Kerusakan 5
.
Ketika Loqestilla pulang mengajar, ia berpapasan dengan Neuri di lorong rumah yang tampak gelap.
Entah mengapa, keduanya saling diam dan hanya memandang. Mungkin karena Loqestilla sedang terlarut dalam euforia menjadi guru baru, sedangkan Neuri tampaknya sedang banyak pikiran mengenai kesejahteraan tanah kuasanya. Sehingga ketika keduanya dipertemukan lagi usai seharian tidak melihat wajah masing-masing, rasa pusing semakin mengetuk kepala.
Ah, harus bertemu tuan rumah yang menjengkelkan.
Ah, harus bertemu tamu yang menyusahkan.
Namun, setelah hanya diam seperti pahatan patung yang dipajang di kolam ikan, Loqestilla dan Neuri sama-sama melemparkan senyum paling menawan.
“Selamat malam, Miss Loqestilla.”
“Selamat malam, My Lord.”
Awalnya, Loqestilla kira dia akan segera dibiarkan pergi dan akan menikmati empuknya kasur seraya menunggu jam makan malam. Sayangnya, Neuri tidak membiarkannya begitu saja.
“Miss Loqestilla, bisa ikut saya ke ruang kerja?”
Meskipun agak kesal, tetapi karena tidak punya pilihan lain dan memang penasaran dengan ajakan Neuri, Loqestilla pun mengangguk patuh. Ia mengikuti Neuri dan segera melupakan perasaan jengkel karena tidak bisa segera beristirahat dengan nyaman.
.
***
.
Ruang kerja Lord Neuri memiliki banyak sekali kandelir yang digantung di tembok. Semua lilinnya dinyalakan oleh pelayan, sehingga nuansa malam tidak begitu terasa di dalamnya. Beberapa lilin aroma terapi terpasang di beberapa sudut yang lain, tampak sengaja diletakkan di lokasi-lokasi yang sedikit tersembunyi untuk menghilangkan bebauan yang tidak disukai.
Di ruangan yang luas tersebut, Loqestilla diperintahkan untuk duduk di sebuah kursi kayu berbantal empuk. Seraya duduk menunggu di depan meja kerja sang Tuan Rumah, Loqestilla memperhatikan bagaimana Neuri menyiapkan segala hal yang diperlukan; mulai dari beberapa kertas kosong, bak tinta, dan juga bulu merpati. Tuan tanah Lunadhia tersebut bahkan bersusah payah mencari setempel keluarganya di laci-laci. Mungkin stempel tersebut sudah lama tidak digunakan, sehingga mencarinya pun cukup sulit dan melelahkan.
Setelah berjibaku dengan banyak hal, Neuri akhirnya bisa duduk tenang di kursinya yang besar dan agung. Sangat berbeda dengan jenis kursi yang digunakan Loqestilla. Bahkan dari ukirannya pun tampak lebih mendetail dan mahal.
“Selama Miss Loqestilla berada di sini, saya harus mencatat data pribadi Anda. Saya telah menampung dan mempekerjakan Anda, itu artinya gerak gerik Anda menjadi tanggung jawab saya. Oleh sebab itu, sebaiknya Anda pun mau membuka diri dan jujur pada saya. Jangan sampai saya terlibat masalah karena ketidakjujuran Anda,” ucap Neuri sambil mencelupkan ujung bulu merpati ke dalam tinta hitam.
Mata Loqestilla bergerak-gerak mengikuti ujung bulu merpati yang bergoyang, tampak tidak begitu peduli dengan apa pun yang Neuri jelaskan. Hal itu tampaknya cukup mengganggu Neuri, tetapi karena sudah tahu tabiat Loqestilla yang sering mengalihkan fokus, maka dia memakluminya.
“Jadi, mari kita mulai,” ucap Neuri lagi, menegaskan.
Loqestilla mengangguk, dan baru bersedia menatap Neuri dengan benar.
“Nama lengkap Anda?”
“Loqestilla Vent.”
Sebelum mencatat, Neuri sempat menyipitkan mata, melihat Loqestilla dengan padangan penuh tanya. “Oh, jadi Anda punya marga? Saya kira nama Anda hanya Loqestilla.” Ia menggerak-gerakkan pena bulu burungnya di bawah dagu. “Hmm, seharusnya saya memanggil Anda sebagai Miss Vent. Maafkan ketidaktahuan saya,” lanjutnya tampak menyesal.
Namun, Loqestilla terkekeh pelan dan menggeleng. “Tidak apa-apa, My Lord. Anda juga mengizinkan saya memanggil nama depan Anda, bukan?”
Kepala Neuri mengangguk sekali, menerima dengan mudah ucapan tamunya, kemudian mencatat nama lengkap Loqestilla ke dalam kertas kosong kusam. “Hari lahir Anda?” Ia pun melanjutkan.
“Hari ke 78 Penanggalan Matahari.”
“Asal?”
“Desa Campanella.”
Neuri tak langsung membubuhkan tintanya. “Di mana itu? Dari Kerajaan Bagian mana, dan dari Kerajaan Inti mana? Tolong yang detail, Miss Loqestilla.”
Diam sejenak, Loqestilla menarik napas cukup panjang dan mulutnya membuka-menutup penuh keraguan. “Itu ... tidak dari kerajaan manapun. Campanella ada di ... Wilayah Merah.”
Tatapan mata Neuri benar-benar terarah hanya untuk melihat Loqestilla. “Benarkah?” tanyanya kemudian.
Loqestilla mengangguk lesu, agak khawatir jika Neuri akan langsung mengusirnya. Mau bagaimana lagi, di planet Threasyiluem ini, Wilayah Merah merupakan zona yang sering dihindari banyak makhluk. Zona tersebut tidak bertuan, tidak memiliki raja. Isinya hanya monster dan makhluk yang hidup mandiri, yang sering diasosiasikan sebagai keberadaan haus darah. Banyak yang tidak berakal, dan menjalankan hukum dengan cara yang liar. Meskipun siapa saja bisa menjejakkan kakinya di Wilayah Merah, tetapi tidak semua orang bisa bertahan. Namun, anehnya adalah penduduk asli Wilayah Merah tampak hidup dengan tenang, sangat berbeda dengan yang dialami para pendatang.
“Ehe he he, dan sebenarnya, saya satu-satunya yang tersisa dari ras saya,” Loqestilla menambahkan.
“Ras Anda musnah? Karena?”
“Pembantaian.”
“Hmm.” Neuri tetap mencatat. Seolah tidak peduli bahwa Loqestilla berasal dari tempat yang dianggap angker dan menjijikkan.
Perilaku Lord of Lunadhia itu sebenarnya cukup mengusik Loqestilla. Biasanya, dari beberapa orang yang mendengar pembukaan cerita tentang rasnya, mereka akan menjadi sangat tertarik. Terlebih dengan kata-kata seperti p*********n atau pemusnahan.
Bukan berarti Loqestilla gemar menceritakan asal-usul rasnya. Dia malah cenderung menutupi, jika sedang tidak mencari perhatian. Akan tetapi, tanggapan Lord Neuri sedikit banyak memicu rasa penasaran Loqestilla kepada Sang Earl. Rasa penasaran yang lebih besar daripada sebelumnya. Benar-benar perilaku yang sangat menarik hati, dan hal itu sangat berhasil membuat perut Loqestilla menggerus lapar.
Ah, perutku keroncongan.
“Miss Loqestilla pernah bilang jika Anda pengendali angin, ‘kan?” Neuri meletakkan pena bulu burung ke dalam gelas, menandakan bahwa tidak ada lagi hal yang ingin dia catat. Juga seperti tidak tertarik membahas asal-usul Loqestilla lebih dalam.
“Benar, My Lord.”
“Sebenarnya, saya bermaksud meminjam kemampuan Anda untuk membantu para petani.”
Kepala Loqestilla meneleng ke kiri, telinganya menjentik-jentik seiring kedipan matanya. “Saya harus bertani?”
Namun, Neuri menggeleng. “Tidak perlu. Anda tetap mengajar sebagai guru. Hanya membantu petani menyerbuk tanaman. Kadang, angin tidak lantas datang di masa-masa tanaman siap kawin. Sehingga perlu tenaga ekstra untuk menyerbuk manual dari satu bunga ke bunga lainnya. Hal itu cukup memberatkan, sedangkan hasil panennya pun belum pasti akan banyak.”
Kali ini Loqestilla mengangguk mengerti.
“Akan ada bayaran khusus untuk pekerjaan ini. Jika Miss Loqestilla tidak keberatan. Dan saya pastikan tidak akan mengganggu jadwal mengajar Anda.”
Dengan bersemangat, Loqestilla menjawab, “Saya terima. Entah mengapa, mendengarnya saja saya merasa sangat berjasa.”
Neuri tersenyum kecil. “Anda tipe yang gampang jumawa.”
Loqestilla menggeleng dibarengi kekehan kecil. “Saya tipe yang bersemangat dengan hal baru. Jumawa terdengar agak berlebihan.”
Tidak bisa menimpali, Neuri tertawa. Baru kali ini terhibur dengan tamunya yang dari kemarin agak menjengkelkan. Rasa jengkel yang timbul karena tamu itu memiliki aroma mawar balerina, mengingatkan Neuri pada mimpi buruk pada malam sebelum purnama.
Mimpi sialan, sulit sekali mengabaikannya.
.
***
.
Pada pagi yang lain, hujan mengguyur Lunadhia terlalu deras. Loqestilla dan Neuri yang telah menyelesaikan sarapan pun hanya berdiri di lorong lantai dua. Di samping jendela, mereka menatap kosong suasana luar yang suram dan berkabut.
“Mungkin Miss Loqestilla tidak bisa pergi ke sekolah hari ini. Hujannya deras sekali, dan air sungai pasti sedang meluap.”
Tanpa menoleh pada lawan bicara, kepala Loqestilla mengangguk-angguk. Ia sendiri sesungguhnya sudah punya rencana untuk tidak pergi meskipun hanya gerimis yang datang. Hujan selalu bersahabat dengan tanah yang becek, Loqestilla tidak begitu minat pada tanah becek.
“Bagaimana pengalaman pertama Anda sebagai guru, Miss Loqestilla?”
Menoleh disertai senyum kecil, mulut Loqestilla berucap, “Menyenangkan. Mereka anak-anak yang ... ceria dan bugar. Saya suka.”
Bahu Neuri meluruh sedikit, tampak lega dengan tanggapan Loqestilla. “Ferguso selalu mengeluh tentang anak-anak yang nakal dan harus dihukum. Saya harap Miss Loqestilla tidak mendapat pengalaman buruk dengan anak-anak itu.”
“Mr. Albanero hanya bertindak tegas. Namun, saya sebenarnya kurang suka menghukum anak kecil. Saya suka mereka. Bau mereka harum dan manis.”
Neuri memincingkan mata. “Harum dan manis,” ulangnya.
“Aroma khas anak-anak,” jelas Loqestilla.
“Oh, apakah Anda memiliki indera penciuman yang tidak dimiliki manusia biasa seperti saya?”
Anggukan kecil diterima Neuri.
“Ras Anda tampak sangat menarik, Miss Loqestilla.”
“Manusia biasa juga menarik.”
Mata Neuri lekat memandang Loqestilla, dan ternyata dibalas langsung oleh yang bersangkutan.
Seraya tersenyum semanis madu, Loqestilla berujar, “Manusia memiliki kecerdasan untuk membuat alat-alat canggih, menciptakan peradaban yang lebih maju daripada ras lain. Keterbatasan adalah kekuatan utama mereka. Saya rasa.”
“Pujian yang menyenangkan untuk didengar.”
“Saya hanya mengutipnya dari sebuah buku yang dibuat oleh Yang Mulia Ro, Penaung Threasyiluem, Jormungandr yang melilitkan tubuhnya pada planet agung Threasyiluem ini.”
Neuri memalingkan wajah, kembali menghadap jendela untuk melihat hujan yang tak kunjung reda. “Yang Mulia Ro, ya? Bukankah dia sudah pensiun?”
“Ya. Dan sekarang dia digantikan oleh seorang manusia.” Loqestilla juga ikut menghadap jendela. “Planet ini dulunya adalah lahan pertumpahan darah. Akan tetapi, setelah manusia tanpa kemampuan sihir maupun bakat supernatural datang entah dari mana, peperangan mulai mengalami kemunduran. Mereka juga berkembang biak cepat sekali. Mampu melahirkan keturunan dari hasil persilangan berbagai ras dan menciptakan makhluk baru. Anugerah yang luar biasa.”
“Terima kasih pujiannya,” sahut Neuri.
Mata Loqestilla tidak berkedip, jemarinya yang lentik menari-nari di kaca jendela, menggambar benang kusut tanpa maksud apa-apa. “Bahkan ras seperti saya, dulunya juga mungkin dilahirkan dari persilangan manusia dan monster rubah. Siapa yang tahu.” Bahunya mengedik kecil, sedangkan mata merah itu mulai mengikuti pergerakan jemarinya sendiri, berputar ... berputar.
“Tidak ada yang original di Threasyiluem, saya rasa.”
Loqestilla mengangguk. "Planet ini begitu tua, dan manusia baru saja tiba beberapa ribu tahun yang lalu. Namun, lihatlah apa saja yang sudah berubah."
Kali ini Neuri yang mengangguk. "Saya juga kadang heran, bagaimana ras kami bisa berkembang biak secepat ini dan menjadi begitu dominan."
"Bahkan raja-raja pun merupa bentuk mereka seperti manusia. Para makhluk magis pun demikian. Sudah jarang saya melihat makhluk yang benar-benar menunjukkan wujud asilnya."
Neuri mengangguk-angguk saja. "Miss Loqestilla sering bepergian?" tanyanya kemudian.
"Benar. Saya selama ini hidup secara nomaden, karena memang tidak punya rumah dan keluarga."
"Pengetahuan Anda cukup banyak. Terlebih, sebagai seorang demihuman, Anda juga bisa membaca, pandai bicara, dan sangat sopan. Apakah itu berkat pengalaman selama menjelajah?"
"Hmm." Loqestilla hanya bergumam, tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Cukup lama ia berpikir, hingga berani menjawab. "Mungkin begitu. Saya bertemu macam-macam orang. Sebagai seseorang yang awalnya tidak begitu mengenal dunia, saya belajar dengan meniru tingkah orang-orang. Dan entah mengapa, saya mendapati hal itu sebagai sesuatu yang menyenangkan."
Neuri terkekeh. "Mungkin Anda suka belajar."
Loqestilla sempat tampak berpikir mendalam, tetapi kemudian ikut terkekeh. "Mungkin saja. Berkat hal itu, saya jadi bisa dengan mudah menempatkan diri untuk berbaur. Di tempat-tempat yang bercahaya, maupun yang cukup gelap."
Sudut bibir Neuri tertarik miring ke atas. "Ya ... tapi berkat hal itu, mungkin berada di dekat Anda juga merupakan bahaya."
Loqestilla menghentikan tawanya dengan cepat. Mata beriris merah itu menatap Neuri lekat. "Apakah seperti itu?"
Dengan berani, Neuri membalas tatapan Loqestilla. "Sepertinya. Saya hanya memprediksi, karena saya ingat betul bagaimana Anda tiba di tempat ini. Datang dengan berdarah-darah, dengan tiga anak panah menancap di punggung. Apakah saya tidak boleh curiga jika seperti itu?"
Mendengar hal itu, Loqestilla tidak tersinggung. Ia malah membenarkan. "Ya ... saya memang tampak berbahaya." Ia pun terkekeh, dan anehnya Neuri ikut terkekeh di dekatnya.
Hingga pembicaraan keduanya harus dihentikan, ketika valet Neuri datang membawa sepucuk surat bersetempel lilin dengan lambang sebuah keluarga bangsawan.
“Pesta dansa,” gumam Lord of Lunadhia usai membaca isi dalam surat. Ketika kepalanya mendongak, lalu mata mengarah pada wanita rubah di sampingnya, ia dengan cepat membuat keputusan. “Miss Loqestilla, mari datang ke pesta dansa bersama saya.”
Loqestilla hanya mengernyitkan dahi, tapi pada akhirnya mengangguk tanpa bertanya apa pun.
.
TBC
04 Juni 2020