chapter 5

1292 Kata
Jam menunjukkan pukul tiga pagi, Adrel baru saja memasuki kamarnya dan mendapati perempuan itu tidur di sofanya. Adrel melepaskan jasnya dan memandangi tubuh wanita yang telungkup seperti bayi. Dia meringkuk kedinginan karena tidur dengan pakaian minim dan tanpa selimut. Apa perempuan ini bodoh? Dia bisa tidur di kasur dengan selimut tebal. Melihat tubuh yang menggoda itu, rasanya Adrel ingin membangunkannya dan memintanya untuk memuaskannya. Tapi dia pun sama lelahnya. Setelah seharian bekerja dan menyelesaikan masalah yang dibuat orang-orang yang ingin menghancurkannya. Tapi sayangnya dia tidak bodoh, dia bisa mencium bau busuk sebelum dia menjadi bangkai.   Adrel membiarkan wanita itu tidur, karena dia sedang tidak ingin bermain. Selain tubuhnya yang terasa letih, rasa yang beberapa hari lalu membuatnya takut. Dia sudah membunuh hatinya, dan tidak akan membuka untuk siapapun. Baginya perempuan hanya tercipta untuk menjadi pemuas napsu, bukan untuk dicintai apalagi diberi belas kasihan. Karena secara halus mereka bisa mencekik para pria dan membunuhnya secara perlahan. Menaiki ranjangnya, Adrel membiarkan tubuhnya bertelanjang d**a dan tanpa sehelai selimut menutupinya. Sekali lagi ia melirik pada wanita yang tertidur di sofa, Adrel mendengus kesal karena perempuan bodoh itu. Dia beranjak dari kasur dan memindahkan tubuh yang sangat ringan itu ke kasur. Apa dia tidak diberi makan? Tubuhnya sangat ringanlah ringan. Dia menarik selimut dan menutupi tubuh perempuan itu asal yang langsung ditariknya karena sudah sangat kedinginan. Adrel pun kembali rebah di sisi kosong kasur dan menutup matanya dengan lengan. ***   Suara kucuran air membangunkan Eara. Dia langsung terbangun dan menyadari kalau tubuhnya sudah berpindah ke kasur. Ada rasa panik saat menyadari pria itu memindahkan tubuhnya. Dia pun mengecek pakaiannya  dan ia sangat bersyukur karena pakaiannya masih utuh. Itu artinya tuan tidak menyentuhnya semalam. Ada rasa lega sekaligus takut yang datang bersamaan. Eara beranjak dari kasur dan merapihkan dirinya. Dia menggelung asal rambutnya dan mengikatnya dengan karet. Eara tidak tahu apa dia harus tetap di kamar ini, atau sebaiknya ia berganti pakaian dan pergi.   Eara memilih pilihan kedua, dia berjalan pada walk in closet dan mengambil pakaiannya. Baru saja tangannya ingin membuka pakaian tipis yang melekat di tubuhnya, pintu kamar mandi terbuka dan membuat tuan menatap Eara dengan separuh tubuh perempuan yang terbuka. Eara menghentikan tangannya dan berusaha menarik pakaian tipis itu agar menutupi tubuhnya, tapi apa yang diinginkan tak tercapai. Pria itu berjalan ke arahnya. Hanya dengan sehelai handuk yang menutupi tubuhnya. Eara tertunduk, menahan rasa gugup dan takut.   Langkah Adrel semakin mendekat, Eara melangkah mundur, tapi tiba-tiba saja tertahan pada sisi tembok ruangan kecil itu. Tangan Adrel terulur melewati pahanya, pinggang dan bahunya. Eara menutup mata dan berdoa agar Tuhan sekali saja melindunginya. Seakan doanya terdengar, pria itu melangkahkan tangannya ke belakang dan mengambil kemeja.             “Apa kamu ingin melihatku berpakaian?” ucapan pria itu membuat Eara merona. Dia menyingkir dari tubuh Adrel dan berjalan keluar. Adrel pun tidak perlu repot-repot menutup pintu ruangan itu, karena dengan sendirinya Eara yang menutupnya.   Adrel keluar dengan pakaian lengkap, menyisakan kemeja di tangannya. Tak berapa lama pintu kamar di ketuk, Eara berjalan mendekati pintu dan membukanya. Seorang pelayan dan dua orang pengawal menatapnya. Eara tidak tahu kenapa, dia hanya mengambil kereta saji dan membawanya masuk.             “Senang mempertontonkan tubuhmu?” ucap Adrel dengan sinis. Eara hanya menatapnya dengan bingung, dia tidak mengerti dengan ucapan pria itu. Tatapannya pun terlihat tajam dan gelap. Eara mengalihkan tatapannya dan merapikan makanan di meja bundar dekat jendela. Saat ia menoleh, tatapannya tertuju pada cermin besar yang menampakan hampir seluruh tubuhnya. Eara merasa sangat bodoh. Bagaimana dia bisa sebodoh itu, melupakan tubuhnya yang masih terbalut gaun tipis.               Merasa tubuh tegap Adrel yang berjalan mendekatinya, Eara berusaha menyingkirkan tubuhnya secara perlahan. Namun, sayangnya tubuhnya bertabrakan dengan perpustakaan kecil di kamar besar ini, membuatnya tak bisa menyingkir saat Adrel berada sangat dekat dengannya. Tangan besar pria itu menarik tubuh kecil Eara dengan sangat kasar.             “sungguh murahan sekali,” Ucap Adrel. Tangannya mengangkat secara peralahan gaun tipis yang menutupi wanita dihadapannya, hingga mempertontonkan tubuh wanita itu yang terlihat sempurna. Eara menggigit bibirnya saat ia merasakan jemari Adrel meremas dengan kasar area pangkal pahanya dan berkata,” Bagaimana? Apa kamu merasa terhormat, setelah pangawal-pengawalku menatapmu dengan begitu memuja?”             Eara semakin menggigit bibirnya. Merasakan jemari pria dihadapannya ini masih terus mengingatkan dirinya untuk memaki tubuhnya sendiri, karena selalu terbuai dengan setiap sentuhan pria dihadapannya ini. Tangan kasar itu menguasai daerah sensitivenya, memojokkan tubuh Eara pada kayu rak buku yang di pesan khusus oleh Adrel.             “Apa kamu membayangkan para pengawal itu menyentuhmu seperti ini?             “Ti…tidak…tuan…” Eara semakin mendongakkan kepalanya, dia benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya. Jemari kasar itu semakin menguasai tubuhnya. Mendesaknya lebih dalam, sehingga napasnya semakin terputus-putus.             Adrel semakin memojokkannya, melepaskan seluruh gaun itu dengan sangat mudah dan memberi perintah pada perempan itu,“Sebut namaku.” Sebelah tangannya mengangkat kaki mungil wanita itu, menyampirkannya pada pinggangnya. Tidak terlalu sulit untuk Adrel melepaskan celananya dan menghujamkan miliknya yang semakin menegang pada daerah lembap dan bawah wanita jalang di depannya.   Eara berteriak semakin kencang, merasakan sakit dan panas pada setiap hentakan pria itu. Dan jari Adrel yang meremas bokongnya semakin kencang. Eara mencengkram kemeja pria itu dengan keras, bibirnya masih menggigit bibir bawahnya menahan erangan yang hampir saja miliknya lebih keras. “Sebut namaku, jalang!” teriak Adrel, seraya menjambak rambut kecoklatan wanita itu. Membuatnya dengan mudah menikmati leher jenjang terasa nikmat. “Adrellhh..” ucap Eara dengan menahan rasa sakit. Pria itu merasa sangat puas dengan erangan wanita itu, tapi dia tidak menghentikan siksaannya. Dia menghentakkan tubuhnya semakin dalam dan menjambak rambut Eara semakin keras. Setiap lenguhan kesakitan wanita itu tidak ia gubris sedikit pun.   Adrel menghunjamkan miliknya semakin dalam. Bibirnya merasakan setiap senti tubuh manis itu, menghisapnya, menggigitnya, merasakan rasa berbeda yang tidak pernah dia rasakan. Rasa mabuk yang seakan membuatnya semakin gelap. Ditambah dengan bibir sialan itu yang menyebut namanya dengan begitu merdu. Adrel merasa semakin gila, dia kembali berteriak pada wanita yang terlihat sudah tidak berdaya,” Teriakan namaku lebih keras!” sampai akhirnya ia merasakan dirinya akan meledak. Tatapan Adrel tertuju pada wanita dihadapannya, dia masih menangis setiap kali mereka melakukan s*x. Padahal biasanya para jalang akan langsung melenguh dengan suara jalangnya dan meminta dia untuk melakukan lebih. Dan air mata sialan itu membuat Adrel melepaskannya. Wanita itu terjatuh di lantai dengan tubuh yang tanpa busana, perempuan itu meringkuk dan menangis. Adrel tidak ingin termakan air mata buaya para jalang. Dia memilih merapihkan dirinya dan meninggalkan perempuan itu sendirian.   ****   Adrel melempar sebuah berkas pada meja mahoni di ruang kerjanya. Dia memaki wanita jalang yang sudah merasuk pada kepalanya. Bibir sialan yang mendesahkan namanya itu berputar di kepalanya. Membuatnya tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Tak berapa lama suara ketukan pintu dan seorang wanita dengan rok mini dan kemeja dengan dua kancing yang sengaja dibukanya. “Tuan, dua puluh menit lagi tuan Marchel akan datang,” ucapnya dengan suara yang membuat Adrel merasa jijik. Wanita itu menaruh beberapa berkas, dan berjalan pada bahu Adrel. Memijatnya dengan perlahan, membuat Adrel merasa sedikit lebih rilex. “Kamu tahu, kamu bisa memanggilku kapan pun jika membutuhkan sesuatu,” Ucapnya. Tiba-tiba tangannya membuka dua kancing kemeja Adrel, membelai d**a bidang itu dan semakin lama kemeja Adrel terbuka seluruhnya. Dari arah belakang wanita itu memberi ciuman pada leher Adrel. Dia sama sekali tidak merasa tertarik dengan setiap sentuhan wanita ini. Dia hanya butuh waktu untuk melupakan wanita sialan itu. Tapi sialnya dia malah memikirkan bagaimana jika jalang itu menciumnya lebih dulu?” sialan!” maki Adrel keras. Dia menarik wanita jalang yang sudah dengan berani membuka celananya dan melumat bibirnya dengan kasar.   Wanita itu mendesah dalam ciumannya, tangan Adrel dengan mudah melepaskan celana dalamnya dan merasakan sesuatu yang sudah basah. Wanita itu mendesah nikmat, tapi desahannya sama sekali tidak membuat Adrel bernapsu. Dia melepaskan wanita itu dan merapihkan pakaiannya dan berkata,” Siapkan seluruh berkas, dan bawa ke ruang rapat.” “b******k!” maki wanita itu pelan saat berjalan keluar. Pintu ruangan Adrel pun tertutup dengan keras. Karena wanita itu yang merasa hampir mendapatkan pria sialan itu.   ****    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN