SIENA 9

1575 Kata
Siena, Sakit tak berdarah itu bukan karena patah hati, tapi karena tonjokan gue. Lo mau coba? _Siena_ Siena mendengus saat menatap rumahnya yang kosong. Andai saja Aksa tidak semenyebalkan tadi, dia pasti masih ada di markas. Tidak perlu dirinya merasa kesepian karena rumahnya yang kosong. Siena pun membuka pagar kecil di depan rumahnya. Kembali menutupnya lalu masuk ke dalam rumah. Sepi, itulah keadaan rumahnya saat ini. Warna ruangan yang meremang dengan hawa dingin kembali membuat Siena mendengus. Aksa sialan memang. Dia bersumpah akan menghajar Aksa besok! Siena melemparkan tasnya sembarangan. Gadis itu merebahkan dirinya kasar di atas kasur. "Rumah segede ini, tapi gue sendirian," gumam Siena. Drt. Drt. Drt. Ponsel Siena bergetar. Gadis itu mendengus malas sekali lagi. Dengan ogah-ogahan dia duduk merogoh saku celananya. Siena berdecak saat tahu siapa yang meneleponnya. Dia jelas langsung menggeser tombol merah tanpa pikir panjang. Tingtung. Pesan singkat masuk ke ponselnya. Siena meliriknya sebentar. Pasti dari orang yang sama. Karena dia malas akhirnya dia memilih kembali merebahkan diri. Namun, dia harus kembali berdecak sebal karena ponselnya kembali berdering. Siena terpaksa mengambil ponselnya kembali berniat menolak panggilan itu. Namun, matanya terbelalak saat nama Yasa Imut meneleponnya. Gadis itu kemudian mendengus, tidak habis pikir si Yasa itu menamai kontaknya di ponsel Siena dengan nama alay begitu. "Sialan. Masa namanya alay begini?!" Meski begitu, Siena tetap memenerima telepon dari Yasa. "Halo! Siena ini Yasa! Siena kenapa nggak telepon Yasa, sih?!" Mulut Siena ternganga. Dia baru saja ingin berkata "halo", tapi sudah didahului Yasa. "Siena masih di sana?!" "Hm." Siena berdeham pelan. "Siena! Yasa udah bilang sama pacar Yasa kalau Yasa punya temen baru." Siena memutar bola matanya. "Terus?" "Pacar Yasa ... nggak suka." Mendengar itu, Siena mengubah mimik wajahnya. "Kenapa?" "Pacar Yasa nggak suka Yasa sama Siena temenan," ulang Yasa. "Iya, nggak suka kenapa?" tanya Siena mulai geram. Ya siapa sih yang tidak gemas dengan Yasa? Kalimat polosnya dan sedikit tidak nyambung itu merupakan perpaduan menyebalkan. "Pacar Yasa galak." Siena mengatupkan mulutnya. "Yasa tetep mau temenan sama Siena. Siena jangan bilang pacar Yasa, ya?" "Lo pikir gue tahu siapa pacar lo?" Terdengar suara riang dari seberang sana. "Maaf-maaf. Besok kapan-kapan Yasa kasih tahu." "Nggak usah. Nggak penting." "Tapi ..." "Gue temenan sama lo, bukan pacar lo Yasa." _Siena_ Siena mengumpat pelan saat tidak sengaja badannya terjatuh karena terdorong sesuatu. Dia mengusapkan kedua tangannya beberapa kali untuk menghilangkan pasir yang menempel. "Maaf, gue nggak sengaja." Usapan tangan Siena terhenti. Gadis itu menggigit bibir bawahnya sebentar kemudian mengumpat pelan. Dia mendongak, menatap si penabrak dengan tatapan tajam. "Lo sengaja mau balas dendam sama gue, ‘kan? Masalah kemarin saat gue tonjok lo?" tuduhnya. Ria yang tidak sengaja menabrak Siena langsung menggeleng cepat. "Enggak!" Siena tertawa pelan. "Memar di wajah lo belum hilang. Lo mau gue tambah lagi? Pipi kiri misalnya?" "Gue nggak sengaja. Kenapa sih lo nggak percaya?" "Kenapa, ya?" tanyanya pada Ria. Telunjuknya mengetuk-ngetuk beberapa kali di dagunya. "Mungkin karena lo munafik?" Terlihat Ria berwajah kesal. "Lo nggak bisa bilang gue munafik! Lo tahu apa tentang gue?!" "Lo lupa kalau kemarin lo ngaku?" tanya Siena dengan wajah dibuat terkejut. "Siena?" Siena langsung mendengus saat mendengar suara yang memanggil namanya. Sedangkan Ria langsung tersenyum menatap orang itu. "Hai, Saka!" Saka melirik Ria sebentar dengan senyum tipis, kemudian kembali menatap Siena "Jangan main tangan sama dia," katanya pada Siena. Siena yang sedari tadi menahan geram terhadap Ria seolah mendapatkan keberuntungan karena bisa melampiaskan kekesalannya sekarang. "Lo belain dia?" "Apa salahnya? Dia emang pantes di belain daripada lo." Siena tertawa pelan. "Jadi bener lo kemarin hmft–" Saka menutup mulut Siena cepat. Matanya melotot tajam menghunus. Sesekali dia juga melirik Ria. Ria yang menyaksikan itu tersenyum tipis menahan perih. "Jangan bilang apa pun soal kemarin ..." kata Saka begitu pelan agar tidak didengar oleh Ria. Siena meronta berusaha melepas bungkaman Saka. "Gue bakalan lepas, asal lo nggak bongkar soal kemarin." Siena pun mengangguk cepat dengan tangannya yang masih berusaha melepas bungkaman Saka. Saka akhirnya melepasnya. Laki-laki itu berdiri tegap seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal dia berhasil membuat Ria yang ada di sana tersenyum sendu. "Ya, udah lo berdua kelarin masalah lo. Gue pergi!" kata Siena ketus. Dia memilih pergi daripada berurusan dengan Saka. Saka yang hanya tinggal berdua dengan Ria pun berniat pergi juga. Tapi, gadis itu mencegahnya. "Saka?" Saka berhenti melangkah tanpa menoleh. "Salah kalau Ria mau perbaiki lagi?" Mendengar pertanyaan itu seperti membawa jiwanya ke masa lalu. Lima tahun lalu sebelum dirinya pergi dari Indonesia. "Saka, kamu juga masih say–" "Lo tahu kalau gue nggak suka omong kosong kaya gitu. Perasaan bukan main-main, Ria. Sekali kamu tinggal, kamu akan terjaga, begitupun ketika kamu memilih pergi. Sekali kamu pergi, kamu akan terlupa." "Saka ..." "Lupain kita yang dulu, Ria. Terima kenyataan tentang kita yang sekarang." _Siena_ "Siena!" "Sialan!" maki Siena pelan. "Siena, kenapa belum ganti warna cat rambut?" Siena tersenyum masam saat berbalik menatap Bu Jihan. Gadis itu menahan kesal bukan main saat ini. Lagi pula, ini bukan sekali dua kali Bu Jihan menegurnya. Ini bahkan sudah menjadi yang kelima kali dalam satu bulan. "Ini warna bagus buat saya, Ibuk. Saya kelihatan putih. Coba deh Ibuk juga–" "Saya sampai pusing denger kamu panggil ibak-ibuk begitu. Lagian, saya ini udah tua. Kamu pikir bakalan suka rambut hampir putih begitu? Yang ubanan aja pada warnain rambutnya gelap. Lah kamu malah pengen kelihatan kaya ubanan!" Siena berganti berwajah datar. "Ini tren, Ibuk. Keren rambutnya begini. Coba deh Ibuk–" "Nggak ada Siena! Nggak ada yang rambutnya kaya kamu itu. Warnanya nyolok di mata!" "Bapak saya nggak bawel loh, Buk. Katanya cantik kok!" Bu Jihan memijit pelipisnya pelan. "Pusing saya!" Siena tersenyum lebar. "Jangan urusin saya, Buk. Itu obat ampuh!" Bu Jihan langsung melotot menatap Siena. "Siena!" Siena menyengir lebar kemudian berlari kencang meninggalkan Bu Jihan yang masih berwajah kesal. "Siena!!! Cantik!" teriak gadis itu kegirangan. Bugh. Siena terpental kembali. Gadis itu mendelik tajam saat menatap laki-laki persis seperti Saka yang begitu dekat dengannya. Iya, Akas menangkap badannya ala-ala drama korea. Bahkan mata Akas terkunci tepat di manik matanya. Dengan sedikit rasa jijik, Siena mendorong Akas agar berdiri. Gadis itu beberapa kali mengusap lengannya, menghilangkan jejak Akas. "Modus lo!" tuduh Siena dengan wajah kesal. Akas yang ada di depannya menampilkan wajah datar. Laki-laki itu bahkan lebih sibuk mengamati penampilan Siena daripada menanggapi tuduhan Siena. "Gue bisa laporin lo ke polisi atas tindakan pelecehan–" "Lo cantik." Siena mematung menatap Akas yang dia kira Saka semakin aneh. "Lo kebentur di mana, sih? Aneh begitu." "Gue nggak kenal lo siapa. Gue cuma suka lihat lo dari jauh." Siena semakin bingung. Gadis itu bahkan sampai menempelkan telapak tangannya ke dahi Akas. "Sakit ini anak." "Gue sakit. Jantung gue jedug-jedug di deket lo," kata Akas dengan wajah menjijikan bagi Siena. Tanpa kata Siena memilih pergi. Dia ngeri sendiri di dekat laki-laki itu. Berkeliaran bak jin karena begitu cepat berpindah tempat dan berganti baju. "Gue harap kita ketemu lagi!" teriak Akas di belakang sana namun Siena tidak ingin mendengarkan. Dia sudah cukup gila hari ini. _Siena_ Siena terdiam kaku saat ini, langkahnya yang tadi ringan dan begitu lebar harus terhenti karena sosok Aksa di depan sana. Sosok laki-laki yang berhasil membuat dirinya sial bukan main sedari kemarin. Tangan Siena mengepal erat dengan mulut mengatup rapat. Dengan cepat dia kembali berjalan mendekati Aksa. Bugh. Satu pukulan Siena layangkan. Aksa yang dipukul pun hanya terdiam menerima. "Ngapain lo muncul di depan gue?" tanyanya kesal. Namun, Aksa masih tetap diam. "Lo bikin gue sial! Gue kemarin di rumah sendirian! Dia juga telepon gue berkali-kali bahkan kirim pesan! Gue benci papa gue duda, tapi gue lebih benci waktu papa gue nikah lagi!" Aksa menatap Siena. Pemuda itu masih memilih diam membiarkan gadis di depannya melampiaskan amarahnya. "Gue benci sama dia, Sa. Benci karena dia tinggalin gue! Gue juga benci papa! Papa kemarin nggak pulang." "Aksa... apa iya gue nggak pantes disayang? Mereka semua tinggalin gue saat gue butuh!" "Lo terbaik Siena. Ada gue." Siena mendongak menatap Aksa. "Apa boleh gue tanya sekali lagi tentang Aska?" Aksa mengangguk. "Di mana dia? Kenapa menghilang tiba-tiba? Aku sama dia apa, mantan atau pacar? Kapan dia pulang? Kapan dia balas chat gue tiga tahun lalu? Apa dia punya pacar baru di sana? Apa dia bakalan suka sama gue yang sekarang?" Aksa terdiam kaku. Mulutnya menipis menatap Siena. Siena bernapas terengah-engah setelah bertanya sebanyak itu tanpa jeda. Gadis itu langsung memeluk Aksa erat, hingga Aksa terkejut dan sedikit oleng. "Aksa ...." Aksa mengelus rambut gadis itu pelan. "Lo kenapa? Setahu gue Siena yang kuat nggak butuh pelukan," kata Aksa dengan nada lembut. "Gue benci sama lo," balas Siena. Aksa mengembuskan napasnya pelan. "Gue minta maaf soal kemarin ... dan soal pertanyaan lo," pinta Aksa tulus. "Kasih gue alasan." Aksa mendengus. "Kita kelihatan aneh, kalau begini. Lepas dulu, Na." "Kasih gue alasan!" ulang Siena tanpa mendengarkan kalimat Aksa. "Karena dia nggak boleh lo kasarin." Siena langsung melepas pelukan mereka. Gadis itu merapikan bajunya sebelum mendongak menatap Aksa. Dia sudah menduga Aksa tidak akan menjawab tentang Aska. Jadi, dia sudah tahu tentang Aska. Sekarang fokusnya hanya pada Ria. "Kenapa? Kenapa lo dan Saka berkata sama?" "Saka udah ngomong?" tanya Aksa berwajah panik. Siena pun mengangguk. "Apa aja?" "Ya itu ... nggak boleh kasar sama Ria." Aksa bernapas lega. Pemuda itu kembali berekspresi seperti biasanya. Namun, Siena masih dalam posisi memikirkan perkataan Saka tentang Aksa dan Ria. "Empat Kembar dan Si Cantik Ria itu maksudnya apa?" tanya Siena tiba-tiba berhasil membuat Aksa kembali berwajah tegang. _Siena_
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN