-kanak. Dan kebiasaan baik itu selalu dia kerjakan sampai detik ini.             Apalagi saat ini dirinya tengah hamil muda. Dia harus memberikan banyak nutrisi untuk sang jabang bayi. … Dapur.,             Dia melihat lemari pendinginnya mulai kosong. “Mama lupa membeli bahan-bahan untuk dapur, Sayang. Hmm …” Gumamnya mengeluh, dan sedikit merundukkan tubuhnya, melihat kulkas bagian bawah.             Hanya tersisa beberapa butir telur dan daun selada disana. “Kita buat sandwich lagi saja. Tapi …” Dia mengambil 4 butir telur dan beberapa daun selada. Siku kanannya menutup pintu lemari pendingin itu lagi. “Sepertinya roti kita juga sudah mau habis. Mama juga tidak sempat membawa bekal.”  Gumamnya lagi, dia berjalan menuju meja masak.             Syefa meletakkan segala dokumen penting serta tasnya diatas meja makan. Selanjutnya, dia mulai membuat beberapa sandwich kecil dengan roti bulat yang tersisa.             Sarapan pagi yang sering dia lakukan adalah hanya membuat beberapa slider sandwich saja. Dia juga jarang sekali membawa bekal. Selain tidak sempat memasak pagi, pengeluarannya juga sedikit berkurang jika dia menikmati makan siang yang memang tersedia di kantornya.             Selesai membuat beberapa slider sandwich, Syefa segera menikmatinya. Tidak lupa dia meminum s**u setiap pagi dan juga vitamin khusus ibu hamil yang dianjurkan oleh Dokter ahli kandungan.             Syefa merasa pagi ini sudah lengkap. Tidak lupa dengan segala dokumen dan tas yang berisi barang pribadinya. Dia langsung keluar dari apartemennya, dan bergegas turun ke lantai dasar. … Di dalam perjalanan.,             Syefa duduk di kursi bagian ke-3. Tubuhnya bersandar disana, kepalanya menghadap ke arah luar jendela bus. Kedua tangannya berada di perut ratanya, dan sesekali dia mengusapnya pelan.             Dia terus melamun dalam keheningan di dalam bus. Hari-hari yang dia jalani selalu seperti ini setiap paginya. Kesibukan yang menjadi temannya demi mencari nafkah untuk menghidupi dia dan bayinya seorang diri.             Sejak dia menginjak kota New York, kendaraan yang selalu dia gunakan adalah bus. Karena dia tidak memiliki kendaraan pribadi di Negara ini. Bahkan untuk kebutuhan hidupnya saja, sebisa mungkin dia berhemat. Ketika dia melamun dalam kesepian, dia mengingat kembali kejadian 2 tahun lalu. Tepat dimana pengumuman resmi dari sebuah perusahaan dengan ekonomi terkaya di Amerika telah dibuka, dan namanya masuk ke dalam daftar salah satu karyawan yang diterima di bagian desain.             Berkat doa dan dukungan keluarganya, dia berhasil lolos dan mengalahkan ribuan pelamar dari berbagai Universitas terbaik di seluruh penjuru dunia. Dia pikir, nasibnya akan semakin baik dengan pilihannya untuk merantau dan bekerja di perusahaan terbaik Amerika.             Tapi ternyata itu semua salah. Apa yang dia bayangkan, justru kini menjadi hal yang sangat dia sesali seumur hidupnya.             Apalagi saat dia mengingat perkataan sang Ayah yang sangat menentang pergaulan bebas dan hubungannya dengan Farhat. Ibunya juga sangat kecewa saat tahu dia hamil di luar pernikahan.             Rasanya dia ingin menarik waktu untuk mengubahnya kembali. ‘Maafkan Yasmin, Yah … Ma …’ Setetes air mata jatuh di sudut mata kirinya. Pandangannya tak kunjung terarah sedari tadi.             Dia sadar bahwa semua ini adalah kesalahannya. Kesalahan yang berawal dari pilihan yang salah. Kegugurannya saat itu dan bayi yang tengah dia kandung saat ini adalah takdir yang dia pilih. Dia yakin, Tuhan akan memudahkan jalan hidupnya nanti.             Meski dari lubuk hatinya yang terdalam, Syefa sudah sangat membenci Farhat. Pria yang telah mengkhianatinya berulang kali.             Dia memang sangat bodoh dan tidak sadar sudah menjadi b***k cinta selama ini. Bagaimana mungkin dia masih bisa mempertahankan rumah tangganya bersama pria yang tidak pernah memberinya nafkah lahiriah sejak sebulan mereka menikah hingga detik ini. Nafkah bathiniah saja pun, Farhat selalu egois dalam urusan ranjang.             Farhat juga sering meninggalkannya sampai berbulan-bulan. Tidak hanya itu, Farhat sering bersikap kasar pada Syefa jika dia tidak memberinya uang.             Saat itu, Syefa hanya bisa menangis dan membiarkan Farhat mengambil semua uang yang ada di dompetnya. Dia sangat lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa jika Farhat sudah bermain padanya.             Seandainya saja dulu dia mengikuti nasihat kedua orang tuanya, dia tidak akan hidup seperti ini. Dia mungkin tidak akan hamil di luar pernikahan dulunya dan memilih Farhat.             Tapi nasi memang sudah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini. Dia juga sadar, kalau dia tidak boleh menyesalinya lebih dalam lagi.             Sadar jika dirinya tengah berada di dalam bus, Syefa langsung membenarkan posisi duduknya dan menyeka air mata yang terjatuh di pipinya. Dia memperbaiki sikapnya sebab di sampingnya telah duduk seorang wanita yang sepertinya juga hendak berangkat ke kantor.             Tangan kirinya kembali mengusap lembut perutnya. ‘Kita harus kuat, Sayang. Ayahmu sangat menyayangimu. Hanya saja kami memang harus berpisah …’ ‘Mama janji, Mama tidak akan bersedih lagi dan akan terus menjagamu dengan baik.’ Bathinnya lalu menghela panjang nafasnya untuk menetralkan perasaannya sendiri.             Sebentar lagi dia sampai di kantor dan melaksanakan pekerjaan seperti biasanya. Hari ini sangat penting, sebab dia harus fokus pada rapat yang akan diadakan sebelum jam makan siang.             Sebisa mungkin dia bersikap professional dan tidak membawa masalah pribadinya saat berada di kantor. Karena itu akan membuat konsentrasinya terpecah. *** Althafiance Corporation, New York, USA., Ruangan Desain., Pagi hari.,             Dia menarik kursi kerjanya dan duduk disana. Matanya melirik ke arah wanita yang juga baru saja masuk ke ruangan yang sama dengannya. “Pagi, Jihan …” Sapa Syefa pada wanita yang berjalan ke arah meja kerja, tepat berseberangan dengan meja kerjanya.             Wanita itu meliriknya sekilas. “Pagi, Syefa. Kau sudah sarapan ?” “Huuhh … aku akan sibuk seharian ini.” Gumamnya menarik nafas dalam-dalam, lalu duduk di kursi kerjanya.             Syefa mengembangkan senyuman di wajahnya. Dia melihat wanita itu tampak gelisah sekali menghadapi rapat hari ini. Padahal mereka hanya menjadi sosok di belakang layar saja. “Aku sudah sarapan. Dan aku pikir, semua orang akan seperti ini jika rapat besar diadakan langsung oleh pimpinan kita.” Balas Syefa sembari mengaktifkan komputer yang tersedia di meja kerjanya.             Jihan, wanita yang berprofesi sama seperti Syefa. Hanya saja usia Jihan lebih muda dari Syefa. Wanita berusia 27 tahun itu memang akrab dengan Syefa sejak mereka menduduki posisi yang sama di perusahaan raksasa ini.             Tidak ada intimidasi atau musuh dalam selimut diantara mereka. Bahkan Jihan selalu memperhatikannya, jika dia terlambat makan siang karena memburu waktu dan pekerjaan.             Apalagi meja kerja Jihan tepat berseberangan dengan meja kerja Syefa. Posisi mereka membuat kedekatan mereka semakin akrab, bahkan saling membantu satu sama lain.             Jihan, mendengar pernyataan Syefa barusan, membuatnya kembali membuka suara. “Dan jantungku tidak akan normal sebelum rapat selesai, Syefa.” Sahutnya melirik Syefa sembari menyeringai tipis.             Syefa ikut meliriknya, menggeleng pelan kepalanya. “Hahh … Ya sudahlah. Itu tidak menjamin apapun …” Sahut Syefa lagi sembari membuka beberapa dokumennya. “Jika berkas tidak diinginkan, maka kita harus lembur saat itu juga.” Ucapnya lagi lalu fokus menatap layar komputernya.             Jihan tertawa pelan mendengarnya. “Aku pikir, itu takdir kita.” Balasnya lagi dan disahut oleh wanita yang hendak duduk di kursi tepat di sisi kanan Syefa. “Dinding juga punya telinga. CCTV ada dimana-mana.” Sahut wanita itu sembari mengatur meja kerjanya.             Syefa dan Jihan melihat wanita itu. “Pagi, Keysha …” “Pagi, Key. Kau sudah sarapan ?”             Syefa melirik Jihan dengan kedua sudut bibir masih mengembang. Sedangkan wanita yang bernama Kesyha itu, dia melirik ke arah wanita yang sudah dia anggap sebagai sahabatnya sendiri. “Aku pikir, kau pantas dinobatkan sebagai wanita alarm, Jihan.” Ucap Keysha berbicara dengan nada sengit.             Jihan tidak sakit hati, dia justru tertawa. Begitu juga dengan Syefa. Sebab mereka bertiga memang berteman baik sejak berada di satu ruangan yang sama. “Dan aku akan selalu menerima alarm sarapan pagi darinya, begitu ?” Sahut Syefa ikut menggoda Jihan.             Jihan menghela panjang nafasnya. Sembari membuka dokumen miliknya, dia masih terus menyahut ucapan Keysha. “Kalau begitu, aku akan menjadi kekasih kedua kalian. Atau sebut saja aku ini alarm penyelingkuh.” Balas Jihan dengan nada cuek dan direspon tawa oleh Syefa dan Jihan.             Keysha, wanita berusia 29 tahun. Dia juga teman dekat Syefa dan Jihan. Hanya saja Keysha merupakan karyawan lama. Dia sudah bekerja selama 5 tahun di perusahaan ini. Namun profesinya di bagian desain, berada di tahun yang sama seperti Syefa dan Jihan.             Syefa merasa, dia perlu menyudahi pembicaraan pagi mereka. Sebab dia melihat jam sudah menunjukkan pukul 8.15 pagi. “Okay, teman-teman. Kita akan melanjutkan pembicaraan kita setelah rapat selesai …” “Dan aku tidak akan makan sebelum berkas dinyatakan okay …” Sahut Jihan. “Lalu aku akan lembur sampai malam. Atau mungkin aku akan tidur di kantor ini …” Keysha ikut menyahut dengan nada mengejek.             Mereka tertawa geli dengan sahutan masing-masing, hingga suara itu membuat mereka terdiam membeku. “Apa saya boleh ikut tertawa ?” tanya pria itu melirik mereka bergantian.             Pandangan cepat mereka langsung melihat ke sumber suara. Deg! Glek! * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN