bc

Keistimewaan Dalam Cadar Aisyah

book_age16+
118
IKUTI
1K
BACA
family
like
intro-logo
Uraian

Aisyah berjalan secara perlahan mendekati suaminya yang sedang menelpon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari ia pakai untuk menutupi tubuhnya telah ia lepas, kini ia hanya sedang memakai sebuah baju tidur yang sangat tipis dan menerawang. Aisyah memberanikan dirinya untuk terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.

" Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah ! Karena, aku hanya mencintaimu. "

Aisyah lansung menghentikan langkahnya, lalu ia mundur secara perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, lalu ia berjalan kembali masuk ke dalam kamar mandi. Syam tidak mengetahui jika Aisyah mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di untung telepon.

Bagaimana kelanjutan pernikahan Aisyah dan Syam.?

chap-preview
Pratinjau gratis
Aisyah
Aisyah segera menutup laptopnya begitu ia mendengar suara pintu di ketuk, ia segera berdiri lalu berjalan mendekati pintu lalu membukanya. “ Kakak, di panggil sama Abah. " Ucap Maryam adiknya. Aisyah mengangguk pelan. “ Sebentar, Kakak ambil niqab kakak dulu." Ucap Aisyah lalu berjalan mendekati mejanya di ikuti oleh sang adik di belakangnya. Aisyah mengambil cadarnya lalu segera memakainya. “ Kakak. " Ucap Maryam yang berdiri di belakang Aisyah. “ Hmm... " Jawab Aisyah yang sedang merapikan cadarnya yang baru di pakainya. “ Kakak akan menikah.? " Tanya Maryam pelan, ada nada kesedihan dalam pertanyaannya. Aisyah segera membalikkan badannya, melihat Maryam yang kini tertunduk lesu. Aisyah tersenyum sambil memegangi wajah adiknya dengan lembut. “ Seperti kak Sabrina, kak Aminah dan kak Wati, kakak juga pasti akan menikah sayang. " “ Terus, Maryam akan sendirian dirumah ini.? " Aisyah tersenyum. “ Kok sendiri ? kan, ada Ummi dan Abah." Jawab Aisyah sambil mengusap punggung adiknya. Maryam menggelengkan kepalanya. “ Ada Ummi saja, Abah jarang ada dirumah. " Jawab Maryam dengan cemberut. Aisyah tersenyum. “ Udah, katanya Abah manggil Kakak ? Nanti Abah marah, loh" Aisyah melepaskan pelukan adiknya lalu menariknya berjalan keluar untuk menemui sang Ayah di Pendopo Pesantren yang berada tak jauh dari rumah. *** “ Tanggal pernikahan mu sudah di tetapkan, Nak " ucap Abah mengagetkan Aisyah. Namun, sekaget apapun Aisyah, ia masih tetap menundukkan wajahnya di depan sang Ayah, ia hanya menjawab dengan anggukan kecil saja. “ Minggu depan kamu akan menikah sayang. " Ummi yang duduk di samping Aisyah mengusap lembut punggung putrinya. Aisyah melirik sang Ibu di sampingnya, dengan senyuman kecil di balik cadarnya yang entah terlihat atau tidak, Aisyah lagi-lagi hanya bisa mengangguk pelan. “ Persiapkan dirimu Nak, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang istri. Mudah-mudahan ajaran agama yang Abah dan Ummi tanamkan padamu sejak kecil bisa menjadikanmu istri yang sholehah. " Ucap Abah. “ Iya, Abah " Jawab Aisyah pelan. Wati sang kakak mendekati Aisyah lalu memeluknya erat. “ Kamu akan pergi dari sini.? Seperti kak Sabrina dan kak Aminah, kamu akan ikut suamimu. Kamu tahu, sebenarnya kakak sedih karena harus berpisah dengan kalian. Tapi, seperti kata Abah dan Ummi, fitra seorang perempuan adalah bersama suaminya. " *** Setelah selesai, Aisyah dan Maryam berjalan kembali menuju ke rumah mereka. Sepanjang perjalanan, banyak santri wanita ysng menyapanya dengan memberi salam. Aisyah menjawab salam mereka dengan ramah, sebagai seorang putri dari pimpinan Pondok Pesantren tempat mereka belajar. Aisyah sudah pasti di kenal oleh seluruh santri wanita disana, apalagi dia yang selalu aktif mengikuti seluruh kegiatan dan bahkan Aisyah sesekali menjadi pembimbing bagi santri disana. Sesampainya dirumah, Aisyah segera masuk kedalam kamarnya. Ia lalu membuka niqabnya kemudian ia duduk perlahan diatas kasurnya. Aisyah kembali mengingat perkataan Abah kalau minggu depan ia akan segera menikah. Aisyah merebahkan tubuhnya diatas kasur. “ Akhirnya, hari itu datang juga. Minggu depan aku akan menikah dan meninggalkan tempat ini. " Gumam Aisyah pelan. Aisyah mencoba mengingat kembali calon suami yang hanya satu kali ia temui, dan itu pun sudah sangat lama sekali kira-kira sekitar 3 tahun yang lalu. Dari pertemuan itu, ia tidak begitu jelas melihat wajah calon suaminya, bahkan bisa di bilang kalau ia tidak melihatnya sama sekali. Selain karena ia selalu menundukkan kepalanya waktu itu, melihat wajah seorang pria yang bukan mahramnya tidak pernah dan tidak berani ia lakukan. Tentu saja, karena Aisyah tumbuh dan kembang di lingkungan Pesantren, ajaran agama telah di ajarkan padanya saat usianya masih sedini mungkin, ia tumbuh di lingkungan yang ketat akan taat aturan ajaran agama. Apalagi sang Ayah yang menjadi Pimpinan Pondok Pesantren lebih mengajari semua anak-anaknya sendiri dengan aturan yang lebih ketat lagi keras. Tak heran, jika semua anaknya tumbuh dengan bekal ilmu agama yang melekat pada diri mereka dengan kuat. Hasil dari didikan itulah, sehingga ketiga kakak laki-laki Aisyah mengikuti jejak sang Ayah. Semuanya menjadi Ustadz untuk membantu sang Ayah membimbing para santri laki-laki di Pondoknya, sementara ketiga kakaknya yang perempuan juga sudah menikah namun ada yang masih aktif menjadi pembimbing bagi santri wanita. Seperti, Wati yang di nikahkan Ayahnya dengan salah seorang Ustadz yang juga membimbing di Pesantrennya. Smentara Sabrina dan Aminah ikut dengan suaminya. Sabrina di pinang oleg seorang hafidz Qur'an dan kini ikut suaminya ke Mesir, sementara Aminah menjadi menantu dari salah satu sahabat baik Ayahnya seoarang Alim Ulama yang juga Pimpinan Pondok Pesantren di luar daerah. Lalu bagaimana dengan nasib Aisyah.? Nasib Aisyah sama seperti dengan semua kakak-kakaknya, menikah karena di jodohkan. Sang Ayah telah mencari dan memilihkan jodoh terbaik untuk putra-putrinya, ingin agar semua calon menantunya memiliki ilmu agama yang kuat. Karena itulah, hampir semua menantunya juga sama-sama putra atau putri dari Kyai atau Ustadz yang tak beliau ragukann lagi kadar keilmuannya tentang agama. Namun kali ini berbeda dengan Aisyah, rupanya ia akan di nikahkan bukan dengan anak seorang Kyai atau Ustadz sama seperti yang lainnya, melainkan anak dari sahabatnya sedari kecil. “ Nikahkan salah satu putrimu dengan putraku satu-satunya, aku ingin sekali berbesan denganmu. " “ Aku ingin mempunyai menantu yang shalehah, menantu yang nanti akan melahirkan cucuku dan mendidiknya menjadi anak yang juga sholeh dan shalihah." “ Aku yakin jika kriteria menantu idamanku ada pada semua putri mu, karena itulah aku ingin melamar salah satu dari mereka untuk putraku. " Permintaan sahabat Abah itu telah di utarakan nya beberapa tahun yang lalu. Waktu itu, semua putri Abah belum ada yang menikah. Namun, Abah tidak bisa menikahkan Sabrina, Aminah atai Wati kepada putra temannya karena mereka semua sudah ada yang meng-khitbah dari jauh-jauh hari. Akhirnya, demi memperpanjang tali silaturahmi dan juga untuk merekatkan hubungan kekerabatan mereka, Abah memilih Aisyah untuk di nikahkan dengan putra sahabatnya itu. Walaupun sebenarnya calon menantu tidak sesuai kriterianya. “ Anakku seorang Dokter, dia akan lulus program spesialisasinya dua tahun lagi. Tadinya aku ingin segera menikahkannya dengan putrimu sesegera mungkin, tapi ternyata dia ingin menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu. " “ Tidak apa-apa, tidak usah terburu-buru, lagi pula putriku juga masih terlalu dini untuk di nikahkan sekarang. Usianya baru 17 tahun " “ Kalau begitu, pas sekali 3 tahun lagi anakku akan selesai program spesialisasinya dan putrimu genap usia 20 tahun, mari kita nikahkan mereka. " Abah menyetujuinya. Betapa senangnya sahabat Abah waktu itu. Dia tidak menyangka kalau lamarannya akan di terima, sahabatnya itu berkenan menikahkan salah satu putrinya dengan putranya satu-satunya. Tentu saja siapa tidka akan senang mendapatkan seorang besan seperti Haji Samad At-Thayyib, seorang Pimpinan pondok Pesantren yang cukup terkemuka. Pesantrennya terbilang cukup besar walaupun berada di pinggiran kota, putra-putrinya juga di kenal sebagai anak yang berbakti, sholeh dan shalihah. Sementara itu, walaupun diliputi sedikit keraguan karena akan menikahkan Aisyah dengan sorang Dokter yang sama sekali bukan kriterianya. Namun Abah menyerahkan semuanya kepada Allah SWT dan yakin jika ini adalah jalan takdinya, kemudian beliau juga yakin kalau seorang Dokter adalah pekerjaan yang mulia, syiar agama tidak melulu haris berdakwah dan mengajar, tapi bisa juga dengan membantu sesama dan menjadi Dokter salah satunya. Dan hal lain yang membuatnya juga yakin adalah beliau sudah sangat mengenal Haji Ancu. Sahabat nya itu adalah orang yang sangat baik, mereka berteman sejak masih kecil. Saat keduanya menuntut ilmu di Pesantren yang sama, persahabatan mereka tka lekang oleh waktu dan masih terus terjaga baik hingga saat ini. Haji Ancu sering kali menyumbangkan dana ke Pesantrennya hanya karena ingin tetap mempererat tali silaturahmi, tak jarang juga beliau sering kali memberikan bantuan untuk kemajuan Pesantren. Sehingga Abah yakin jika putranya juga pasti orang yang baik dan kayak untuk di jadikan suami nya Aisyah. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Rise from the Darkness

read
8.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Rebirth of The Queen

read
3.7K
bc

FATE ; Rebirth of the princess

read
35.9K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

TERNODA

read
198.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook