Eara mengguyur tubuhnya. Entah sudah berapa kali pria itu menyutubuhinya, hingga akhirnya pria itu tertidur di kasur besarnya. Tubuhnya terasa lelah, tenaganya terkuras dengan permainan gila pria itu. Bahkan area kewanitaannya terasa sangat sakit. Tapi yang lebih sakit adalah hatinya. Pria itu terus meneriakinya jalang. Seakan dia adalah w************n yang sengaja menjajakkan tubuhnya. Eara yang tidak ingin tidur di kamar itu, mencari cara untuk pergi dari kamar besar itu. Hingga dirinya menemukan baju kotor tuan besar. Dia terpaksa memakainya dan membawa pakaiannya yang sudah terkoyak. Dan kini, di kamar mandi pelayan, Eara meringkuk di bawah shower. Dia ingin menangis, berteriak dan jika bisa dia ingin membunuh dirinya sendiri. Tapi bayangan ibu membuatnya menghilangkan pikiran itu.
Eara hanya bisa pasrah dan membersihkan tubuhnya. Dan dia pun berusaha untuk beraktifitas seperti biasanya. Walau dia sadar, tatapan para pelayan seakan tahu apa yang terjadi padanya. Belum lagi, para pengawal yang menatapnya seperti jalang murahan. Apa dia tidak seberharga itu? Eara menarik napas dan menghelanya. Dia mengacuhkan apa pun perkataan orang dan menghabiskan waktu dengan bekerja. Dia tidak bisa duduk diam sedetik saja. Karena saat dia terdiam, membuatnya gemetar ketakutan dan kembali ingin menangis.
****
Tidak pernah ada satu wanita pun yang pergi setelah bercinta dengannya. Semua jalang itu akan berlagak terluka, lalu tertidur di ranjangnya dan pada pagi harinya mereka akan bertindak seperti jalang. Mereka akan bermanja, merayunya, kembali menjajakan tubuhnya dan akhirnya menginginkan apa yang mereka inginkan. Yang tidak lain adalah uang.
Tapi untuk pertama kalinya Adrel mendapati seorang jalang yang hilang dari kasurnya saat dia bangun. Tetapi itu tidak merubah pemikirannya. Baginya pelayan tidak lebih dari jalang yang akan menggodanya. Mungkin ini rencana wanita itu agar dia luluh. Tapi Adrel tidak akan terkena oleh rencana apapun yang perempuan itu pakai. Adrel membuka pintu brangkasnya dan mengeluarkan satu kotak perhiasan yang lengkap. Jika perempuan itu memiliki rencana busuk, dia pun bisa memancingnya. Wanita mana yang akan menolak benda berkilau? Adrel memanggil Dorothy, untuk membawa perempuan yang menghangatkan kasurnya semalam.
Nyonya Dorothy mengangguk dan berjalan keluar. Dia tidak susah mencari para pelayan, karena walau usianya sudah terbilang lanjut, ia masih mengingat jadwal seluruh pelayan. Dan ia yakin Eara sedang merapihkan ruang tamu bersama dua temannya.
“Eara, tuan memanggilmu. Sekarang,” ucap Dorothy dengan penuh penekanan. Eara menggigit bibirnya, merasakan gemetar di tubuhnya semakin menjalar. Tubuhnya kaku tak bisa digerakkan. Tidak bisakah tuan mencari wanita lain? Eara menggigit bibirnya semakin dalam, membuat bibirnya itu sedikit terluka.
“Eara. Kamu mendengar saya, bukan?” tanya Dorothy. Eara yang sempat tersentak, menganggukkan kepala dan mulai melangkahkan kakinya yang terasa lemas. Eara mengikuti Dorothy yang mengantarnya sampai tangga, lalu wanita itu menyuruhnya untuk menapaki tangga itu sendiri.
Langkah Eara terasa gemetar, semakin tinggi ia berjalan, semakin kuat rasa takutnya. Belum lagi para pengawal yang benar-benar memandang rendah dirinya. Kalau saja tetangganya itu mengatakan konsokuensi bekerja di tempat ini, mungkin Eara akan berpikir seratus kali. Tidak heran jika tuan mengganji para pelayan di atas rata-rata gaji pelayan. Karena mereka tidak hanya merapihkan rumah, mereka juga di tuntut melayani ranjang pria b******n itu.
Jika semalam Eara bisa berdiri lebih lama di depan pintu bergagang emas itu. Kini dia tidak bisa melakukannya, karena sang pengawal sudah lebih dulu membukakan pintu untuknya. Eara memasuki kamar itu dan bayangan itu benar-benar masih melekat dikepalanya. Seluruh yang dilakukan pria itu. Kini pria itu terlihat duduk dengan angkuh di bangku kerjanya. Seakan tidak menyadari kehadirannya.
“Apa kamu mengingat kenangan indah kita semalam? Sampai kamu tidak bisa berjalan,” Ucap Adrel. Eara tersentak dengan suara bariton itu. Dia berusaha melupakan kenangan buruk itu dan melangkah mendekati tuan angkuh dan arogan itu.
“Anda memanggil saya, tuan?”
Eara melihat pria itu mengangkat kepalanya dan menatapnya. Eara tak bisa membohongi dirinya, kalau mata pria itu sangatlah indah. Bentuk wajah diamond yang menegaskan bentuk rahang dan juga wajah angkuhnya. Pria itu tak berkata apa pun, dia mengambil sebuah kotak beludru berwarna hitam keemasan.
“Itu hadiah karena kamu sudah memuaskanku semalam,” ucapnya dengan nada dingin. Seakan-akan dirinya memanglah jalang yang ditugaskan untuk memuaskannya. Eara tidak ingin menerimanya, walau dia sudah kehilangan kesuciannya. Namun, dia tahu kalau pria ini pasti akan semakin menekannya jika dia menolak hadiah itu.
Melihat Eara yang bergeming membuat Adrel menatapnya semakin dingin. Dia melempar kotak itu kehadapan Eara dan berucap,” ambil hadiahmu dan pergi, sebelum aku kembali menarikmu keranjangku.”
Eara segera mengambil kotak itu dan pergi dari kamar. Dia tidak ingin pria itu menyentuhnya lagi. Dan dia harap ini untuk yang pertama dan terakhir pria itu menyentuhnya. Eara berlari mengacuhkan para pengawal yang berusaha untuk menggondanya. Dia ketakutan, dia merasa jijik pada dirinya sendiri, seakan dirinya tak beda jauh dengan jalang yang menjajakan tubuhnya demi uang.
****
Eara duduk di kasurnya memperhatikan kalung yang diberikan tuan besar padanya. Ingin rasanya ia membuangnya, karena semakin lama dia melihat kalung itu, membuatnya semakin merasa rendah. Eara menarik napas pelan dan menghembuskannya, merasakan beban yang terasa berat di dadanya. Tak berapa lama seorang teman sekamar memperhatikan Eara yang masih terdiam memandangi kotak perhiasan itu.
“Apa yang kamu dapat dari tuan?” tanpa dipersilahkan wanita itu mengambil kotak itu dan melihat satu set berlian yang belum pernah dilihat seumur hidupnya.
“Ini sangat cantik Eara, seharusnya kamu bahagia,” ucap wanita itu.
“Jika kamu mau, ambil saja,” balas Eara dengan enggan. Tanpa menunggu, wanita itu mengambil anting dan kalung dari kotak itu dan berjalan keluar.
Tak berapa lama, seorang wanita lagi memasuki kamar. Wanita itu sangat cantik dengan rambut pirang bergelombang, pipinya tirus dengan hidung mancung dan bibir tipis. Eara selalu merasa dia adalah pelayan tercantik.
“Eara, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya. Sikapnya yang ramah pun selalu membuat Eara merasa memiliki saudara.
“Aku tidak tahu Dera,” jawab Eara dengan senyum singkat. Eara menunduk dengan perasaan sedih. Dera memandang Eara dengan perasaan iba, kalau saja dia tahu tuan akan melakukan hal b***t itu. Dia akan meminta pada nyonya Dorothy untuk mengganti Eara dengan wanita lain. Walau pun dia sudah melampiaskan kemarahannya pada nyonya Dorothy tadi pagi, rasanya masih ada perasaan marah. Dia tahu manusia macam apa tuan itu. Dera sangat mengenalnya. Tapi, belum pernah sekali pun tuannya itu menyuruh wanita yang tidak berpengalaman. Dan Dera yakin, Eara bukanlah wanita seperti itu. Karena dia bisa melihat betapa tersiksanya setelah tuan besar merebut kesuciannya.
“Sudahlah, lebih baik sekarang kamu makan dulu. Kamu belum memakan apapun sejak pagi.”
Eara tak juga beranjak dari tempatnya. Tangan Dera memaksanya untuk berdiri, dengan enggan dia mengikuti Dera keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruang makan khusus pelayan. Eara tidak tahu sejak kapan Dera berada di mansion ini, yang pasti wanita itu seperti mengenal seluruh celah mansion besar ini. Seperti saat ini, saat dia mengambil beberapa roti dari lemari, daun selada, dan daging asap.
Eara tak pernah berani mengambil semuanya itu sendiri, karena nyonya Dorothy bilang semua makanan sudah di jatah dan dilarang keras untuk mengambil diluar jam makan. Dan peraturan di mansion ini juga, jika ada yang terlambat di jam makan, maka jatah makannya akan hilang. Tetapi Dera seakan tidak takut dengan ancaman nyonya Dorothy.
“Dera, apa nyonya tidak akan marah?” tanya Eara takut.
“Dia tidak akan hidup jika berhenti marah,” Canda Dera. Mau tak mau Eara tertawa karena candaan Dera. Tak berapa lama satu tumpuk roti croissant dan segelas s**u sudah tersaji dihadapannya.
“Makanlah.”
Eara mengambil piring roti itu dari Dera dan memakannya. Ternyata perutnya sudah menangis sejak tadi dan baru terasa saat Eara menelan satu gigitan roti itu. Terasa sangat perih. Kalau saja bukan karena rasa terima kasihnya pada Dera, Eara ingin meninggalkan makanan itu.
“Dera, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Eara. Dera yang sejak tadi sedang membersihkan perabotan, menoleh pada Eara.
“Apa kamu tahu kenapa tuan menjadi seperti itu?” tanyanya lagi. Namun, Dera tak langsung menjawab. Dia kembali berbalik dan membersihkan piring di tangannya. Tetapi pikirannya seakan pergi entah kemana.
“Tuan menjadi seperti itu karena… kematian ibunya,” hanya itu yang Dera ucapkan. Meninggalkan banyak pertanyaan untuk Eara. Namun, Eara pun tak lagi bertanya. Eara kembali berusaha menghabiskan rotinya, sebelum dia tertangkap oleh nyonya Dorothy. Tapi ada yang aneh, kenapa kehilangan seorang ibu bisa membuat tuan menjadi membenci semua wanita?