Prolog

1552 Kata
"Kak Fala, aku mau tanya. Kalau nih, KA-LAU yaa … kita suka dan sulit ngelupain cowok orang lain boleh gak sih?" tanya Mili lantas menrik sudut bibirnya lebar. Mili Frisela, adalah seorang gadis berusia dua puluh lima tahun yang dikenal periang dan selalu bicara blak-blakan apa adanya. Termasuk pada Fala, salah satu senior yang sama-sama bekerja di Little Artspace, sebuah perusahaan kecil penyedia ilustrasi yang didirikan Evan, kakak kandung Fala. Fala sendiri bekerja di bagian marketing, sedangkan Mili sebagai salah satu illustrator pemula di tempat kerjanya tersebut. Keduanya sudah dekat sejak hampir tujuh tahun silam, ketika Mili dan Fala sama-sama berstatus masih mahasiswa di salah satu universitas ternama di kota Surabaya. Mili yang berasal dari Bogor bak menemukan kakak perempuan saat kenal dan dekat dengan Fala Adisti yang memang sejak kecil sudah tinggal di kota pahlawan itu. Meskipun mengambil program studi yang berbeda, keduanya selalu dekat dan hampir setiap hari terlihat menghabiskan waktu bersama. Apalagi keduanya juga sama-sama aktif di organisasi kemahasiswaan di kampus pada masanya. "Boleh aja sih, Mil. Meski kesannya nggak tau malu banget ya. Ehh tapi, emang kamu gak takut gitu sama ceweknya?" Fala balik bertanya dengan nada santai tanpa menoleh pada Mili yang duduk tak jauh dari tempatnya. "Nggak sih kak, B aja aku kalau sama ceweknya, eerrggh … sekarang malah udah jadi tunangannya sih." Mili terkekeh kecil hingga menyipitkan kedua bola mata indahnya. “Tapi gimana lagi ya, masalah hati kan emang misteri, Kak.” Fala yang tengah merapikan meja kerjanya juga ikut tertawa samar saat melihat ekspresi Mili yang terlalu santai. Padahal gadis itu baru saja mengaku bahwa ia tengah menyukai tunangan seseorang. “Heleeh, drama! Kenapa nggak cari cowok lain yang single aja deh si Mili Trilili, kayak kurang kerjaan banget sampe harus ngebet sama cowok orang. Jangan jatuhin harga diri lah cah ayu.” Fala mencubit gemas pipi Mili yang saat itu bergerak-gerak karena sedang mengunyah sosis bakar. “Kalau udah cinta gimana lagi sih kak Fal, buta kan? yang single-single udah otomatis kalah telak sama yang paling nyaman di hati dan pikiran.” pandangan Mili mendadak redup sembari menatap lantai di bawah kakinya. Fala melirik sekilas ke arah Mili yang menunduk diam. Entah kenapa Fala merasa ada yang aneh dengan sahabat dekatnya hari ini. Bukan hanya omongannya yang mendadak tak masuk akal, karena menginginkan calon suami orang lain. Tapi juga karena raut wajah Mili yang biasanya ceria kini tampak berbeda karena selalu memasang senyuman palsu demi menutupi perasaannya. “Heleeeh, tumben sih sok bijak gitu ngomongnya. Udah kayak yang expert aja kamu dalam hal asmara. Padahal maah nol pengalaman ya shay.” suara Fala yang diselingi tawa membuat Mili melengkungkan senyum penuh keterpaksaan. Sambil menunggu Fala berkemas pulang, Mili sengaja duduk di kursi kerja Fala. Sudah menjadi kebiasaan Mili dan Fala akan selalu pulang bersama jika Dimitri (tunangan Fala) sedang berdinas di luar kota dan tak bisa menjemput Fala. Apalagi hari ini keduanya juga sama-sama mengambil lembur, yang membuat mereka pulang terlambat dari biasanya. “Makasih loh ya.” cebik Mili tak merasa tersindir sama sekali, hanya saja ada sedikit nyeri dalam hatinya. “Buruan napa sih kak, lelet banget dari tadi beberesnya.” sambung Mili mengalihkan pembicaraan. “Ini udah selesai kok, udah sana tungguin di parkiran aja nggak apa-apa.” Fala meletakkan map besar berwarna merah yang terakhir ia beri penanda berupa catatan kecil di bagian tepiannya. Mili bangkit dari tempatnya duduk dengan malas-malasan. Tapi ia menurut saja pada Fala yang memintanya menunggu di tempat parkir, toh ini memang giliran Mili yang menyetir mobil. Karena tadi pagi saat mereka berangkat bersama, sudah bagian Fala yang mengemudi. Begitu sampai di slot tempat ia memarkirkan mobilnya, Mili kembali menyalakan ponsel yang sedari tadi sengaja ia matikan demi menghindari pesan dari seseorang yang sudah satu minggu ini rajin menghubunginya. Dimitri Handana. Satu-satunya pria yang menghuni hatinya selama bertahun-tahun. Pria yang tak lain adalah tunangan dari Fala, sahabat terbaiknya selama ini. Untuk beberapa saat Mili kembali membaca pesan-pesan yang pria itu kirimkan padanya sejak sabtu malam lalu. Pesan yang membuat gadis itu selalu mengerutkan kening karena tak habis pikir bagaimana Dimitri bisa mengetahui hal yang selama tahunan Mili sembunyikan seorang diri. Tak bisa dielakkan lagi, Mili dan Dimitri memang sedang menyalakan kobaran api yang siap membakar keduanya kapan saja. Kedua orang itu sedang menjalin hubungan tanpa nama yang dilandasi rasa saling cinta di belakang Fala. Sudah sejak lama Mili memang memendam cinta sendiri pada Dimitri. Perasaan yang simpan sendirian tanpa diketahui siapaun, sampai akhirnya diketahui sendiri oleh Dimitri. Pria yang dulunya menganggap Mili hanya seorang gadis belia tak tau apa-apa tentang cinta, kini dengan telak bisa merebut hatinya juga. “Duoooorr!!!” Mili spontan melemparkan ponsel yang sebelumnya ia genggam karena merasa terkejut dengan suara Fala yang sengaja mengagetkan lamunnya. Mengambil napas pendek-pendek, Mili memejamkan mata demi menenangkan lagi deru jantungnya yang sempat berlarian kencang. Mili mengerjap beberapa kali namun segera memasang wajah tenang lagi setelah memastikan ponsel yang tadi ia lempar tak mengalami kerusakan serius. “Astaga kak Fala, ngagetin aja siiih!!” pekik Mili memasang wajah kesal. “Gitu aja kaget deh Mil.” Fala menepuk pelan lengan atas Mili. “Kenapa kamu jadi suka ngelamun gitu sih sejak pulang dari cuti kemaren sih? sini cerita dong jangan disimpen sendirian terus biar gak bisulan.” imbuh Fala ketika perempuan manis itu sudah duduk di kursi penumpang sebelah Mili. Tak lupa ia segera memasang sabuk pengaman begitu tahu Mili mulai menyalakan mesin mobil. “Kak Fala langsung aku anter pulang ya? aku mau cepet-cepet balik ke kontrakan soalnya.” “Lho emangnya kamu nggak jadi nginep di rumahku?” Mereka berdua ini seolah punya perjanjian tak tertulis bahwa mereka akan bergantian menginap di rumah satu sama lain, kadang Fala menginap di kontrakan Mili di sekitaran Kapas Krampung. Sering pula Mili yang menginap di rumah minimalis Fala di daerah Darmo. “Nggak jadi kak, a- a- ada yang perlu aku kerjain di kontrakan.” dusta Mili seolah kehabisan mencari alasan untuk menghindar. “Yaah, aku sendirian dong. Mama Papa baru balik besok pagi soalnya, Mas Evan juga lagi ke Pasuruan sama istrinya, Ivan lagi camping ke Bromo.” dengkus Fala kecewa. “Kan bentaran doang sendirinya,” jawab Mili hanya sekilas menoleh pada Fala yang sedari tadi mengamati gerak geriknya. Fala tahu kalau Mili sedang memikirkan sesuatu yang tak ingin dibaginya dengan siapapun, termasuk dirinya. Kedekatan mereka yang lama membuat Fala peka dengan perubahan raut wajah sahabat dekatnya ini. Namun ia juga masih punya batas untuk tak memaksa jika Mili memang sedang tak ingin menceritakan sesuatu yang menjadi ganjalan hatinya. “Mil,” panggil Fala dengan nada serius. “Cerita deh ada apaan?” imbuhnya lagi “Ce- ce- cerita apa kak?” Mili tersenyum sumbang dan mulai salah tingkah karena Fala seolah tau ia sedang menyimpan sebuah rahasia besar yang tak mungkin Mili bagi dengan siapapun. “Cowok mana sih yang sukses bikin kamu gak fokus kayak gini? Dari tadi kamu kayak orang linglung loh, Mil.” tanya Fala. Mili mengerutkan keningnya. “Cowok siapa?” “Yang bikin kamu aneh beberapa hari ini. Kadang happy banget, kadang galau, kadang sedih, kadang kayak mayat hidup seperti ini. Jujur ke aku!” sambung Fala lagi lebih tegas. Menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan, akhirnya Mili bersedia menjawab juga. “Cinta pertama aku sejak belasan tahun silam sih, dan satu-satunya juga sampai sekarang.” serunya lelah. Begitulah memang ya, cinta pertama; ia bagaikan stigma yang sudah pasti akan sulit untuk digantikan oleh pilihan cinta selanjutnya. “Siapa sih, Mil? kamu pelit banget deh kalau udah soal cowok gini.” cebik Fala memasang wajah kecewa. Mili hanya tersenyum kecil menutupi kegundahan hatinya. Andai saja ia punya sedikit keberanian untuk menjawab pertanyaan sakral tersebut, sudah pasti Mili akan berterus terang kalau yang membuatnya nelangsa dalam kesepian dalam beberapa tahun ke belakang ini adalah calon suami dari Fala sendiri. Ya, sudah sejak lama Mili menjatuhkan hati sejatuh-jatuhnya pada Dimitri Handana, pria tampan yang sudah sejak satu tahun belakangan ini menjadi tunangan dari Fala, perempuan cantik yang kini tengah menatapnya penuh tanya. “Aku kenal nggak?” kejar Fala tak bisa menutupi rasa penasarannya. Mili yang ia kenal memang gadis periang yang sangat lantang berbicara ini itu. Tapi tidak untuk urusan asmara. Mili sangat ahli menutupi perasaannya hingga tak seorangpun tahu pada siapa ia melabuhkan hatinya. “Hmm … kasih tau nggak ya?” Mili mencoba bersikap wajar, namun tetap saja terlihat aneh di mata Fala. "Emang cowok siapa sih yang lagi kamu suka dan lagi kamu kangenin gini?" pekik Fala sudah sampai pada batas kesabarannya. "Cowok kamu kak, calon suami kamu." respon Mili kehilangan senyum di wajahnya. “Ngawur!!” sahut Fala mendelik tak percaya. “Tapi itu kenyataannya, Kak.” hilang sudah senyum yang tadi sedikit menghiasi wajah cantik Mili. Fala mendadak tercekat ketika menatap sepasang netra Mili dan sama sekali tak menemukan kebohongan di sana. Inginnya perempuan itu tak percaya, sampai sedetik kemudian Mili kembali berkata lirih tanpa menatapnya. “Sudah lama aku menaruh hati pada mas Dim. Dimitri Handana. Tunangan kamu, Kak.” "Ngawur kamu, Mil!" “Please Kak, untuk kali ini aja percaya sama aku. Aku juga bingung sendiri karena nggak bisa ngelupain Mas Dim gitu aj—” PLAKKKK!! Belum sempat Mili menyelesaikan kalimatnya, jemari lentik Fala yang berhiaskan kutek berwarna merah cerah sudah mendarat sempurna di pipi kanan gadis itu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN