bc

Terjerat Cinta Istri Kontrak

book_age18+
48
IKUTI
1.2K
BACA
revenge
contract marriage
family
HE
love after marriage
age gap
friends to lovers
kickass heroine
boss
stepfather
heir/heiress
drama
bxg
brilliant
city
office/work place
cheating
like
intro-logo
Uraian

Menginjak usia tiga puluh satu tahun, Kalingga Sean Tirtayasa didesak untuk segera menikah oleh orang tuanya. Mendapat beberapa ancaman, tapi belum move on dari mantannya terdahulu, Sean memutuskan untuk mencari istri kontrak. Semesta berpihak, takdir mempertemukan Sean dengan Isyana—gadis polos yang hampir dia celakai di sebuah perjalanan. Mengobrol banyak hal lalu merasa saling membutuhkan, Sean memutuskan untuk menikahi Isyana secara kontrak.Bertekad untuk tidak mencintai Isyana, Sean justru dibuat tertarik oleh sifat dan sikap gadis itu, sampai akhirnya sebuah fakta tidak terduga tentang Isyana, terbongkar—membuat Sean kecewa.Rahasia apakah yang selama ini disembunyikan Isyana? Lalu, ketika rasa marah menyelimuti, bisakah Sean memberikan maaf untuk perempuan itu, atau justru Sean membalas apa yang Isyana lakukan?

chap-preview
Pratinjau gratis
PROLOG
*** "Pak, tolong dong, Pak, minggir dulu sebentar! Ibu saya kecelakaan. Saya harus ke rumah sakit!" Di tengah ramainya jalanan malam ini, teriakan Isyana berhasil menarik perhatian para pengendara lain yang nampak heran dengan apa yang dia lakukan. Tidak peduli pada tatapan aneh orang-orang, Isyana terus berusaha mencari celah untuk melajukan motornya agar segera sampai di rumah sakit. Ini antara hidup dan mati. Isyana yang beberapa waktu lalu tengah menunggu penumpang seperti biasa, dibuat shock setelah salah seorang tetangganya memberitahukan tentang kecelakaan yang menimpa sang ibu. Entah bagaimana kronologinya, Isyana tidak bertanya banyak saat dihubungi. Namun, yang jelas Paramitha—sang ibu, katanya menjadi korban tabrak lari oleh sebuah mobil di depan gang rumahnya, dan tidak dalam kondisi baik karena mengalami luka parah beberapa bagian tubuh. "Bapak, Ibu, ayolah minggir dulu! Kasih saya jalan sebentar, Ibu saya kritis!" Lagi—dengan raut wajah panik dan sambil menahan tangis, Isyana kembali berseru sambil berharap para pengendara di depannya berbelas kasihan, dan memberikan jalan. Namun, tidak peduli seberapa kencang Isyana berteriak, mereka menulikan telinga, sehingga ketika pada akhirnya posisi jalan dan trotoar berdekatan, Isyana mengambil jalan nekad dengan melajukan motornya di jalanan yang tidak seharusnya dia lewati. "Woy, Mbak! Ini trotoar! Mikir dong!" "Heh, enggak punya otak lo ya!" "Cewek sinting!" Diteriaki para pejalan kaki yang dia ganggu kenyamanannya, Isyana berusaha abai dan terus melajukan motornya sekencang yang dia bisa. Terbebas dari kemacetan, dia terus menambah laju motornya, hingga setelah perjalanan yang cukup panjang, Isyana akhirnya sampai di depan IGD sebuah rumah sakit besar. "Pak, gimana Ibu?" tanya Isyana pada salah seorang tetangganya yang terlihat berjaga di depan IGD. "Udah ditangani belum?" "Ibu kamu enggak baik-baik aja, Isyana. Barusan Dokter nemuin Bapak terus bilang kalau katanya Ibu kamu harus dioperasi," ungkap sang tetangga yang berhasil membuat Isyana hampir terkena serangan jantung, saking kagetnya. "Cuman, sebelum itu, administrasinya harus diurus. Jadi kamu sana ke meja pendaftaran dulu dan urus semuanya. Kalau udah selesai, kamu ke sini lagi." "Di mana loket pendaftarannya, Pak?" "Di sana." Tanpa banyak ba bi bu, Isyana bergegas menuju mendaftaran. Dilayani seorang perawat, dia menyebut nama lengkap sang ibu lalu kronologi kecelakaan yang menimpa Paramitha. Diminta mengurus administrasi, Isyana pikir yang perlu dia lakukan hanyalah mengisi data diri. Namun, ternyata salah, karena sejumlah uang harus dia berikan sebagai pembayaran dimuka operasi yang akan dilakukan sang ibu. "Dua puluh lima juta banget ini, Sus?" tanya Isyana, setelah perawat menyebut nominal yang tidak sedikit. "Saya enggak ada kalau segitu, tapi kalau tiga jutaan ada." Bukan orang berada, Isyana cukup terkejut saat diminta membayar uang muka yang cukup besar. Bekerja sebagai ojeg online, pendapatannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga uang di rekeningnya kini bahkan tak sampai lima juta. "Maaf, Mbak, tidak bisa kalau harus tiga juta," jawab sang perawat. "Biaya operasinya kan lima puluh juta. Jadi Mbak minimal bayar setengahnya." "Ya saya enggak ada, Sus," ucap Isyana, sambil mendesah. "Ayolah. Kondisi ibu saya enggak baik-baik aja sekarang. Kalau enggak segera dioperasi, beliau bisa kenapa-kenapa. Suster mau tanggung jawab memangnya?" "Maaf, Mbak, ini kebijakan rumah sakit. Saya enggak bisa bantu." Isyana mendesah gusar dengan raut wajah frustasi. Pikirannya buntu, sementara panik dan khawatir kini menguasai dirinya. Harus ke mana mencari uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat, itulah yang dia pikirkan, hingga tidak berselang lama sebuah nama melintas di benaknya—membuat dia kembali buka suara. "Sus, saya cari dulu uangnya ya. Kurang dari satu jam, saya ke sini lagi. Bisa, kan?" tanya Isyana. "Bisa, Mbak, tapi diusahakan secepatnya ya. Pasien harus segera mendapatkan penanganan soalnya." "Oke." Tidak banyak bicara, Isyana pergi dari loket pendaftaran dengan niat; pergi ke rumah keluarga Gardapati. Bukan saudara atau kerabat, mereka adalah majikan Paramitha yang Isyana yakini bisa membantunya. "Aku harus minta tolong sama Pak Panji," ucap Isyana sambil melangkah menuju IGD. "Aku yakin Pak Panji bisa bantu aku dan pinjemin aku uang untuk bayar operasi ib ... Pak Panji?" Baru sampai di IGD, langkah Isyana terhenti setelah sosok yang hendak dia temui, justru berdiri tidak jauh dari sang tetangga yang sejak tadi menunggui Paramitha di luar. Kaget? Jawabannya tentu saja iya. Namun, karena ingatannya langsung tertuju pada operasi sang Ibu, Isyana melanjutkan langkah sambil memanggil nama majikannya itu. "Pak Panji." "Saya dengar ibu kamu jadi korban tabrak lari, apa benar?" tanya pria di depan Isyana dengan raut wajah datar. Bukan pria tua, Panji baru berusia tiga puluh dua tahun dan berstatus pewaris utama di keluarga Gardapati. Tidak terlalu akrab dengan pria itu, Isyana selalu merasa canggung setiap kali bertemu, karena aura majikan ibunya tersebut cukup kuat. "Iya benar, Pak," ucap Isyana. "Dan sekarang Ibu harus dioperasi. Cuman, katanya saya harus bayar dulu uang mukanya. Kalau enggak, Ibu enggak bisa ditangani." "Berapa uang yang harus kamu bayar?" "Dua puluh lima juta, Pak," ucap Isyana mengadu, dengan harapan; Panji bersedia membantunya. Tidak berharap diberi secara cuma-cuma, dipinjami pun Isyana akan sangat bersyukur karena di kondisi darurat seperti ini, dia tidak tahu harus meminta bantuan pasa siapa selain majikan ibunya itu. "Cukup besar ya," ucap Panji, memberikan komentar. "Enggak punya asuransi memangnya kamu sama ibu kamu?" "Enggak, Pak," ucap Isyana sambil menggeleng. Tidak mau berbasa-basi, dengan segera dia berkata, "Kalau Pak Panji berkenan, saya mau pinjam dulu ke Bapak buat bayar operasi Ibu. Nanti setelah Ibu ditangani, saya akan cicil bayar dan—" "Dapat uang darimana kamu buat bayar?" tanya Panji sambil mendekat. "Dua puluh lima juta itu cuman setengah dari biaya operasi ibu kamu. Setelah itu kamu harus melunasinya dan membayar juga biaya perawatan Ibu kamu. Mampu memangnya?" Isyana menggigit bibir bagian bawah, sementara—masih dengan raut wajah datar, Panji mengikis jarak diantara mereka sebelum kemudian kembali bicara. "Kalau kamu mau, saya bisa bayar semua biaya operasi ibu kamu berikut perawatannya sampai dia sembuh," ucap Panji. "Tapi tentunya semua itu tidak cuma-cuma. Kamu harus bayar semua bantuan saya dengan segera. Bukan pakai uang, tapi pakai jasa." "Jasa?" tanya Isyana, sambil mengerutkan kening. "Jasa apa maksud Bapak?" Panji tidak menjawab dan hanya memandang Isyana dari atas sampai ke bawah, hingga selang beberapa detik setelahnya dia bicara. "Kamu harus menikah dengan seseorang yang saya pilih," ucapnya. "Tidak hanya itu, kamu juga harus menjalankan misi yang saya perintahkan. Kalau berhasil, semua biaya pengobatan ibu kamu, gratis, tapi kalau gagal, kamu harus ganti rugi semua uang itu. Bersedia?" Isyana memandang Panji lekat sambil mencerna ucapan pria itu, hingga tidak berselang lama dia bertanya, "Sebelum saya jawab iya, apa boleh saya tahu siapa laki-laki yang akan menjadi pasangan saya, Pak?"

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook