10

1066 Kata
Kaena terdiam membatu, dia menggigit bibirnya dan itu membuat jantung Kael berdegub kencang. Bibir pria itu kembali mencium batang hidung Kaena yang mancung dan sekarang akan turun ke bibirnya. Mereka berdua sama-sama berdebar dan lupa akan status mereka saat ini. Kael berhenti tepat di depan bibir Kaena, sedangkan Gadis itu membatu di tempatnya. “Ah…” Tanpa sadar Kaena mendesah saat bibir Kael melumat sangat dalam dan cepat, dia memanggut bibirnya sangat lembut. Jari-jemari Kael mencengkram erat kedua tangan Kaena. “Akh.” Kael tak bisa menahan dirinya, dengan cepat dia memposisikan bangku mobil itu hingga rebah dengan posisi sempurna. Dia menindih tubuh Kaena dan tak bisa berhenti melumat bibirnya. Mereka berdua berdebar hebat dan kini sudah sangat b*******h. Tangan Kael yang kini bebas membuka kancing pakaian Kaena satu persatu. Gadis itu berusaha melepaskan tangan kanan Kael yang menahan kedua tangannya. “Oh Tidak.” Kaena melipat kakinya saat Kael mencumbu dan menyesap puncak p******a miliknya. Pria ini mengecap bergantian tanpa putus hingga Kaen basah. Kael pun sudah menegang dan saat dirinya masih menikmati suara ponsel milik Kaena berbunyi. “Jangan di angkat.” “Kael, itu Ibu.” “Jangan di angkat!” “Kael, Please.” “KAENA!” Pria ini berteriak karena dia tak ingin di ganggu sama sekali. Dia tak ingin siapapun mengganggu momen bersama Kaena. Dia ingin tetap di posisi ini dan melupakan status mereka. “Kael, Please.” Dia tak bisa membiarkan panggilan Ibunya. Kaena adalah anak yang baik di mata semua orang dan tak ada yang ingin dia menangis. Bahkan ibu dan ayahnya selalu mementingkan dirinya dan Kael di bandingkan pekerjaan mereka sendiri. “Hah…” Kael melepaskan Kaena, dia mengusap rambutnya dengan kesal. Pria itu memasang kancing pakaian Kaena dan memposisikan tempat duduknya seperti semula. Kael pun merapikan rambut Kaena yang panjang dan hitam dan duduk kembali di kursinya. Dengan tangan gemetar Kaena mengambil ponsel dan di rebut oleh Kael. “Biar aku saja!” Kael hanya memandang Kaena tanpa menjawab ataupun memberikan ponselnya. “Halo Bu, ada apa menghubungi pada jam segini.” “Kael? Dimana Kaena, ibu sangat merindukan dirinya.” “Bicara denganku saja, Kaena sedang memeriksa sesuatu. Jadi katakan saja padaku dan aku akan menyampaikan padanya.” Karina di seberang telepon sepertinya enggan bicara pada Kael. “Ibu malas bicara dengan pria yang terlalu serius. Ibu hanya ingin bicara pada Kaena kali ini. Ibu ingin dengar hari-hari kalian di sana. Dan apa saja yang kalian berdua lakukan.” “Jangan banyak tanya, kami berdua sedang sibuk. Apa ibu lupa kalau kami baru saja menjadi mahasiswa? Jadi lupakan untuk bicara pada Kaena. Aku matikan panggilan ini sekarang.” “Kael.” Tit, panggilan itu terputus. “Jangan mengasari ibu, aku tak suka sikapmu yang seperti ini.” Kael meletakkan kembali ponsel Kaena dan melajukan mobilnya menuju Apartemen mereka. Hari ini kedua muda-mudi yang tengah mencari jati dirinya sedang berkecamuk di dalam hati masing-masing. Di Jerman. “Huft, hampir saja!” El yang melihat Karina mengoceh dan mengeluh hanya tersenyum simpul. “Kenapa kau melakukan itu?!” “Aku ingin mereka tahu diri mereka masing-masing terlebih dahulu. Aku tak ingin Kaena di sakiti oleh Kael. Aku ingin tahu dengan pasti kalau ini cinta bukan hanya nafsu saja. Hah, untung saja aku tak pernah menyusui Kaena. Dan aku sudah menyiapkan ini!” Dia memberikan sebuah berkas dimana Kaena kini sudah terpisah dari akta keluarganya. El tersenyum lagi pada istrinya yang terlihat sangat semangat. “Anakmu kita itu Kael, bukan Kaena. Kenapa kau lebih memihak pada Kaena?!” “Hah, semua pria itu sama saja. Dan di bandingkan Kael, Kaena lebih dekat denganku. Jadi Kael akan menjadi menantuku kelak.” El terkekeh, “Ada-ada saja!” “Tapi Kael hampir saja melakukannya pada Kaena. Huh, dia tak bisa menahan diri sama sekali. Pria macam apa yang seperti itu?! aku tak suka dengan sikap Kael.” El menarik tangan Karina hingga duduk di pangkuannya. “Kau benar-benar akan membiarkan mereka seperti itu?!” Karina mengangguk, “Jika mereka menikah maka aku akan lega. Karena aku ini wanita jahat dan banyak tak suka pada orang lain. Jika aku memiliki Kaena di sisiku maka tak ada lagi kekhawatiran. Aku akan hidup tenang sampai mati. Kael berada di tangan yang tepat dan aku tak akan stres karena memikirkan kehidupan keduanya.” “Lalu jika mereka tak menikah dan ini hanya nafsu?!” Wajah Karina berubah. “Aku tetap akan mendapatkan keduanya. Mereka anak-anakku, tentu saja aku kecewa tapi ini tak terlalu buruk karena berkas itu tak akan pernah keluar.” jawabnya sendu. El memeluk istrinya erat. “Kau ibu dan istri yang baik Karina. Aku bangga padamu karena selalu saja membuatku takjub.” “Menikah dengan orang yang kita kenal sejak kecil adalah nilai plus. Aku juga tak ingin anak-anakku rusak di tangan orang yang salah. Kau lihat saja tadi, bahkan Kael hampir saja mengeluarkan benda pusakanya.” El terkekeh mendengar kalimat Karina. “Semoga segala keinginanmu terjadi.” “Amin.” Kael dan Kaena kini berada di basement apartemen. Mereka berdua saling berdiam dan seperti biasa berusaha seolah tak pernah terjadi apapun di antara mereka. “Ayo keluar.” Kaena menatap wajahnya di cermin dan merapikan diri, Kael juga ikut membantunya merapikan pakaian yang sudah kacau karena Kael. “Sore ini kita akan belanja karena semua kebutuhan sudah habis.” Kael mengangguk, “Baiklah.” Ting, pintu lift terbuka dan alangkah terkejutnya mereka berdua saat melihat siapa di sana. “Kaena, Kael…” “Kak Ara!” “Aku baru saja dari apartemen kalian. Aku pikir kalian ada di rumah.” “Kami baru saja pulang dari kampus, ayo kak kita kembali ke atas.” Ara tersenyum mengusap kepala Kaena dan Kael. “Lain kali saja, kakak harus ke perusahaan ada yang perlu kakak tanda tangani. Lain kali kakak akan datang lagi.” “Janji?!” “Tentu saja! Da…” Mereka berpisah di lift. Kael menggenggam tangan Kaena dan gadis itu berusaha melepaskan rematan tangannya. Cup, singkat Kael mencium punggung tangan Kaena. “Kenapa melihatku seperti itu? Bukankah kita biasa melakukannya ketika kecil dulu. Aku selalu menciumi dirimu ketika menangis, apa ada yang salah dengan itu?!” Deg, Kaena hanya bisa diam karena tak ingin bertengkar dengan Kael. “Sudahlah.” “Kenapa sudahlah?!” “Kael, kita sudah dewasa. Kalau menganggap tadi sebagai cara membujukku agar tak marah dan menangis lagi aku rasa kau-”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN