bc

CALL YOUR NAME

book_age18+
626
IKUTI
2.5K
BACA
love-triangle
goodgirl
tomboy
dare to love and hate
drama
sweet
highschool
enimies to lovers
friendship
like
intro-logo
Uraian

Virgo dan Fitri adalah musuh bebuyutan. Virgo yang dingin dan Fitri yang cuek selalu saja berdebat tentang berbagai macam hal. Tanpa keduanya sadari, hal itu membuat mereka justru semakin dekat dan semakin mengetahui sisi-sisi tersembunyi dari diri masing-masing. Lalu, cinta itu mendadak hadir di hati mereka tanpa mereka sadari. Lantas, bisakah sepasang musuh itu bisa mengatasi perasaan baru yang tumbuh di hati mereka?

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1
“Mom, kita mau kemana?”             Pertanyaan bernada datar itu membuat Cesya tersenyum dan menoleh ke kursi penumpang belakang, tempat dimana anak semata wayangnya sibuk bermain dengan mobil-mobilannya. Virgo Oritama Pradipta, anaknya yang masih berusia lima tahun itu menatap ke arahnya dengan tatapan tanpa minat. Memang, Cesya harus membujuk Virgo setengah mati agar anaknya itu mau ikut ke rumah keluarga Aprilio. Virgo tipikal anak yang susah diajak untuk bersosialisasi dengan orang lain. Anak laki-laki itu juga tidak banyak berbicara jika berada di TK tempatnya menimba ilmu. Namun, satu hal yang membuat Cesya dan Nelson—suaminya—kerap kali tertawa adalah ketika Virgo selalu mengeluh tentang anak-anak perempuan yang selalu mendekatinya dan mengajaknya untuk mengobrol.             “Kita mau ke rumah Oom Rizky sama Tante Krystal, Sayang,” jawab Nelson sambil melirik Virgo dari spion tengah. “Nanti, kamu akan punya teman baru disana. Namanya Leo. Dia seusia kamu. Juga ada Ravina dan Fitri. Ah, ada Liz juga, adiknya Leo.”             “Aku nggak mau kenalan sama orang asing, Dad.” Virgo memusatkan perhatiannya kepada mainannya. “Aku lebih suka main sendiri.”             “Virgo Sayang... mereka bukan orang asing, Nak... mereka itu yang akan jadi teman-teman kamu.” Cesya mencoba menjelaskan. “Kan, kamu jadi bisa punya banyak teman lagi.”             “Virgo lebih suka main sendiri.”             Yang dilakukan oleh Nelson dan Cesya hanyalah saling tatap dan mengulum senyum. Entah gen dari siapa yang didapatkan oleh Virgo ini. Yang jelas, baik Cesya maupun Nelson sama sekali tidak pernah bersikap seperti anak mereka ini, sewaktu mereka masih anak-anak.             Mobil Alphard Nelson berhenti tepat di pekarangan rumah Rizky. Disana, sudah ada mobil Sedan milik Edward dan Inggit, juga mobil Grand Livina milik Elang dan Septi. Begitu turun dari mobil, Nelson dan Cesya mendengar suara tawa dari arah taman belakang rumah bertingkat dua tersebut. Langsung saja, Nelson dan Cesya beserta Virgo pergi ke taman belakang melalu samping rumah Rizky.             “Here, they are!” seru Rizky keras, membuat semua mata tertuju kepada keluarga kecil Nelson. Laki-laki itu tertawa ketika Rizky mendekat ke arahnya dan memeluknya dengan erat, diserta pukulan pelan pada punggungnya. “Long time no see, man! Apa kabar, lo? Hai, Sya!” Rizky memeluk tubuh Cesya sekilas dan mencium pipi wanita itu.             “Gue baik,” jawab Nelson seraya terkekeh dan menerima pelukan hangat dari Krystal. “Kita semua baik-baik aja. Lo sendiri?”             Suasana hangat itu terus berlanjut. Mereka semua bernostalgia, membicarakan kenangan-kenangan tentang masa lalu. Masa-masa yang penuh dengan masalah dan berakhir dengan penyelesaian. Anak-anak mereka dibiarkan bermain di taman.             “Hai! Nama aku Lavina. Kamu siapa?”             “Aku Virgo.” Virgo hanya melirik tanpa minat ke arah gadis kecil berkepang di depannya itu. Gadis kecil yang memiliki pipi tembam putih dan kedua mata yang menyorot riang.             “Aku Leo. Leonardo Arganza Aprilio.” Kali ini, giliran Leo yang memperkenalkan diri. “Aku masih TK. Umur aku lima tahun. Oh iya, yang tadi itu namanya Ravina, bukan Lavina. Dia cadel.” Leo tertawa geli dan mengaduh ketika Ravina mencubit pipinya dengan keras. “Ravina! Aku lagi gendong Liz. Kalau kamu cubit aku, nanti Liz jatuh.”             “Itu adik kamu?” tanya Virgo tanpa memperdulikan pertengkaran diantara Leo dan Ravina. Dia menatap ke arah anak perempuan lucu yang sedang digendong dengan susah payah oleh Leo karena anak perempuan itu tidak bisa diam. Entah apa yang anak perempuan itu ucapkan. Virgo tidak ingin ambil pusing. Tapi, tingkahnya yang lucu dan menggemaskan sanggup membuat Virgo mengembangkan senyumannya.             “Ya.” Angguk Leo bersemangat. “Namanya Candice Lizaria Aprilio. Panggilannya Liz.” Cara Leo mengucapkan nama adiknya benar-benar lucu, membuat Virgo menyemburkan tawanya. Kontan saja, hal itu membuat Nelson dan Cesya sedikit terkejut, lantas tersenyum lebar.             “Kenapa?” tanya Septi sedikit heran.             “For your information, anak gue sama Cesya susah banget buat diajak sosialisasi. Jangankan senyum atau ketawa kayak barusan, ngomong aja susah banget.”             “Anaknya Rizky emang jago ngelawak, sih. Aduh!” Septi mengusap lengannya yang dipukul pelan oleh Rizky. “Sakit, jelek!”             “Lebay,” cibir Rizky.             “Anak lo mana?” tanya Nelson pada Inggit, yang langsung dijawab dengan gerakan dagu oleh wanita itu.             “Tuh. Lagi duduk manis di kursi panjang disana sambil minum teh.” Inggit tersenyum menatap anak gadisnya yang tidak terlihat antusias dengan kehebohan sepupu-sepupunya. Yang dilakukan oleh Fitri disana hanyalah menatap malas ke arah Virgo dan sesekali meminum tehnya.             “Buset!” Nelson berdecak kagum dan menggelengkan kepalanya. “Anak sama emak sama-sama sok elegan! Eh, itu kenapa anak lo natap anak gue kayak yang males gitu, ya?”             “Dia males sama anak lo, sama kayak gue yang dulu males kalau ketemu sama lo.” Inggit hanya tertawa dan bersandar di bahu Edward, ketika Nelson menatapnya jengkel.             “Eh, Ipiiit! Sini, dong. Kenalan sama Virgo.” Leo memanggil Fitri dengan seruan kencang. Rizky dan Krystal langsung tertawa ketika mendengar Leo memanggil nama Fitri itu. Memang, Leo sengaja memberikan nama kecil bagi Fitri karena katanya, nama Ipit itu lucu dan hampir mirip dengan nama Fitri.             “Males. Anaknya nggak asik,” jawab Fitri sambil menaikkan satu alisnya ketika Virgo menatapnya dengan tatapan kesal. Senyum miring dan sinis tercetak di bibir gadis kecil berambut panjang itu. Kedua mata Fitri yang melancip ke samping sehingga terlihat seperti mata kucing itu menatap Virgo dengan tatapan mengejek.             “Siapa namanya?” tanya Virgo tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis kecil tersebut, yang sekarang sedang asyik meminum tehnya.             “Ipit.”             “Nama aslinya? Apa emang namanya beneran Ipit doang?”             “Oh. Namanya Fitri Prameswari. Iya, kan, Rav? Aku lupa.”             Ravina hanya mengangguk karena gadis kecil itu sibuk mengunyah roti cokelat yang diberikan oleh Elang padanya. Virgo juga ikut mengangguk dan tersenyum tipis ke arah Fitri. “Salam kenal, Fitri.”             “Cih,” cibir Fitri bete, lalu langsung berjalan menuju Edward. “Sok kenal.” ### Tiga belas tahun kemudian...   Mobil Pajero Sport berwarna putih itu berhenti tepat di pelataran perkir SMA Alven dengan bunyi berdecit, membuat perhatian para siswa-siswi yang sedang berjalan menuju kelas mereka langsung tertuju ke arah kendaraan tersebut. beberapa diantara siswa-siswi tersebut mulai berkasak-kusuk, meributkan si pengendara mobil yang kini membuka pintu dan turun dari dalam kendaraan itu. Suara sentrakan napas dari beberapa siswi terdengar jelas, saat dua orang laki-laki berwajah tampan yang baru saja keluar dari dalam mobil sedang merapikan seragam putih abu-abu yang mereka kenakan.             “Liat! Leo sama Virgo benar-benar ganteng! Ya Allah, coba gue bisa jadi pacar salah satu dari mereka,” ucap seorang gadis berambut cokelat sambil mengguncang lengan temannya.             “Gue lebih suka sama Leo ketimbang sama Virgo! Leo itu kece, ramah, baik sama siapa aja. Sedangkan Virgo? Tampang boleh oke, sama gantengnya kayak Leo, tapi tuh cowok terlalu dingin dan serius! Cowok, secakep apapun mereka, kalau sengak dan terlalu sok juga nggak akan dilirik sama cewek.” Ini komentar yang dilayangkan oleh siswi yang berbeda lagi, yang berdiri lumayan jauh dari siswi berambut cokelat tadi.             Suara kasak-kusuk yang terjadi disekitar mereka hanya ditanggapi dengan senyuman oleh Leo, sedangkan Virgo, seperti biasa,  menanggapi itu semua bagaikan angin lalu. Sama sekali tidak berguna dan tidak bermanfaat.             Virgo dan Leo memiliki postur tubuh yang tegap dan atletis. Keduanya sama tinggi, mencapai seratus tujuh puluh lima sentimeter. Rambut Virgo sedikit memanjang hingga mencapat tengkuk dan memakai kacamata bertingkai tipis yang sangat cocok dan terlihat keren baginya. Kedua matanya berwarna abu-abu, warisan dari sang Kakek dengan hidung yang mancung. Sementara Leo, laki-laki itu memiliki rambut yang rapi, seperti potongan para tentara. Hidungnya mancung dengan dua bola mata berwarna cokelat terang yang akan berpendar keemasan apabila tertempa sinar matahari.             “Go,” panggil Leo pelan seraya merangkul pundah sohibnya itu dan menaiki tangga untuk menuju kelas mereka di lantai tiga. “Nggak mau nyapa para fans kita?”             “Fans apa?” tanya Virgo datar. Dia hanya melirik Leo sekilas yang kini berdecak pelan.             “Lo terlalu dingin sama cewek-cewek itu, Go....”             “Terus? Ada masalah?”             “Aneh.”             “Biasa aja.”             Baru saja Leo akan membalas ucapan Virgo, laki-laki itu tidak sengaja menangkap sosok adiknya yang sedang digoda oleh seorang laki-laki berpenampilan berantakan. Mungkin, itu teman sekelasnya.             “Woy! Ngegodain Liz, gue lempar lo sampai negara tetangga!” ancam Leo berang sambil mengacungkan tinjunya. Laki-laki yang menggoda Liz itu kontan nyengir kuda dan ngacir sejauh-jauhnya. Sementara itu, Liz tertawa keras dan mengedipkan sebelah matanya pada Leo.             “Makasih Kakakku Sayang,” kata gadis itu riang. “Halo Kak Virgo si pangeran berhati dingin!”             “Hai, Liz... gue anggap itu sebagai pujian,” balas Virgo tanpa tersenyum. Oh, sebenarnya dia tersenyum. Hanya saja, senyuman itu begitu tipis, sampai-sampai Liz dan Leo tidak yakin bahwa itu adalah sebuah senyuman. “Kalau lo digangguin sama cowok-cowok playboy macam itu lagi, lapor  ke Leo atau gue!”             Setelah mendapatkan jawaban dari Liz, berupa anggukan kepala dan senyum lebarnya, Leo dan Virgo kembali berjalan menuju kelas mereka. Namun, begitu mereka membalikkan tubuh, seorang gadis berambut panjang tengah berdiri sambil bersedekap dan menaikkan satu alisnya ketika bertatapan dengan Virgo. Senyum sinis tercetak di bibirnya yang tipis.             “Hai, cowok penindas cewek,” ucap gadis itu dengan nada mengejek, membuat kening Virgo mengerut dan alis kanan laki-laki itu terangkat.             “Apa maksud lo, Fitri?”             Leo yang juga tidak mengerti arti ucapan Fitri, si gadis manis peraih rangking satu di kelas mereka itu hanya bisa mengerutkan kening, sama seperti yang dilakukan oleh Virgo. Tak banyak yang tahu kalau Fitri adalah saudara sepupunya. Virgo adalah orang pertama yang tahu akan hal itu—karena mereka pernah bertemu beberapa kali sewaktu kecil, sebelum kemudian Fitri dan keluarganya memutuskan pindah ke Bandung dan kembali ke Jakarta saat tahun ajaran baru di SMA—dan entah mengapa, hubungan keduanya benar-benar dingin. Leo merasa, Virgo dan Fitri langsung tidak saling menyukai sejak mereka semua masih menjadi siswa baru di SMA ini. Atau bahkan mungkin, sejak mereka masih anak-anak dulu.             Saat sedang menatap Fitri, Leo menangkap sosok Lilian yang melintas di belakang Fitri. Gadis berwajah oriental itu menatap Leo dan langsung membuang muka, membuat Leo melongo.             Buseeeet! Dasar cewek sinting, batin Leo. Sejak mengenal Lilian di bangku kelas dua, Leo merasa gadis itu memendam dendam kesumat padanya. Disaat semua gadis di sekolah ini berebut perhatiannya, Lilian justru mengambil langkah seribu untuk menjauhinya. Sikap gadis itu padanya sangat menjengkelkan. Tidak mau bertegur sapa, tidak mau berbicara, tidak mau melakukan apapun yang ada kaitannya dengan Leo. Ini adalah tahun keduanya sekelas dengan gadis itu.             “Gue liat lo semalam, habis nangisin cewek di pinggir jalan.” Suara Fitri kembali terdengar, mengembalikan Leo ke alam sadar. Lupa bahwa sedang terjadi perang dingin di depannya saat ini. “Pantes lo dijuluki si hati dingin.”             “Itu bukan urusan lo,” sela Virgo datar dengan senyum yang tak kalah sinis dari senyum Fitri. “Apa lo selalu kepo mengenai kehidupan gue, Fit? Karena lo suka sama gue, kan?”             “Go to the hell, Go!” seru Fitri berang, sebelum kemudian gadis itu melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Virgo memperhatikan gadis itu sampai sosoknya menghilang dari pandangan, lantas menoleh ke arah Leo.             “Apa?” tanya Leo heran.             “Rasanya mau gue perkosa tuh cewek biar jinak dikit! Enek banget gue liatnya.” Virgo kembali melangkah dan mengaduh keras ketika sebuah hantaman mendarat pada belakang kepalanya. Diliriknya Leo yang sudah menatapnya horror, membuat Virgo mengulum senyumnya.             “Gue bunuh lo kalau sampai nekat naruh bayi dengan paksa di perut sepupu gue!”             “Bercanda.” Virgo mengangkat bahu tak acuh. “Lagian, Fitri bukan tipe gue.” ### Suasana kelas XII IPA 2 masih terlihat ramai karena guru mata pelajaran pertama masih belum masuk kedalam kelas. Fitri membuka-buka buku Kimianya dengan malas dan menghela napas panjang. Dia bukannya ingin bermusuhan terus dengan Virgo, hanya saja, dia sangat tidak suka dengan orang yang sok keren macam Virgo itu. Entah si Virgo itu masih ingat atau tidak dengan pertemuan-pertemuan masa kecil mereka dulu. Tapi, yang ada didalam ingatan Fitri, Virgo adalah anak laki-laki yang sangat dingin, melebihi freezer didalam rumahnya! Dan Fitri sangat tidak suka dengan sikap serta sifat seperti itu.             “Musuh lo masuk.”             Suara Narsya, sahabatnya sejak kelas satu SMA, membuyarkan lamunan Fitri. Otomatis, gadis itu menoleh ke arah pintu kelas dan tatapannya langsung bertumbukkan dengan tatapan Virgo. Fitri menaikkan satu alisnya dan mendengus, lalu kembali menekuni buku Kimianya. Diacuhkannya Virgo yang berjalan santai di sampingnya dan menaruh ranselnya dengan agak keras di atas meja di belakang kursinya. Leo, saudara sepupunya dari pihak Bundanya itu juga melakukan hal yang sama. Fitri tidak habis pikir dengan Leo, Liz dan Ravina. Ketiga saudaranya itu sangat tahan berteman dan berkomunikasi dengan si Raja Es sejak zaman dulu.             “Mau ikut gue, nggak?” tanya Fitri bete. Dimasukkannya buku Kimia tebal tersebut kedalam ransel.             “Kemana?” tanya Narsya bingung. Dia menoleh ke belakang sejenak untuk memukul Leo yang iseng menjambak pelan rambutnya, dan tersenyum tipis ke arah Virgo yang menggelengkan kepalanya sambil ikut tersenyum kecil.             “Kantin. Laper. Bu Isti kelamaan datangnya, bete gue.”             Tanpa diduga, Fitri yang bangkit dari duduknya dengan tergesa itu hampir terjatuh karena kakinya keseleo. Gadis itu berseru keras dan memejamkan kedua matanya. Namun, ketika dia merasa tubuhnya tidak mendarat dengan keras di atas lantai seperti dugaannya sebelumnya, Fitri akhirnya memberanikan diri untuk membuka mata dan terbelalak.             Virgo menahan pinggangnya dengan sebelah tangan dan pundaknya dengan sebelah tangannya yang lain! Wajah keduanya saat ini terbilang dekat, hingga gadis itu bisa merasakan helaan napas Virgo pada wajahnya.             “Selain dijuluki berhati dingin, lo juga rupanya tukang modus, ya?” ejek Fitri setelah berhasil mengatasi kekagetannya. Gadis itu langsung menarik tubuhnya dan membersihkan seragam sekolahnya, seolah-olah ada jutaan kuman di tubuhnya akibat sentuhan Virgo barusan.             “Cuma kasian sama lo aja, kalau sampai lo jatuh.” Virgo mengangkat bahu tak acuh. “Eh, maksud gue, gue kasian sama diri gue sendiri kalau sampai nanti elo kenapa-napa. Kalau lo mati, gue nggak ada teman berantemnya lagi, dong?”             Satu detik... dua detik... tiga detik... suasana terasa mencekam. Leo sudah lebih dulu terbahak, sementara Narsya melongo maksimal. Sampai kemudian, Fitri menggeram kesal dan menunjuk wajah Virgo yang sedang bersedekap dengan jari telunjuknya yang bergetar.             “I’LL KILL YOU, VIRGO ORITAMA PRADIPTA! ARRRGGGHHH!!!” ### Suara mobil yang berhenti tepat di depan rumah membuat Ravina tersenyum riang. Gadis peraih juara tingkat nasional photografi tersebut langsung berlari ke luar rumah dan memeluk Leo yang baru turun dari pintu penumpang.             “Heh, cerewet... ngapain lo di rumah gue?” tanya Leo sambil memeluk pinggang Ravina dan mencium pipi kanan gadis itu sekilas. Virgo yang juga baru turun hanya melirik sejenak dan melanjutkan langkahnya kedalam rumah. Bagi Virgo, rumah Leo sudah seperti rumahnya sendiri.             “Gue bosen di rumah, Yo... Mama sama Papa nggak ada di rumah.” Ravina mengikuti Leo yang sudah duduk di sofa. Dia duduk diantara Leo dan Virgo. “Hai, Go!”             “Hai, Rav,” sapa Virgo. Seperti biasa, datar dan tanpa ekspresi. “Gimana photografi?”             “Biasa aja. Nggak ada yang berubah.” Ravina menyenderkan kepalanya di pundak Virgo. Gadis itu tahu bahwa Virgo orang yang sangat serius dan tidak suka apabila diperlakukan seperti ini oleh gadis-gadis yang mencoba merebut perhatiannya. Namun, Virgo memperbolehkan Ravina juga Liz menyenderkan kepala mereka di pundaknya, atau bahkan memeluknya ketika kedua gadis itu sedang menangis karena ada masalah. Virgo sudah menganggap Ravina dan Liz sebagai adiknya sendiri.             Kecuali... Fitri Prameswari.             Gadis sinis itu adalah pengecualian. Bagi Virgo, Fitri adalah lawan. Musuh. Musuh yang harus ditaklukkan.             “Ravina Marissa! Nggak usah kecentilan di rumah gue, deh.” Leo menjitak kepala Ravina pelan, hingga bibir gadis itu mengerucut. “Bikinin gue sirup sana! Buat Virgo juga bikinin.”             Sambil bersungut-sungut ria, Ravina bangkit dari duduknya dan mencium pipi Virgo sekilas, sebelum kemudian berlari kencang ke dapur rumah Leo. Virgo sendiri hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Ravina adalah gadis riang yang cerewet. Sama seperti Liz. Karenanya, Virgo membiarkan saja kalau dirinya dipeluk bahkan dicium pipinya oleh kedua gadis itu.             “Kak Leoooooo! Kak Leooooooo!!!”             “Buset, dah, Liz! Ini rumah, bukan hutan!” Leo berseru kesal sambil menarik tangan Liz yang melewatinya. Gadis itu terkekeh geli dan memeluk tubuh sang Kakak seraya melambaikan tangannya ke arah Virgo. “Halo, Kak Virgo!”             “Hai, sugar....” Virgo mengedipkan sebelah matanya dan melanjutkan kegiatannya memainkan ponsel. “Yo... lo diundang sama si Harry?”             “Ke pesta ulang tahunnya nanti malam?”             Virgo menangguk.             “Iya. Gue harus datang.”             “Kenapa? Gue baru mau ngajakin lo kabur kemana gitu, supaya nggak usah datang ke pestanya si cowok b******k yang hobinya mainin cewek itu.” Virgo memutar kedua bola matanya. “Ke kafe biasa aja, yuk?”             “Nggak bisa, Go....” Leo mengambil gelas berisi sirup yang baru saja diantar oleh Ravina. Gadis itu kemudian langsung mengajak Liz ke kamar untuk meminjam novel-novel yang baru dibeli sepupunya itu.             “Kenapa, sih? Makanan di kafe lebih enak dibandingin makanan di pesta si Harry. Gue berani jamin, deh.”             “Bukan itu masalahnya.” Leo menatap tajam Virgo tepat di manik mata. “Si Harry itu udah lama ngincer Fitri. Gue dapat info ini dari Riko. Gue cuma khawatir kalau Fitri datang, Harry bakalan... yah, apapun itulah, yang nantinya bakalan bikin Fitri jadi milik dia.”             “Gitu?” tanya Virgo tanpa minat. Laki-laki itu kemudian hanya terdiam dan meminum sirupnya dengan tenang. ### Pesta Harry berlangsung dengan mewah dan meriah. Pesta tersebut diadakan di sebuah hotel bintang lima, karena Ayah Harry adalah salah satu direktur di sebuah perusahaan terkenal di Jakarta. Semua undangan yang hadir nampak senang dan bergembira. Begitu juga dengan Harry. Laki-laki itu melayangkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan dan berhenti pada satu titik di sudut ruangan.             Gadis itu. Gadis yang ditaksirnya sejak kelas dua namun tidak pernah direspon.             “Dan malam ini, lo akan jadi milik gue, Fitri Prameswari....”             Tak sampai tiga menit, Harry sudah berdiri tepat di depan Fitri. Gadis itu terlihat cantik dengan pakaian yang dia kenakkan. Senyum tipis nan anggun tercetak di bibir tipis milik Fitri.             “Hai, Fit....”             “Hai, Har... selamat ulang tahun, ya.”             “Makasih.” Harry memberikan gelas yang sejak tadi dipegangnya kepada Fitri. “Ini, buat lo.”             Setelah berbincang cukup lama, Fitri mulai merasa pusing. Gadis itu memegang kepalanya dan menatap keseluruh ruangan. Semua terasa berputar-putar.             “Fit? Lo nggak apa-apa?” tanya Harry pelan. “Mau gue antar pulang?”             “Mmm... boleh, deh, kalau nggak ngerepotin. Nggak tau kenapa, kepala gue pusing banget rasanya.”             “Nggak ngerepotin, kok,” balas Harry seraya tersenyum dan mengambil alih gelas yang dipegang gadis itu. “Dengan senang hati, malah!”             Fitri tidak sempat mencari tahu nada suara Harry yang terkesan antusias dan menggebu-gebu itu. Dia merasa tubuhnya lemas dan mungkin akan jatuh kalau saja Harry tidak langsung menahannya. Bahkan untuk melangkah pun, dia bergantung sepenuhnya terhadap Harry.             Di ujung ruangan yang lain, Virgo meminum minumannya dengan gerakan tenang. Tatapan matanya tajam, menghujam ke satu titik di kejauhan. Ketika orang yang menjadi perhatiannya sejak tadi menghilang dari balik pintu, Virgo langsung menaruh gelasnya di atas meja dan mengikuti mereka. ###  

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Symphony

read
184.7K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
204.5K
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

Sepenggal Kisah Gama ( Indonesia )

read
5.1M
bc

Mrs. Fashionable vs Mr. Farmer

read
440.2K
bc

Everything

read
283.5K
bc

Bukan Istri Pilihan

read
1.5M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook