9

930 Kata
Kaena mengusap rambut Kael lembut, “Baiklah… aku tidak akan pergi! Namun sepertinya aku juga mulai mengantuk, aku juga akan tertidur tak lama lagi.” “Kau ingin tidur? Sini aku peluk Kaena. Aku sangat menyayangi dirimu.” Kael mencium kening dan puncak kepala Kaena pelan. Mereka berpelukan sangat hangat seperti sepasang kekasih. Kaena berdebar hebat setiap bibir Kael menyentuh kenignya. Bibir tipis nan lembut itu sangat seksi dan dingin menyentuh keningnya, Kaena sangat suka. Pagi harinya, Kael yang baru bangun langsung memeluk Kaena dari belakang. Dia suka wangi wanita yang kini berada dalam pelukannya. “Jangan jauh-jauh dariku ketika sampai di kampus, aku terlalu pusing jika kau tak ada dalam jangkauan, Kaena.” Dia tersenyum, “Aku akan selalu berada di sisimu untuk saat ini, menjelang kau memiliki kekasih yang cantik dan baik. Bisa menjagamu seperti aku menjagamu, Kael.” Cup, “Benarkah kau menginginkannya?!” Kaena tersenyum, lalu dia mengangguk pelan. Gadis muda ini akan lebih terbiasa dengan masa depan mereka kelak. Perasaannya pada Kael adalah sebuah kesalahan dan Kaena sangat mengerti akan hal itu. Setelah selesai sarapan mereka berdua pergi ke untuk pertama kali menjadi mahasiswa bisnis di universitas paling terkenal di Amsterdam. Ini akan jadi hari mereka berdua. Kael dan Kaena satu kelas, mereka berdua sangat bersyukur. “Duduklah di sini, lebih baik kau yang berada di sisiku. Aku tak suka melihat mereka semua menatapku seperti itu. Ini menggelikan, aku datang untuk belajar bisnis bukan menjadi bahan halusinasi mereka.” “Ssst, jangan bicara lagi mereka akan mengabsen kita. Bersikaplah biasa saja, ada aku di sini jika kau tak nyaman.” Kael tersenyum, bibirnya tak bisa menahan diri. Diam-diam tangan Kael menggenggam tangan Kaena. Mereka berdua sangat nyaman ketika berada dalam satu tempat dan genggaman yang sama. “Kael Elbarack.” “Saya hadir Bu.” Jawabnya sembari mengangkat tangan. “Kaena Elbarack?!” “Saya Bu.” “Kalian anak kembar?!” Mereka berdua mengangguk. Kini Kaena dan Kael menjadi pusat perhatian karena fisik mereka hampir saja sempurna. Kaena bisa di katakan paling cantik di kelas ini dan Kael adalah yang paling tampan. Jika mereka tak bersaudara siapa saja bisa berpikir mereka sangat serasi. “Iya bu, kami kembar.” Jawab Kaena. Wajah Kael langsung berubah, dia menghela napasnya. Tak ada yang tahu pemikiran anak muda itu saat ini. Tapi semuanya bisa terbaca dengan jelas jika status mereka berbeda. “Baiklah saya permisi dulu dan ingat dua hari lagi kita akan berkumpul bersama di sini, menginap tiga malam. Untuk bisa saling mengenal lebih dekat dan kalian bisa menghargai para senior di sini.” “Baik Bu, terimakasih.” jawab mereka bersamaan. Tak lama Dosen pergi seluruh mahasiswa itu mengelilingi Kael dan Kaena. Mereka lebih mirip artis dari pada mahasiswa. Sangat cocok tayang di TV daripada di sana. “Apa kalian artis di Jerman? Atau model?!” Kael hanya diam, sedangkan Kaena berusaha untuk ramah. “Tidak, kami hanya siswa biasa di sana. Semoga kita bisa menjadi teman.” Kaena menyalami semuanya, dia pun menyenggol Kael agar mengikuti dirinya. Mereka semua di sini sama-sama mahasiswa jadi lebih baik Kael bersikap baik karena ini bukan Jerman dimana keluarganya berkuasa. “Ih, tampan sekali Kael, aku suka melihatmu. Apa aku bisa meminta nomor ponsel kalian?” tanya wanita cantik tersebut. Kael tak suka dan Kaena tahu itu. “Aku permisi, aku di sini ingin sekolah bukan bermain dengan kalian. Jadi jangan harap kita bisa berteman baik.” “Kael.” Dia langsung menatap Kaena yang meneriaki namanya. “Ikuti aku, kita pulang sekarang. Jangan membuat aku marah Kaena, kau tak perlu berteman dengan mereka.” Kaena terbelalak, dia terkejut dengan apa yang di katakan Kael. “Maafkan dia, maafkan dia. Maafkan kami.” Kaena menunduk berulang kali karena rasa bersalahnya. “Apa yang kau lakukan? Kenapa minta maaf.” Kaena ingin menangis, wajahnya sudah muram dan merah. “Kael…” Pria itu menghela dan dengan cepat menyeret Kaena menuju mobil mereka dan pergi begitu saja. Hari pertama di kampus mereka pun sudah menjadi pusat perhatian. Samar-samar Kaena mendengar ucapan para mahasiswa itu. Mereka bilang Kael terlalu overprotektif. Pria ini membuat semua orang kembali menjauh dari mereka. Seperti dulu ketika mereka masih duduk di bangku sekolah. Wajah Kaena masih memerah, entah kenapa dia menangis dengan kelakuan Kael. Sedangkan pria itu bersikap sangat santai, dia memasang sabuk pengaman dan menyetir mobilnya dalam diam. Tak ada yang bicara di antara mereka berdua sampai mobil itu berhenti di tempat sepi di antara pepohonan tak jauh dari kampus. Ibu jari Kael mengusap lembut wajah Kaena yang kini basah karena air mata. Dia memundurkan kursi gadis itu hingga mereka bisa saling berhadapan. Kael mengangkat dagu Kaena. Bibirnya bergetar hebat, Kael tahu dia sedang menahan tangis. “Apa tak cukup hanya aku saja? Apa kau tak melihat aku, Kaena? Kau tak butuh mereka karena aku bisa melakukan apapun bersamamu. Aku tidak akan pernah meninggalkan dirimu, Kaena. Kita akan bersama selamanya.” Gadis ini mengangkat wajahnya. “Kita tidak mungkin bersama selamanya. Kau dan aku memang saudara kembar tapi aku tahu kita tak akan pernah bersama selamanya. Kau akan menikah dengan gadis yang di cintai kelak, begitu juga denganku.” Kael menggigit bibirnya sendiri karena dia semakin tidak bisa menahan diri melihat Kaena terisak. Kael merasa bersalah tapi dalam hati yang paling dalam dia pun tak ingin Kaena menjauh darinya. “Lepaskan tanganmu, aku ingin melihat wajah itu.” bisik Kael di telinga Kaena sembari dengan kuat menepis tangan yang kini menutup wajah Kaena. Kael kembali mengangkat dagunya. “Maaf, jangan menangis lagi!” ucapnya sembari mencium mata kiri dan mata kanan sang saudara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN