RED - 7 : Dancing and Planning

1905 Kata
Kerusakan 7 . Apabila ditanya, apa salah satu hal terindah yang sudah pernah kau saksikan di dunia ini? Neuri akan menjawab dengan cepat; melihat Miss Loqestilla mengendalikan angin. Neuri tidak pernah melihat seorang pengendali angin setenang dan semurni Loqestilla. Ada sebentuk perasaan kagum dan berdebar ketika menyaksikan rubah betina itu dikelilingi angin yang meliuk. Mata yang terpejam itu seolah menikmati setiap embusan yang menyentuhnya. Seakan angin dan tubuh menyatu, berkawin dalam keintiman yang lembut. Rambut merah meliuk-liuk, telinga berdiri tegap, dan di bawah kaki bersepatu boots, ada angin yang berputar mengangkat jasad merah itu terbang layaknya raja. Angin berputar-putar membawa serbuk bunga jagung ke angkasa, lalu dijatuhkan pada putik-putik supaya bersatu. Di tengah pusingan arus udara, ada Loqestilla yang merupa dewi langit. Semerbak wangi mawar balerina ikut-ikutan terhirup indera pencium. Tidak heran jika bukan hanya Neuri yang terpesona, tetapi juga para pekerja di ladang. Padahal sudah lima kali menyaksikannya, tak juga merasa bosan. “Seperti biasa, Miss Loqestilla selalu menawan ketika mengendalikan angin.” Dalam perjalanan pulang ke kastil, Neuri menyempatkan memberi pujian. Jarang baginya mengapresiasi orang lain dengan bahasa selembut itu, tapi untuk urusan yang ini, Neuri tidak ragu melakukannya. “Terima kasih banyak.” Senyum mengembang lima senti. Loqestilla juga tidak ragu memperlihatkan rasa bangganya. Tumben sekali seorang kenalan memuji keahliannya. Dia merasa dihargai. “Sebagai hadiah, saya akan berikan gaun terbaik untuk Miss Loqestilla. Anda bisa memakainya saat ke pesta nanti.” Oh, Loqestilla ingat. Beberapa hari lalu Neuri mengajaknya datang ke sebuah pesta. Earl of Lunadhia itu sempat bercerita bahwa yang dihadiri adalah sebuah pesta dansa untuk perayaan ulang tahun. Kenalan di sebuah kota mengundangnya, dan jelas sekali Neuri tak ingin absen datang ke sana. Sayangnya Sang Earl tak ingin hadir sendirian, sehingga mengajak Loqestilla sebagai rekan. Agak berisiko memang. Sebab, Neuri masih bujangan, Loqestilla pun demikian. Orang-orang yang melihat pasti berpikiran macam-macam. Namun biarlah, Neuri pun sudah kebal digosipkan. Apalagi dulu-dan sebenarnya sampai sekarang-orang-orang sering membicarakan mengenai kematian seluruh anggota keluarga Lycaon, kematian yang mendadak dan menggemparkan. Dalam satu malam, seluruh anggotan Lycaon musnah karena dibantai. Entah siapa yang melakukannya, sampai sekarang pelakunya masih belum ditemukan. Neuri sendiri seperti tidak begitu berusaha mencari tahu kebenarannya. Mungkin trauma jika mengingat-ingatnya, sehingga lebih baik melupakan dan membiarkan. Selain itu, ada juga gosip-gosip tentang makhluk misterius di hutan Lunadhia yang sering memakan hewan-hewan. Gosip yang sampai kini hanya dibicarakan orang luar, tetapi ditutup rapat oleh rakyat Lunadhia sendiri. . Dansa dan Rencana . Di ruang kerjanya, Neuri membolak-balik undangan yang diberikan kepadanya beberapa hari yang lalu. Sofa yang besar dan empuk seolah menenggelamkan tubuhnya dalam kenyamanan, sehingga sejak tadi ia betah berdiam tanpa sekali pun berganti posisi. Terlebih, api di perapian menyala panas dan meletik-letik, cukup membuat tubuh merasa hangat. Namun, bukan kenyamanan itu yang membuat Neuri bertahan tanpa banyak bergerak, melainkan kekusutan pikirannya yang membuatnya tidak merespon betapa kebas tubuhnya sekarang. Meskipun terlihat antusias, tetapi Neuri sebenarnya sedikit enggan menghadiri undangan pesta di tangannya. Sejak seluruh keluarganya tiada, ia dengan sengaja membatasi penampilannya di dunia pergaulan bangsawan. Bukan karena tidak percaya diri dengan penampilan mata kanannya, bukan pula merasa malu karena sampai sekarang belum memiliki pendamping hidup. Hanya … hanya merasa jengah. Ia jengah ketika ditatap dengan iba. Teman-teman lama yang jarang berjumpa akan secara terang-terangan menanyakan kabar dirinya, hanya untuk mengorek gosip kematian keluarganya. Simpati apanya? Mereka hanya ingin tahu, ingin mendapat bahan pergunjingan yang seru. “Haah, b******n-b******n itu.” Neuri pun meletakkan surat undangan ke atas meja kayu mengilat di depan sofanya. Ia memilih kembali menenggelamkan diri pada hangatnya sofa dan perapian, seraya mata coklat yang berkilau itu memandang lukisan potret keluarganya yang terpampang besar di tengah ruangan. Seraya menatap begitu nanar pada potret kusam yang tampak mati, Neuri mengepalkan tangannya begitu erat. “Meskipun sudah kuserahkan jiwaku pada iblis terkutuk itu. Aku tetap tidak bisa mengembalikan kalian semua. Betapa bodohnya ….” . *** . Pada malam yang sama, Loqestilla tengah asik masyuk membaca buku tata krama yang dipinjamnya dari perpustakaan pribadi Neuri. Walaupun menghadiri pesta bukan lagi hal asing baginya, tetapi selama ini posisi kedatangannya hanya sebagai rakyat biasa, bukan pendamping seorang bangsawan lajang dengan gelar cukup tinggi. Apalagi, bangsawan satu ini memiliki tanah kekuasaan sendiri, jelas akan menjadi incaran banyak bangsawan lainnya. Entah untuk dijilat, dijatuhkan, atau bahkan ditargetkan sebagai suami potensial. Loqestilla tidak berani mempermalukan Neuri secara terang-terangan. Dia akan merasa sangat tidak tahu diri. Selembar halaman dibalik, di atasnya tertulis tata cara berdansa dan bahkan jenis-jenisnya. Loqestilla terkekeh kecil. Berdansa adalah keahliannya, ia tidak perlu lagi mempelajari hal ini. “Berdansa …,” gumamnya. Tiba-tiba saja ia teringat dansa yang sering ia lakukan di masa kecil. Bersama teman-teman sebaya, ia bergandengan tangan mengitari api unggun. Gendang ditabuh oleh kakek tua berjanggut putih, senar dipetik anak laki-laki berparas ayu. Ibu-ibu bertepuk tangan, terhanyut keceriaan yang membahagiakan. Para ayah memakan daging rusa dan meminum darah di dalam gelas bambu. Yang tidak tampak di antara semua keceriaan itu hanya ibunya. Ibunya … sendirian di dalam rumah, melihat keramaian dari balik jendela dengan mata kuyu tanpa emosi. Ketika Loqestilla berada di depan rumah dengan senyum mengembang dan mata berbinar, mencoba mengajak Sang Ibu terlarut dalam euforia, ibunya akan berbalik dan mematikan lilin. Di tengah malam yang dingin dan hening, Loqestilla akan berbaring di samping ibunya yang berselimut bulu-bulu hangat serigala. Sesekali ia akan berbisik, mencoba bercerita bagaimana ia sangat ahli berdansa hingga semua orang memujinya. “Ibu … ibu … aku sangat pandai berdansa. Ketika nanti ibu sudah sehat, aku akan menuntunmu menari di depan api unggun, di tengah desa yang ramai dan ceria. Ada banyak makanan enak dan darah rusa yang baru diperah. Ibu dan aku akan bersama menikmatinya. Sampai-sampai semua orang iri melihat kebahagiaan kita.” Sayangnya, ibunya hanya menggeram tanpa menjawab apa-apa. Hingga kematiannya tiba, Sang Ibu tidak pernah sehat dan menikmati ramainya pesta desa. Pada akhirnya, sampai sekarang pun, Loqestilla belum pernah menunjukkan keahlian dansanya di depan ibunda. “Ah … betapa malangnya, Loqestilla Vent.” . *** . Pada hari yang sama di mana pesta akan digelar, Opal menarik tali korset Loqestilla sekuat tenaga. Di telapaknya sampai membekas garis merah. Anehnya, si rubah yang seharusnya sudah merasa sesak, tak kunjung mengeluarkan keluhan macam-macam. “Sudah?” tanya Loqestilla tenang. “Tinggal menyimpul,” jawab Opal. Jemari yang sudah terlatih itu berkutat dengan tali-tali korset, tetapi mata dan pikiran pemiliknya sedikit melayang tak tentu arah. Dulu majikan perempuannya selalu mengeluh jika dia menarik korset kuat-kuat, u*****n seperti korset sialan, pakaian menyebalkan, pesta terkutuk, tak pernah absen didengar Opal. Sangat berbeda dengan Miss Loqestilla. Benar, Miss Loqestilla memang sedikit unik. Pribadinya ramah, tidak pernah berkata kasar, senyumnya anggun, tetapi memiliki mata kekanakan dan penuh rasa ingin tahu. Miss Loqestilla bahkan tidak pernah memarahi Opal ketika dengan sangaja dia mengelap luka di punggung yang masih basah. Namun, gara-gara hal itu pula Opal jadi lebih berhati-hati, takut menyakiti untuk ke dua kali. Seandainya Miss Loqestilla bisa menjadi majikan sesungguhnya.... “Sudah selesai?” Opal tersentak. “Sudah, Miss Loqestilla.” Loqestilla beranjak ke depan cermin panjang seraya menanti Opal mengambilkan gaun di atas ranjang. Tak lama, Opal sudah ada di samping si rubah betina, membantu memakaikan gaun dengan banyak renda berwarna tosca dan segala aksesori yang diperlukan. Rambut merah yang selalu tergerai kini digelung sederhana usai disisiri hingga tak ada kusut yang terlihat. “Miss Loqestilla butuh parfum?” Seraya memandangi penampilannya di depan cermin, Loqestilla menjawab, “Kurasa tidak perlu. Apa aromaku tidak enak?” Opal menggeleng cepat-cepat. “Bau Miss Loqestilla sangat enak, seperti mawar balerina, saya suka.” “Apa Lord Neuri suka aroma mawar balerina?” Kali ini Opal agak menerawang, sebenarnya dia tidak tahu wangi favorit Sang Earl. Mau bagaimana lagi, dia bukan dayang Neuri, dulu pekerjaannya adalah melayani adik perempuan Earl of Lunadhia tersebut. “Saya tidak tahu,” jawabnya lirih, cukup kecewa pada diri sendiri. Meskipun tidak mendapat jawaban seperti yang diharapkan, tetapi Loqestilla tidak begitu mempermasalahkannya. Bayangannya di dalam cermin tampak tersenyum pengertian. . oOo . Kereta kuda Lord of Lunadhia sangat besar. Ukiran-ukiran pada atap, pintu, maupun badan kereta berbentuk seperti sulur tanaman yang merambat, warnanya emas dan mengilat. Sedangkan bagian utama kereta kudanya sendiri berwarna hitam gelap, benar-benar hitam tanpa cacat. Empat kuda yang menariknya pun segelap macam kumbang, bahkan kusir dan dua pengawal tak luput berseragam hitam berpelipis perak. Hanya lambang bulan khas Lunadhia di tengah pintu yang terlihat putih berkilau, dibuat dari intan paling mahal. Ketika Loqestilla menghampiri kereta tersebut, Neuri sudah menunggu di depan pintu. Setelannya tiga lapis berwarna abu-abu, di balik tuxedo itu ada vest dengan warna senada dan juga kemeja putih, kravat melilit leher sangat rapi. Rambut coklatnya disisir klimis ke belakang, ditutup top hat yang juga abu-abu lembut. Sebelum Neuri benar-benar memasuki kereta, seorang pelayan laki-laki memakaikan jubah bepergian yang tebal dan besar. Ketika angin sepoi lewat, ujung jubah itu akan mengombak kecil dan malu-malu. Entah mengapa, penampilan Neuri itu terlalu megah dan menawan. Mungkin bukan karena pakaiannya saja, mungkin karena Neuri memang sudah gagah dan tinggi, sehingga menggunakan apa pun, ia tetap terlihat digdaya dan mengancam. Apalagi, luka di mata kanannya itu benar-benar mencolok. “My Lord.” Loqestilla menyapa seperti biasa. Ia mengulurkan tangan kanannya untuk memberi salam. “Anda sangat rapi, Miss Loqestilla.” Neuri menerima uluran tangan Loqestilla, lalu mengecup punggung tangan bersarung tosca. “Anda juga. Sangat rapi dan wangi, lebih dari biasanya.” Neuri terkekeh geli. Padahal pujian yang diberikannya tadi cukup aneh dan kurang menyanjung, tapi Loqestilla menanggapinya dengan serius. Tampaknya, ruba satu itu memang mudah disenangkan hatinya. “Mari.” Neuri pun menuntun Loqestilla untuk naik dan masuk ke dalam kereta lebih dulu, menyusul dia setelahnya. Seorang pengawal menutup pintu dari luar. Setelah Neuri mengetuk-ngetukkan ujung tongkatnya ke langit-langit kereta, kusir pun mulai menyetiri kuda-kudanya. “Apa ini pesta dansa pertama Anda, Miss Loqestilla?” tanya Neuri ketika kereta sudah melaju beberapa menit. Lord of Lunadhia itu tidak sungkan menyenderkan punggungnya. Mungkin merasa bahwa Loqestilla sudah seperti teman lama, tidak perlu disungkani. “Tidak, My Lord. Namun, ini adalah pesta bangsawan yang pertama kali. Saya sedikit gugup, tapi percaya diri.” Neuri menatap tepat ke depan, di mana ada Loqestilla yang duduk tegap seraya memandangi tangannya sendiri yang berbalut glove panjang mencapai siku. “Begitukah? Pesta dansa seperti apa yang biasa Miss Loqestilla datangi?” Mendongak, Loqestilla menjawab, “Pesta dansa umum. Biasanya diadakan oleh desa-desa yang sedang musim panen. Kadang juga ke gedung walikota. Macam-macam. Asalkan bisa didatangi dengan bebas, saya suka menghadirinya.” Seraya menegakkan punggung, Neuri tersenyum kecil. “Anda suka keramaian, ya? Atau memang suka berdansa?” “Dua-duanya.” Loqestilla memandang lebih intens, matanya berbinar ketika menghadap tuan tanah Lunadhia tersebut, senyumnya bahkan mengembang sangat lebar. “Dansa klasik dan modern, saya suka semuanya,” tambahnya antusias. Mata merah yang berbinar disertai cengiran lebar itu cukup menarik minat Neuri, meskipun dalam hati sedang keheranan. Oh, ternyata Miss Loqestilla suka berdansa, ternyata bisa juga tersenyum tulus begitu. Padahal biasanya, senyum kecil di sana sulit dimengerti. Senyumnya memang selalu cantik, tetapi kadang seperti boneka, tidak memakai perasaan sama sekali dan cenderung mencurigakan. “Miss Loqestilla,” panggil Neuri kalem. Kepala lebih ditegakkan, tongkat jalan digengggam lebih erat. “Ya?” “Bisakah nanti Anda menyimpan dua dansa untuk saya?” Kepala Loqestilla meneleng sedikit. “Kenapa? Apa Anda tidak takut orang lain salah paham?” Neuri menggeleng. “Saya sedang tidak ingin diganggu ibu-ibu pemburu perjaka,” ungkapnya putus asa. Kali ini Loqestilla mengangguk paham. “Benar. Anda memang calon suami potensial. Pasti sering direpotkan oleh beberapa ibu yang memaksa mengenalkan anak perempuannya.” “Saya masih belum ingin menikah, sepertinya.” Cukup lama Loqestilla memandangi Neuri. Dalam kepala sedang menimang-nimang, apakah dia harus membantu Neuri dalam urusan pribadi seperti itu. Namun, Neuri adalah majikan yang dermawan, suka membantu dan memberi hadiah. Sebagai orang yang sudah diselamatkan dan dibantu berkali-kali, bisakah Loqestilla menolak permintaan seperti itu? Sungguh tidak tahu diri jika dia benar-benar menolaknya. “Baiklah,” putus si rubah pada akhirnya. “Bagaimana jika waltz pembuka dan polka?” lanjutnya lebih ceria. Neuri terkekeh. “Ternyata Anda suka dansa yang penuh semangat.” “He he he.” Loqestilla tersenyum sangat lebar. Sedikit menutupi kegugupannya yang jarang dirasakan. Pesta dansa, bangsawan, dan bahkan menyisakan dua slot dansa untuk pria lajang. Bukankah hal ini cukup melelahkan? Loqestilla pikir, menjadi perampok akan lebih membuatnya santai daripada berurusan dengan sekelompok manusia yang suka mengadili. Namun, Loqestilla harus bersabar. Seperti yang ibunya selalu bilang, bersabar akan membuatmu mendapatkan segalanya. Di keramaian pesta dansa nanti, semoga ia sanggup menahan dahaga. Banyak perawan dan perjaka, aroma darah yang menguar, aroma keringat yang lembap, semoga semua itu tidak membuatnya putus asa. . TBC 06 Juni 2020 by Pepperrujak
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN