RED - 9 : Gift and Punishment

2076 Kata
Kerusakan 9 . Menjelang fajar, pesta ulang tahun di kediaman besar Duke of Clemente akhirnya berakhir. Sebelum mengistirahatkan diri usai berpenat-penat tampil spektakuler di pestanya sendiri, Lady Freya mengganti gaun beratnya dengan pakaian tidur dari katun yang lembut dan nyaman. Seorang dayang melepas tatanan rambutnya, seorang yang lain membasuh kakinya. Seraya duduk nyaman di atas kursi dari kayu jati, seorang pelayan menuangkan teh ke cangkir porselain di meja kecil. Lady Freya menikmati semua pelayanan tersebut dengan perasaan tenang dan lega. Namun, seseorang tiba-tiba mengetuk kaca jendela. Diketuk dengan irama tertentu yang sekiranya bisa menjadi sebuah pertanda. Dengan sedikit gerakan tangan, para dayang dan pelayan pun undur diri dari kamar pribadi sang Lady. Usai pintu ditutup rapat, dan tidak ada suara langkah kaki yang terdengar telinga, Lady Freya beranjak dari duduknya. Ia menghampiri jendela, membuka sedikit gorden berwarna merah muda bermotif bunga. Di balik jendela, bisa dilihatnya seorang pria ramping dengan pakaian serba hitam menutupi seluruh badan. Bahkan wajah pun tertutup sempurna, hanya meninggalkan bagian mata yang sesekali berkilau tertimpa cahaya bulan. “Ada apa?” tanya Lady Freya kemudian. Seseorang berpakaian hitam itu pun menjawab dengan suara berbisik tetapi berintonasi jelas. “Ini mengenai informasi pembunuh kakak Anda.” Mata biru Lady Freya melebar. Kedua tangannya mengepal erat, dan hampir saja ia mengelus dadanya karena tidak sabar mendengar berita yang akan dituturkan. “Apa yang kau dapat?” Pria misterius tersebut mengeluarkan sebuah kertas terlipat dari bajunya, kemudian diselipkan ke bagian bawah jendela. Lady Freya dengan sangat cepat dan terburu-buru mengambil kertas tersebut, mendekapnya di depan d**a seolah seseorang akan merebut paksa darinya. Ketika ia berbalik, pria berpakaian hitam juga menghilang dari depan jendela. Cepat-cepat Lady Freya berjalan ke depan perapian, lalu membuka kertas terlipat yang sejak tadi dijaganya. Di dalam kertas tersebut, sebuah sketsa wajah tampak jelas. Melihat sketsa tersebut, tangan dan tubuh Lady Freya bergetar hebat. “Orang ini … orang ini adalah ….” Ia kemudian membaca tulisan panjang di bawah sketsa. Tulisan yang ditulis dalam bahasa elf tersebut berbunyi; ‘Loqestilla Vent. Usia diperkirakan 19 tahun. Demihuman dari ras rubah yang belum jelas diketahui jenisnya. Keahliannya adalah mengendalikan angin. Menurut beberapa saksi, ia membakar sebagian hutan dan akhirnya menjadi musuh para elf. Ia membunuh Valens Forrest dengan cara mencabik dan mengisap darahnya sampai kering. Ia diketahui juga pernah merampok sebuah pelelangan, menjadi dalang di balik beberapa pembunuhan, dan kejahatan lainnya yang sampai sekarang masih diselidiki.’ “Wanita itu … setelah membunuh kakakku, berani-beraninya dia menampakkan wajah di depanku.” Lady Freya menggeretakkan giginya. Kertas di tangan dilempar ke lantai begitu saja. Dengan napas naik turun karena amarah, ia melempar berbagai barang di sekitarnya; vas yang berisi bunga kering, cangkir teh dan piring camilan, meja berukir rumit, kursi jati yang dipelitur halus, dan bahkan menyobek-nyobek karpet tapestri yang dihadiahkan suaminya usai bepergian ke luar negeri. “Aku tidak akan membiarkan wanita itu hidup damai begitu saja. Setelah apa yang dilakukannya pada kakakku, aku akan … menghancurkannya sampai tak tersisa. Akan kukirim dia ke neraka, sampai dia menyesal pernah dilahirkan ke dunia.” Mata Lady Freya membara terselubung angkara. Meskipun begitu indah, tetapi hal yang terpancar dari sana bukanlah sesuatu yang akan membuat seseorang terpesona. Pagi itu sangat dingin, seharusnya bukan waktu yang tepat untuk mengeluarkan semua emosi dan rasa benci. Namun, Lady Freya tidak peduli. Tangannya yang lentik dan cantik mulai menulis rangkaian kata di sebuah kertas perintah. Setelah tersegel dengan sihir, ia kirim kertas yang tampak usang itu ke angkasa, dibawa oleh seekor burung gagak yang selalu bertengger dan berkaok di atas rumah besar suaminya. Meskipun lelah dan penat, hari itu Lady Freya tidak bisa menutup matanya. . *** . Pada pagi ketika Loqestilla harus mengajar kembali, sesuatu yang mengejutkan datang ke depan estat Earl of Lunadhia. Seorang utusan bangsawan tiba dengan kereta kuda dan sebuah peti berisi berbagai macam pakaian mewah. Lebih tepatnya, gaun-gaun berenda dari sutera beserta topi dan bonetnya. Sebuket mawar merah dengan surat beraroma wangi juga ditujukkan untuk satu nama, Loqestilla Vent seorang. Melihat hal itu, Loqestilla hanya tersenyum kecil meskipun sedikit jengah. Ia pikir, daripada menghadiahkan hal-hal seperti ini, mengapa orang itu tidak memberinya satu peternakan rusa. Loqestilla pasti akan dengan gembira menerimanya. Bahkan ia bisa membayangkan setiap hari meminum darah rusa yang nikmat dan segar, atau sesekali ia akan memasak dagingnya dan memakannya bersama murid-muridnya. Bukankah itu khayalan yang indah? “Tampaknya, Anda sudah berhasil menarik perhatian Duke of Clemente.” Loqestilla terkekeh ringan mendengar komentar Neuri yang terkesan sedikit meledek. “Sepertinya beliau tipe yang tidak suka membuang-buang waktu. Pria seperti itu akan mudah mendapatkan apa pun yang dia inginkan. Pekerja keras.” Neuri sedikit mengangkat sebelah alisnya. Agak tidak menyangka jika Loqestilla tidak tampak kesal atau bahkan merasa terbeban. Bahkan, mampu mengeluarkan puji-pujian yang terdengar berlebihan. “Miss Loqestilla sangat baik hati, di situasi seperti ini pun Anda mampu memilih kata-kata yang terdengar seperti dukungan. Atau, Anda memang senang mendapatkan hadiah besar seperti ini?” Entah mengapa, Loqestilla bisa melihat cengiran meremehkan di sudut bibir Neuri. Sayangnya, meskipun seperti direndahkan, Loqestilla tidak begitu peduli. “Ya, saya senang. Saya selalu senang menerima hadiah dan pemberian dari orang lain. Yang tidak saya senang hanya tuntutan di balik pemberian tersebut. Saya tidak suka dituntut,” jelasnya. Mendengar hal itu, tiba-tiba Neuri menyemburkan tawanya. Baru kali ini, benar-benar baru kali ini ia bertemu dengan orang egois yang mengutarakan keegoisannya dengan sangat gamblang tanpa rasa malu. “Miss Loqestilla, Anda benar-benar … benar-benar tidak tahu malu.” Melihat bagaimana tawa Neuri meledak, Loqestilla hanya menelengkan kepala. “Tidak tahu malu?” “Anda bersedia menerima, tetapi enggan memberi,” jelas Neuri. “Entah saya harus menyebut Anda orang pelit atau memang seperti ini tabiat Anda. Jika orang lain mendengarnya, mereka akan jengkel pada Anda.” Loqestilla mengangguk-angguk mengerti. “Semua orang sebenarnya seperti itu, ‘kan? Hampir semua teman saya seperti itu. Jadi saya pikir itu hal yang wajar.” Kali ini Neuri memandang Loqestilla dengan alis yang hampir bertaut. “Miss Loqestilla, tampaknya Anda berteman dengan orang-orang yang cukup … bagaimana saya mengatakannya ….” Neuri mengambil napas sejenak. “Teman-teman Anda, sepertinya sedikit egois,” lanjutnya kemudian. “Maafkan perkataan saya jika Anda tersinggung karena hal ini. Lagi pula, saya tidak mengenal mereka.” Di luar dugaan, Loqestilla tersenyum cerah, matanya berbinar seperti balita. “Ya, ya, benar. Mereka semua egois. Setiap kali kita mendapatkan sesuatu, mereka selalu berusaha mendapatkan yang paling banyak. Namun, ketika salah satu dari kita berada dalam keadaan yang susah, semua pura-pura tidak peduli. Akhirnya, saya pun bersikap demikian pada mereka. Terakhir kali mereka tertangkap dan dihukum mati, saya tidak sudi menyelamatkan mereka. Saya pergi seorang diri.” Wajah Neuri mendadak kehilangan semua keceriaannya, menggelap dan curiga. “Miss Loqestilla,” panggilnya tiba-tiba, terdengar serius. “Ya?” “Sepulang mengajar nanti, luangkan waktu untuk saya dan temui saya di ruang kerja. Sepertinya kita perlu bicara.” Meskipun tahu bahwa Neuri sedang marah padanya, Loqestilla tetap memberi senyum manisnya sebagai balasan. “Dengan hormat, My Lord.” . *** . Setelah berurusan dengan barang-barang pemberian Duke of Clemente, Loqestilla akhirnya memiliki waktu untuk pergi ke sekolah. Mungkin akan sedikit terlambat, tetapi ia nanti bisa meminta maaf pada Ferguso dan para muridnya. Mereka orang baik, jadi pasti akan memaafkan kelalaiannya yang kecil ini. Meskipun sedikit tidak yakin bahwa Ferguso akan dengan mudah memberinya pengampunan. Mungkin ia akan sedikit dimarahi, tapi tak apa. Berurusan dengan kemarahan Ferguso sudah menjadi makanan sehari-hari, tidak perlu dipikirkan terlalu serius. Sayangnya, ketika Loqestilla sampai di halaman sekolah yang luas dan terlihat kering, ada kejadian di luar perkiraan yang membuat jantungnya hampir copot. Di sana, di tengah halaman yang sepi, Ferguso tampak memegang tongkat rotan dengan kencang. Wajahnya gembira dengan mata berkilat-kilat, tampak bersemangat. Bersama Ferguso, ada seorang anak murid yang berdiri gemetaran. Anak itu adalah Venecia, murid kesayangan Loqestilla yang selalu antusias ketika si rubah mengajarkan hal-hal baru. Murid yang dikenal selalu penasaran dan diandalkan teman-teman sekelasnya. Namun, anak itu sekarang tampak kesakitan. Celananya tersingsing sampai lutut, dan betisnya dipenuhi luka-luka memar yang hampir berdarah. Siapa pun akan langsung paham dengan apa saja yang sedang terjadi di sana. Ketika Ferguso mulai mengangkat kembali tongkat rotannya, Loqestilla segera mengambil tindakan. Atsune tersebut melesat dengan cepat, merengkuh Venecia ke dalam dekapannya, dan ketika bunyi CTAS! terdengar, punggung Loqestilla segera merasakan sakitnya. Rotan milik Ferguso meninggalkan bekas sobekan panjang pada pakaian luar Loqestilla, dan pelan-pelan mulai terlihat noda-noda yang merembes pada pakaian dalam yang berwarna putih. Ferguso terkesiap. Tidak menduga bahwa rotannya yang digunakan untuk memberi hukuman, berakhir mengenai orang lain. “Mi-Miss Loqestilla,” panggilnya takut-takut. Dengan senyuman terbaiknya, Loqestilla berbalik. “Tidak apa-apa, Mr. Albanero.” Namun, alih-alih merasa bersalah, mata yang awalnya bahagia tersebut berubah begitu gelap. “Apa yang Anda lakukan?!” Suara Ferguso begitu keras, bahkan anak-anak yang berada di dalam kelas sempat berjengkit kaget. Berpasang mata yang mengintip takut-takut dari balik jendela semakin tidak bisa mengalihkan tatapan mereka. Seolah ingin melihat pertunjukan drama yang seru di pagi buta. “Miss Loqestilla, tolong jangan ikut campur. Segera menyingkir dan biarkan saya menghukum anak bandel tersebut.” Loqestilla menggeleng. “Dia murid saya, jika Mr. Albanero lupa. Yang seharusnya menghukumnya atas kesalahan yang diperbuatnya juga adalah saya. Mengapa Anda melakukan tindakan seperti ini tanpa membicarakannya dengan saya.” Buku-buku jari Ferguso semakin mengetat, rasanya ingin sekali menampar mulut wanita rubah di depannya dengan rotan yang masih digenggamnya. “Miss Loqestilla sepertinya salah paham di sini,” ujarnya mulai tenang. “Meskipun Lord Neuri telah mempekerjakan Anda sebagai guru, bukan berarti peran Anda setara dengan saya. Anda hanya orang baru. Apa yang Anda tahu tentang hukum di sekolah ini? Saya hanya menjalankan peraturan, dan Anda sudah menghalangi.” Kali ini Loqestilla tersentak. Benar sekali, benar sekali yang dikatakan Ferguso. Ada peraturan di sekolah ini yang harus ditaati, dan Loqestilla lalai bahkan lupa untuk tidak mempelajarinya. “Anda benar,” ujarnya kemudian. Venecia yang berada di belakang Loqestilla mendongak menatap sang guru, tidak menyangka jika guru barunya bisa sepasrah ini. Ia pikir akan segera bebas dari hukuman, tapi nyatanya tidak semudah itu. Namun, mau bagaimana lagi, Ferguso memang menyeramkan, dan Loqestilla hanya orang baru. Venesia seharusnya tidak mengharapkan hal yang muluk-muluk. Di tempatnya, Ferguso menyeringai lebar. “Jika sudah tahu, cepat menyingkir dari sini dan biarkan saya menyelesaikan hukuman anak itu.” Sayangnya, Loqestilla tidak beranjak satu langkah pun. Masih dengan senyum andalannya, ia berani kembali bicara. “Hanya saja, Mr. Albanero. Saya masih belum mengerti, mengapa murid saya ini Anda hukum. Apa kesalahan yang dia perbuat. Bisa jelaskan pada saya?” Ferguso mendecih ringan, tetapi ia tetap menjawab. “Dia terlambat lima menit masuk kelas. Dan menurut peraturan, siswa yang terlambat harus dirotan sepuluh kali.” “Ah, seperti itu.” Loqestilla mengangguk-angguk mafhum. “Ngomong-ngomong, saya juga terlambat. Bahkan lebih lama. Apakah ada hukuman juga untuk saya?” Namun, dengan lantang Ferguso menjawab. “Anda ini seorang guru. Tidak ada peraturan yang bisa menghukum seorang guru.” “Begitu, ya.” Loqestilla mengangguk-angguk lagi. “Mr. Albanero, sebagai guru baru di sini, saya masih sangat awam dan ceroboh. Bahkan peraturan sekolah pun, banyak yang belum saya pelajari. Hal ini membuat saya terpikirkan suatu ide.” “Apa itu? Katakan.” Dengan wajah yang begitu gembira, Loqestilla berujar, “Bagaimana jika Mr. Albanero menyerahkan murid ini kepada saya? Biar saya yang menghukumnya. Dengan begitu, saya pun bisa belajar bagaimana cara menghukum murid yang bandel, sesuai peraturan di sekolah ini.” Ferguso mengernyit, agak tidak percaya pada ocehan Loqestilla yang seperti mengada-ada. “Anda tidak sedang menipu saya, kan?” Loqestilla menggeleng cepat. “Tidak, tidak. Mana berani saya menipu Mr. Albanero yang juga merupakan senior saya. Anda juga adalah orang kepercayaan Lord Neuri, beliau sering memuji kualitas Anda. Jadi, mana mungkin saya sedang menipu. Saya tidak berani, sungguh-sungguh tidak berani.” Mendengar nama Neuri disebut, dan bagaimana Lord Lunadhia tersebut memujinya di depan Loqestilla, wajah Ferguso pun mendadak sangat cerah. Ia mengangguk-angguk dengan angkuh. “Tentu saja, tentu saja.” Bahkan ia tidak bisa berhenti tersenyum. “Kalau begitu, pegang ini.” Sebuah rotan yang telah dipernis dan tampak terawat, diserahkan kepada Loqestilla. “Gunakan itu untuk menghukum muridmu.” Meneguk ludah, Loqestilla menerima rotan yang tampak berkilat tersebut. Setelah rotan berada di tangan, ia tersenyum sangat lebar. “Terima kasih, Mr. Albanero.” Namun, belum luntur senyum Loqestilla, Ferguso menyahut dengan cepat. “Kalau begitu, lakukan di sini. Sekarang juga.” “Maaf?” kepala Loqestilla meneleng sedikit. “Hukum muridmu di sini, sekarang. Aku akan mengawasimu dari kelasku.” Setelah itu, sambil menyeringai sangat lebar, Ferguso meninggalkan Loqestilla dan Venecia begitu saja. Di halaman sekolah yang luas, Loqestilla menggenggam erat sebuah rotan. Di belakangnya, Venecia hanya bisa tersenyum pasrah. “Tidak apa-apa, Miss Loqestilla bisa menghukum saya. Saya memang salah.” Loqestilla berbalik, melihat Venecia dengan senyum manis yang mendamaikan. “Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu,” bisiknya lembut. Meskipun tidak paham, tetapi Venecia mengangguk-angguk. Ia memunggungi Loqestilla, bersiap menerima hukuman. CTAS! CTAS! Suara rotan pun terdengar sangat keras. Bahkan Ferguso yang sejak tadi melihat dari ambang pintu kelas, bisa mendengarnya. Namun, yang tidak diketahui Ferguso dan bahkan semua murid yang mengintip adalah suara tersebut tidak menimbulkan sakit. Venecia bahkan dibuat keheranan. Rupanya, Loqestilla menggunakan kemampuannya untuk mengendalikan angin. Ia menyelimuti punggung dan kaki Venecia dengan angin yang tebal, yang tidak terlihat dari jauh karena terhalang tubuh Venecia. Ketika rotan dicambukkan, suaranya menggema karena benturan dengan dinding angin tersebut. Betapa cerdiknya rubah satu ini. Meskipun sesungguhnya bukan kecerdikannya yang membuat hati Venecia berbunga, melainkan kebaikan kecil yang bahkan tidak pernah terpikir akan didapatkannya. Di tengah suara cambukan yang keras, Venecia diam-diam tersenyum haru. . TBC 08 Juni 2020 by Pepperrujak
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN