AKAL BULUS RANGGA

1011 Kata
'Kok, aku jadi aneh gini? Ingat, Rangga! Dia ini istri kawan kamu!' Hatinya menentang keras perasaan aneh yang menyelinap. Berselang tak lama. Wanita cantik telah membawa nampan, berisi secangkir kopi s**u. Saat menghidangkan dengan sedikit menunduk, daster longgar yang dipakai, sedikit memperlihatkan bagian atas d**a yang putih mulus. Kulit yang putih bersemu merah, semakin membuat Rangga kacau. Entah kenapa? Perasaan Rangga semakin tidak karuan. Spontan tangannya menggaruk kepala yang tak gatal. Sambil memalingkan muka. Walau sebenarnya enggan, maksud hati ingin terus memelototi, wanita yang masih berdiri di hadapannya ini. ‘Kenapa bisa pikiran aku jadi kotor kayak gini? Uhhhhh …!’ Tampak Rangga kesal dengan dirinya sendiri. Dia berusaha untuk berpikir jernih kalau wanita yang ada di hadapannya ini milik teman baik, sekaligus karyawannya. “Mas Rangga silakan diminum!" Sekilas wanita itu memeprhatikan wajah Rangga. "Apa … enggak suka kopi ya?” Wanita itu menatap tajam, seakan menelisik apakah ada yang salah dengan dirinya. Seketika Rangga tersadar. Lalu tersenyum lebar untuk menutupi perasaan yang baru saja bergejolak. “Bo-boleh saya ke kamar mandi bentar?” “Ohhh … bo-boleh, Mas. Tunggu sebentar ya.” Buru-buru wanita itu berjalan cepat ke kamar mandi. Sepertinya dia mengeluarkan beberapa pakaian kotor yang masih menggantung dibalik pintu. Setelah mengambil napas lega. Barulah sang wanita kembali menemui Rangga. “Silakan Mas Rangga, ikuti saya!” Rangga mengikuti langkah istri Hendra. Dia melihat sebuah kamar mandi kecil yang cukup bersih dan rapi. Sesaat pandangan matanua berkeliling ke seisi rumah. Tak bisa dibandingkan dengan rumah mewah miliknya.   Sang wanita masih menunggu di ujung ruang tengah. Lalu bergerak menuju ruang makan, berpikir apa kiranya yang bisa dia sajikan untuk teman suaminya. Pada akhirnya dia tertuju pada sebuah biscuit kaleng, yang isinya rempeyek kacang. Wanita berpikir, mungkin olahannya cukup lezat untuk disajikan. Sekian detik berlalu. Terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Seketika wanita menoleh dan tersenyum ke arah Rangga, yang terus memperhatikannya. Entah mengapa Rangga tak langsung menuju ruang tamu. Seolah menunggu sang wanita untuk jalan bersamanya. “Yuk, Mas ke depan! Ini ada cemilan buatan sendiri. Mungkin Mas Rangga suka.” Rangga hanya mengangguk pelan. Saat akan duduk di kursi tamu, tanpa sengaja kaki Rangga tersandung kaki meja. Membuat tubuhnya oleng dan menabrak wanita tersebut. Praaang! Bughhh! Membuat kaleng yang dibawanya terjatuh. Gerakan Rangga cukup cepat menarik wanita cantik itu, ke dalam dadanya yang bidang. Agar tak ikut terjatuh, bersama dengan kaleng yang dibawa. Detak jantung mereka saling beradu, saat sentuhan tangan Rangga yang kekar dan kuat memegang erat lengan snag wanita. Keduanya terdiam dalam waktu sekian detik, dengan tatap mata yang berserobok tajam. Bahkan sempat tercium aroma wangi khas tubuh masing-masing. Saat tersadar. Wanita cantik itu melepaskan dekapan Rangga. Wajahnya memerah tersipu. Namun, bagi Rangga memberi artian tersendiri. Di mana wanita ini, semakin terlihat cantik di matanya. “Ma-maaf, saya tadi enggak mau kamu jatuh. Jadinya—“ Belum sampai Rangga berkata-kata. “Enggak apa-apa kok, Mas. Enggak ... apa-apa." Wanita sedikit menjauh dengan mengusap kedua lengannnya. Mungkiin cara itu mengurangi perasaan gugup. “Ehhh … nama kamu? Ehhh … maaf, maksud saya, nama Mbak siapa?” “Laras, Mas. Larasati.” Masih terdengar suara wanita itu bergetar. Sepertinya dia sedang berusaha keras menenangkan diri. Mendengar nama itu, semakin membuat degup jantung Rangga berdebar kencang. “Sekali lagi, maafkan saya Larasati. Ehhh, Mbak.” “I-iya, Mas Rangga. Enggak apa-apa kok. Cukup Mas Rangga panggil Laras saja." Sejenak Rangga mengontrol napasnya yang semakin memburu. Dia masih merasakan anggota tubuh Larasti yang empuk, saat berada dalam dekapannya. Bahkan Rangga masih bisa merasakan kehangatan yang membuat pikirannya melayang jauh. ‘Woooiii … kamu jangan gila Bro! Itu istri aku, teman kamu sendiri . Kamu bisa dapatkan sejuta wanita cantik yang jauh lebih bahenol dari Larasati!’ tegur batin Rangga, membayangkan saat Hendra menegurnya.   Tiba-tiba …. “Mas Rangga ... baik-baik aja?” Pertanyaan Larasati membuyarkan sensasi sentuhan yang masih melekat di dadanya. Bahkan aroma wangi rambut Laras masih terasa menempel di hidung Rangga. “Ohhh, iya. saya baik-baik aja kok. Selain mengantar titipan Hendra, saya juga mau bilang kalau Hendra, masih tugas seminggu lagi di Bali.” Seketika Larasati tertunduk sedih. "Diperpanjang lagi?" bisik Laras. “Iya, ada apa?” “Bapaknya Mas Hendra lagi sakit, Mas Rangga. Rencana kalau Mas Hendra besok pulang, kami bisa pulang bareng.” Entah pikiran gila apa yang ada dalam otak Rangga. Dia merasa hal ini bisa menjadi sebuah kesempatan mengenal lebih dekat Larasati. “Biar saya antar! Hendra juga meminta tolong dalam hal ini, selain mengantarkan uang.” “Enggak usah, Mas. Saya bisa naik taxy online kok.” “Bahaya buat wanita secantik kamu.” Rona memerah pada kedua pipi chubby Larasti menunjukkan dia kembali tersipu. Bahkan mungkin juga hatinya ikut berdebar-debar. “Sekalian saya memang ingin ke Magelang juga sih. Jadi Mbak Laras bisa sekalian kalau mau.” Larasati tampak berpikir keras. Sesekali dia melihat pada Rangga yang terus memperhatikan dirinya.  “Ehhh … saya bingung Mas Rangga. Saya harus telpon, Mas Hendra dulu gimana?” “Silakan, Mbak. Biar saya tunggu di sini.” “Bentar ya, Mas Rangga.” Wanita cantik itu, masuk ke ruang tengah. Entah mengapa, Rangga begitu tertantang ingin menaklukan Larasati. Dalam benak hatinya, dia merasa lebih unggul dalam segala hal dari pada Hendra. Kenapa wanita secantik dia, sampai mau dengan temannya itu? “Benar-benar tak habis pikir. Sherlyn yang menurut ukuran aku udah cantik. Masih kalah cantik sama Laras, apalagi kalau dia didandanin. Uhhh … enggak bakalan kalah deh." Rangga berbisik. "Kira-kira dia mau enggak ya, sama aku? Ahhh ... Hendra, pasti Laras menolak. Dia 'kan dah bersuami, kecuali aku goda dan rayu terus sampai dapat.” Kembali pikiran kotor Rangga memenuhi rongga kepalanya yang m***m. Tak pernah selama ini dia menjalin hubungan dengan istri orang. Malah tidak ada niat sama sekali. Namun pikirannya langsung berubah, saat melihat Larasati. Bahkan dia sudah berfantasi untuk menikmati kemolekan tubuhnya, yang indah dan seksi. Terdengar sampai ruang tamu, suara Larasati yang sedang menelepon suaminya. “Mas Rangga katanya mau antar. Menurut dia bahaya kalau aku naik taxy online, Mas Hendra. Gimana menurut kamu, Mas?” Hendra terdiam sekian detik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN