KEBINGUNGAN

1037 Kata
Anita Hari ini aku semangat sekali pergi ke kampus. Selain karena hanya ada satu mata kuliah di jam 10 pagi, sore nanti adalah hari pertama latihan di klub. Aku sangat berharap bisa bertemu dengan penolongku yang baru-baru ini kuketahui bernama Sadrabrimo. Orang-orang di klub lebih mengenalnya dengan sapaan Bimo. Latihan sore hari, tetapi aku sudah selesai kuliah di tengah hari. Aku pun memutuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan saja. Satu buku yang kukira menarik kubawa di tempatku duduk sedari tadi. Namun sayang sekali, hubunganku dengan buku yang terlalu akur malah menyebabkan aku ketiduran di atas meja perpustakan. Entah senyenyak apa aku tidur, hingga suara halaman buku yang dibalik membangunkanku seketika. "Jam berapa ini?" ucapku panik. "Astaga terlambat gue..." lagi dan selalu begini, aku si spesialis terlambat. ***** Setelah susah payah berlari menuju lapangan tempat latihan, sesampainya di sana aku kembali diminta berlari. Hukuman terlambat katanya. Kak Bimo si penolongku pun tidak menolong sama sekali. Dia bahkan meninggikan suaranya memerintahkan aku untuk langsung berlari. Susah payah aku melalui 5x putaran lapangan, hingga akhirnya aku bisa mengetahui nama dan jurusan dia. Namanya Bimo, aku merasa nama ini akan sangat mudah untuk kuingat tapi sulit untuk kulupa. Tetapi... dia ternyata mahasiswa jurusan kedokteran. Aku bukannya tidak tahu bahwa mahasiswa-mahasiswa di jurusan itu adalah yang paling sibuk dan tidak pernah bisa terjangkau oleh mahasiswa dari jurusan lain. Hmmm... bisakah aku berharap? Pikiran konyol yang membuatku tersenyum ini akhirnya berhenti karena aku sekali lagi menunjukkan kebodohanku di depan umum. Adakah orang bodoh lain yang mengikuti latihan bulu tangkis tanpa membawa raket? Kurasa cuma aku. ***** "Ini gue pinjemin... awas patah ya... yang sebelumnya aja lo cuma ganti 100 ribu..." ucap Kak Bimo setelah menyerahkan sebuah raket padaku dan berlalu pergi. Setelah kejadian dia menolongku, aku jadi yakin kalau dia tidak berbohong mengenai harga raketnya yang kupatahkan dulu. Buktinya kini dia mengungkitnya kembali, aku jadi merasa malu. "Oh ya..." ucapnya lagi sambil berbalik badan menghadapku. Sayangnya, bukan untuk berbicara padaku saja. Dia mengingatkan kami semua anggota baru bahwa "latihan harus bawa raket sendiri, kok disediakan dibeli dari uang kas keanggotaan, disarankan pakai celana yang leluasa untuk bergerak ya..." Kak Bimo mengucapkan kalimat terakhirnya sambil melirik ke arah celana yang kukenakan. Aku saat ini mengenakan celana skinny jeans putih dengan atasan turtleneck hitam. Ya karena memang ini pakaian kuliahku hari ini, lagi aku tidak ingat untuk menyiapkan baju latihan yang berbeda. Menunduk malu kutatap celana jeans ku yang cantik dan baru kubeli satu bulan yang lalu ini. "Semoga kamu baik-baik saja setelah latihan ya..." ucapku pada si celana sambil menepuk-nepuknya ringan. "Sekarang kalian berdiri sebaris semua. Gue hitung sampai 3, selanjutnya semua lakukan servis bawah ya..." ucap Kak Yuda saat itu. "Mati gue..." gerutuku pelan. "Servis bawah itu yang mana ya?" tanyaku berbisik pada Mia yang berdiri di sisiku. "Gue denger ya... Lo yang di sana... Siapa tadi nama lo?" Kak Yuda kini mengarahkan tatapan tajamnya padaku. "Anita kak..." jawabku. "Lo Anita mundur tiga langkah, balik badan, latihan sama Bimo... Bim, lo jelasin sama dia semua istilah dalam permainan dan gerakan dasarnya... Kalau dia belum paham sampe latihan selesai, minggu depan suruh ganti klub aja..." Kak Yuda kini sudah bertitah dan membuatku gemetar. Tidak... aku tidak mau pindah klub. Aku cuma mau satu klub sama Kak Bimo, penolongku. Jadi aku bertekad untuk memahami semua yang dijelaskan oleh Kak Bimo, setelah aku keluar dari barisan. ***** "Lo ngerti nggak sih?" ucap Kak Bimo setelah 1 jam menjejali segala yang ia ketahui padaku. "Ngerti kok... Cuma gue kalau belajar gampang laper... Kalau laper, lama masuk otaknya..." jawabku sejujurnya karena kini kepalaku panas dan perutku terus berbunyi. Wajah Kak Bimo terlihat kesal mendengar jawabanku. Dia mungkin mengiraku hanya beralasan saja, padahal memang aku tidak bisa berkonsentrasi sejak tadi. Perutku bergemuruh dan kepalaku pusing menolak semua istilah baru yang dipaksa masuk. "Beginian tuh tinggal dicoba biar ngerti... Coba dulu deh nanti juga inget sendiri..." Kak Bimo kini sudah berdiri dan menungguku juga ikut berdiri untuk mencoba beberapa gerakan. "Tadi lo disuruh servis bawah. Posisikan tangan yang megang raket di sini... coba ikutin gue..." perintahnya kembali. Aku pun mengikuti posisi yang ditunjukkannya semampuku. "Tangan kiri lo turunin dikit. Jangan melebihi dada..." ucapnya lagi. Aku pun menurunkan posisi tanganku tadi sedikit di bawah d**a. "Di sini..." katanya sambil menggenggam tanganku yang di depan d**a dan menurunkannya sedikit ke bawah. Gerakan dan tekanan tangannya yang menarik tanganku ke bawah secara tidak langsung membuat sisi dalam tanganku bersentuhan dengan bagian luar bajuku. Sisi tangan itu turun menyusuri bagian lekuk d**a yang tampil pongah akibat turtleneck pas badan yang kukenakan. Gidikan dan debaran jantung kuat karena rasa kikuk yang muncul membuat tanganku gemetar. Apakah yang barusan bisa dijelaskan sebagai tangan Kak Bimo baru saja menyusuri lekuk tubuhku dengan media tanganku? Aduh pikiran apa yang baru saja muncul di atas. Sepertinya aku sudah tidak waras. "Lo nggak dengerin gue ya? Sekarang pukul koknya, biar lo tau apa yang dimaksud dengan servis bawah..." teguran Kak Bimo dengan suaranya yang menenangkanku dulu saat menangis menyadarkanku dari lamunan panjang. Aku pun mengangguk kencang menandakan aku memahami instruksinya. Tuk... aku memukul kok dengan raket di tanganku. Kenapa bunyinya nyaring sekali? Seharusnya tidak seperti ini setahuku. "Tadi lo mukul pake rangka raket bukan raketnya... Ulang..." ucapnya dingin. Begitulah terus aku mengulangi beberapa gerakan dasar dalam bulutangkis, hingga peluh membasahi tubuhku. Setelah beberapa menit beristirahat dengan duduk di pinggir lapangan, tiba-tiba Kak Yuda menghampiriku. "Apa aja yang lo udah pelajari dari Bimo tadi?" tanyanya. Aku menjawab dengan percaya diri beberapa gerakan yang sudah cukup kukuasai. "Tunjukkin gue mau lihat..." titahnya lagi. Aku pun berdiri dari posisi dudukku, walau sebenarnya sudah sangat kelelahan dan pinggulku rasanya mau copot entah kenapa. Kak Yuda berjalan sedikit ke tengah lapangan, yang kuikuti tanpa banyak bertanya. "Eh Anitaaaa... celana looo..." teriak Mia histeris. Wajah bingung kutolehkan padanya, tapi malah Kak Bimo yang kulihat melangkah mendekat ke posisiku berdiri saat ini. Sesaat kemudian dia mengikatkan kemejanya (yang entah dari mana) di pinggangku. "Pake itu buat nutupin celana lo..." ucapnya pelan. "Bang... dia kayaknya harus buruan pulang... minggu depan aja kita lihat gerakannya..." ucapnya lagi kali ini pada Kak Yuda. Aku yang masih kebingungan pun hanya menurut saat dia melepaskan raket dari tanganku dan menarikku ke pinggir lapangan, sebelum akhirnya membawaku keluar dari arena latihan. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN