Chapter 2 : Night in the Inn

1848 Kata
Leher Claire panas dan basah oleh kecupan Christian. Yang sekarang bukan lagi kecupan biasa, melainkan gigitan dan hisapan kecil yang menggelitik perut. Tubuh Claire melengkung, ia meraba punggung Christian dan meremas kemeja yang menempel di sana sampai kusut. Otaknya kosong melompong. “Ya Tuhan,” Claire memejam, akal sehatnya hampir kembali. “apa yang kau lakukan?” Claire frustasi mendengar dengus napas Christian di lehernya, dan rasa lidah pria itu. Ini adalah sebuah kesalahan. Christian mengerang saat jari-jari Claire masuk di antara perut mereka yang saling menekan. “Hentikan, Aiden!” Claire berusaha bangun, mendorong-dorong bahu pria itu yang terasa sekeras beton. “Kau b*****t sialan! Aku bukan p*****r yang bisa kau nikmati tubuhnya di tengah jalan!” Detik itu juga Christian menghentikan apa yang dilakukannya. Keningnya mengerut dan napasnya masih satu-satu. Christian membiarkan Claire duduk di atas kap mobil tanpa mengizinkannya pergi, Claire tetap ada dalam kendalinya. “Aku tidak menganggapmu seperti itu,” katanya serius, sembari mengunci mata Claire yang berair. “aku tidak suka mendengar kau mengatakannya, merendahkan dirimu” “Kau yang merendahkanku!” gadis itu histeris, “kau mencium leherku, menggigitnya dan—dan—Ya Tuhan! Kau memang sudah gila, Aiden! Awas, minggir, aku tidak mau ada di dekatmu! Aku mau pulang!” Christian menarik sedikit tungkai kaki Claire, melingkarkannya di pinggul dan membawa tubuh gadis itu bersamanya. Claire memekik, meronta, memukul, tapi Christian jelas tak terpengaruh. Tinju lemah Claire hanya mempan pada anak TK. “Turunkan aku sekarang juga, b******n! Aku mau pulang!” “Aku akan mengantarmu pulang,” Christian membawa Claire masuk ke dalam mobilnya. “Tapi tidak sekarang.” Agak keras membanting pintu penumpangnya sampai Claire berjengit kaget, pria itu berputar luwes dan duduk di kursi kemudi. “Aku tidak mau ada di dalam sini! Apa kau tuli? Aku tidak mau dekat-dekat dengan kau lagi!” “Damn, Claire! Apa kau tidak bisa tenang sebentar?” Christian mengusap helaian rambutnya yang basah karena keringat. “apa kau lebih suka berjalan sendirian keluar dari area ini sepanjang 27 kilometer?” Christian mendekat saat Claire diam, tangan pria itu meraih seatbelt, memasangkannya lama-lama. “Aku bisa sendiri.” Claire tak suka mereka terlalu dekat. “Aku ingin melakukannya.” Christian tak kalah tegas. “Duduk dan diam,” leher pria itu bergerak miring, hendak mengecup bibir merah Claire yang terbuka, tapi Claire memalingkan wajah, membuat bibir Christian mendarat di pipinya. Sekejap saja, rahang Christian berubah kaku. *** Claire tak bisa berpikir karena otaknya tersumbat. Terlebih setelah Lamborghini milik Christian ikut berhenti di tengah jalan, di tengah himpitan tembok. Aspal memang lebar, tapi sepertinya di manapun Christian berada, dunia berubah menjadi lebih sempit. Claire merebahkan pundak di jok mobil, mendesah keras-keras sementara Christian di luar sana sibuk mengecek kondisi mesin yang kini mengepulkan asap. “Mobil ini harus diderek,” Claire hampir terjungkal saat Christian tiba-tiba muncul di jendelanya yang diturunkan. Claire tak suka gerah, ia suka kena angin tapi sekarang tindakannya terasa seperti pagar makan tanaman. “mungkin mesinnya korslet karena terlalu keras membentur mobilmu. Mobil yang kau rusak di dekat jurang itu juga butuh diderek tukang.” Pria itu menggulung kemeja biru lautnya sampai siku, raut wajah maskulinnya bersinar diterpa matahari. “Setelah tukang derek datang, kita harus cari cottage terdekat untuk menginap sampai mobilnya selesai diperbaiki.” Bola mata Claire hampir meloncat dari tempatnya. “Cottage? Menginap denganmu?” tenggorokannya tiba-tiba seret menelan ludah, “Tidak mau! Aku lebih memilih pulang walau harus jalan kaki.” Semburnya keras kepala. Christian menanggapinya dengan santai, dia sudah terbiasa dengan Claire yang suka berteriak, melawan, dan balas membentak. “Kalau begitu aku bisa apa?” bahunya mengedik tak acuh. “Lebih baik kau mulai perjalananmu dari sekarang. Agar sampai rumah tidak kemalaman.” Ada nada sarkastik terselip di sana. Claire melipat tangannya di depan d**a lalu dengan angkuh, membuka pintu mobil. Christian berbaik hati menggeser tubuhnya beberapa inchi. “Aku tidak perlu berterimakasih atas tumpangan setengah jalannya.” “Memang tidak perlu,” bibir Christian seolah tak bergerak mengatakannya. “Aku sudah cukup senang dibayar dengan kissmark di lehermu.” Wajah Claire merah padam, otaknya memutar kembali kejadian di tepi jurang dua jam lalu. Ya Tuhan, tolong hentikan memori kacangnya yang lancang mengingat setiap perbuatan si Christian Aiden. Perbuatan yang sangat tidak menyenangkan! “Kau b******n mesum.” Claire mendesis sebelum berlalu pergi dari hadapan Christian yang saat itu menaikkan ujung mulutnya. Menatap punggung Claire yang menghentak marah dengan geli. “Aku yakin kakimu tidak sekuat roda mobil,” Christian bersandar di badan Lamborghininya dengan tenang. “Selamat malam untuk di cottage nanti, Miss Lore.” *** Claire melepas sepatu filling pieces era gaucho dari kakinya, walaupun benda itu tidak punya hak seperti heels, tapi tetap saja kulit kakinya terasa melepuh karena berjalan di atas aspal lebih dari 30 menit. Dengan cuaca panas menjelang sore, Claire mengendorkan scraft bunga-bunga musim panasnya. Percuma menutupi bekas cupang Christian Aiden karena di sini takkan ada orang yang mau repot memelototi lehernya. “Ya Tuhan! Apa dosa-dosaku sangat banyak sekali sampai kau limpahkan ujian ini padaku?” Claire menghentak aspal, masa bodoh dengan kakinya kalaupun mereka benar-benar terkelupas. “Dengan si b******n itu yang mencumbuku seenak jidatnya. Tanpa minta maaf pula! Apa aku ini dihargainya murah?” jujur saja memikirkan itu membuat d**a Claire sesak karena amarah. Mana bisa seorang laki-laki memperlakukan perempuan seperti itu? Tanpa sadar, Claire mulai menangis terisak-isak. “Mummy! Kau harus tahu bagaimana kelakuan Aiden yang sering kau banggakan itu di depan kita semua! Dia benar-benar b******k busuk.” Claire mengusap air matanya yang berleleran di pipi. “Aku—aku—“ ucapannya terhenti, dari kejauhan Claire bisa melihat sebuah mobil melaju kencang menuju ke arahnya. Dengan segenap harapan yang mengembang di dalam paru-paru, Claire berdoa semoga mobil itu bisa memberikannya tumpangan. Dia bisa bayar supirnya untuk meminta mereka putar balik dahulu, setidaknya sampai Claire diturunkan di tempat aman, dan banyak kendaraannya. Claire menepi sedikit saat badan mobil jeep itu makin jelas. Tak lupa melambaikan tangannya tinggi-tinggi. “Tolong aku, sir! Siapapun yang mengemudi di dalam sana tolong selamatkan aku dari tempat ini.” Kini hanya berjarak 7 meter, Claire meloncat dengan semangat. “Sir, help me, please!” Wajah Claire seperti ditampar keras-keras saat mobil jeep itu dengan abai melaju melewatinya. Menyisakan desau angin yang terlampau kering, Claire membeku di tempatnya berdiri. “Oke, nampaknya semua orang hari ini sedang dalam masa arogansinya, tidak mobil itu, dan tidak Aiden. Semuanya membuat kepalaku mau pecah!” jeritnya frustasi. “Baiklah, aku bisa jalan sendiri tanpa bantuan siapapun!” tanpa dompet, tanpa handphone, tanpa kamera kesayangannya Claire merasa seperti gelandangan. Sialan benar, kenapa barang-barang berharganya malah tertinggal di dalam mobil Juke itu? Angin kencang berhembus, rambut Clare yang digerai bebas dibuat berantakan. Berkali-kali Claire mencoba merapikan, tapi berkali-kali juga angin merusaknya, jadi Claire memutuskan menyerah saja. Makin lama Claire menderita. Dia haus sekali, kakinya pegal, badannya penuh keringat dan Claire ingin sekali tidur di atas aspal lalu tiba-tiba terbang dibawa angin. Entah sudah berapa jam Claire menyusuri jalanan seorang diri. Ugh, agenda hunting fotonya di tempat terpencil yang indah harus berantakan karena satu kesalahan. Claire akhirnya duduk di atas aspal, masa bodoh kalau dia nanti dilindas truk. Yang jelas tungkai Claire letih sekali sampai rasanya mau putus. Gadis itu memukul-mukul betis, sedikit hatinya yang pengecut menertawakan kenapa tadi dia berani pergi dari Christian. Padahal pria itu satu-satunya harapan Claire untuk bisa pulang. Hah! Tidak. Claire tidak menyesal telah meninggalkan Christian Aiden. Yang ada malah bersyukur diberi kesempatan terbebas dari cengkeraman iblis satu itu. Tin—tin—tin— Well, sekadar informasi, Claire sudah siap dilindas! Dia sudah tak punya lagi tenaga untuk bangun. Tin—tin—tin— Terasa deru mesin mobil yang hangat menyapu punggungnya, seseorang membuka pintu mobil—tidak menutupnya lagi. Claire mengeryit, dia agak hafal bunyi mesin, jadi mobil jeep yang tadi lewat itu milik tukang derek pesanan Christian? Lalu, suara bariton yang sangat, amat seksi mengalun di dekat telinganya. “Menyerah, Lore?” Pria itu berbisik dengan cara yang paling sensual. Tubuh Claire agak bergetar saat gigi-gigi itu menggigit gemas daun telinganya. Anehnya Claire malah membatu, lelah untuk memberi perlawanan sekecil apapun. “Mau kubantu?” Claire mendengus tanpa mau menoleh. “Tidak usah.” “Kau hampir terkapar di sini,” bisikan itu masih lembut, dan tegas. Membujuk Claire pelan-pelan. “Kakimu pasti sakit.” “Aku tidak peduli.” “Tapi aku peduli,” Claire tidak lagi berusaha memberontak saat Christian membawa tubuhnya dalam satu helaan yang sangat intim, menggendongnya menuju kursi penumpang di dalam mobil jeep sementara dua tukang derek berada di Lamborghini Christian. Claire hanya berharap orang-orang itu tidak memperhatikan tindakan Christian padanya, kalau iya dia pasti akan sangat malu. Sebelum menyalakan mesin, Christian menyempatkan diri menarik dagu Claire untuk mendongak. Agak menekannya untuk menunjukkan siapa yang lebih hebat dalam memegang kendali. “Pikirmu aku akan membiarkan kau berjalan seorang diri?” jari-jari Christian naik mengusap bibir Claire, bagian yang belum dicicipinya dari tadi. Yang paling menggoda tapi terlewatkan. “Kenapa kau sangat keras kepala?” “Karena aku tidak suka ditaklukan.” Claire menjawab tanpa pikir panjang. “Begitu,” Christian menjawab setelah lama menyipit, “jadi kau marah besar karena aku menaklukanmu di pinggir jurang itu?” “Kau tidak menaklukanku!” teriak Claire. Christian menekan ujung bibir Claire dengan telunjuk, makin kurang ajar saja pria itu memanfaatkan tubuh Claire yang habis tenaga. “Kita lihat saja nanti, aku bisa mendapatkan apa saja yang kuinginkan.” *** Cottage ini kecil. Bangunannya terbuat dari kayu-kayu yang disusun artistik tapi sama sekali tidak berhasil memancing kegembiraan Claire. Dia hanya duduk di kursi lobi dengan linglung. Menunggu Christian yang mendaftar di meja resepsionis. Tadi ketika mereka turun dari mobil jeep dan membayar biaya derek, Christian menawarkan diri menggendongnya tapi Claire menolak. Mana mungkin dia membiarkan hal itu terjadi lagi? Di lain sisi Claire merasa aneh, Christian tak pernah berlagak baik padanya. Tapi hari ini banyak sekali yang dilakukan pria itu, yang tentu saja di luar akal sehatnya. Membuat Claire marah dan bingung sekaligus. Ada apa sih dengan si j*****m Christian Aiden itu? “Ayo ke kamar.” Claire mendongak dan bersitatap dengan iris tajam Christian, “mana kunci kamarku?” todongnya. Christian menunjukkan satu kunci tunggal, Claire hampir terlompat dan tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Apa maksudmu? Mana kunciku, jangan main-main, Aiden! Aku mau istirahat!” “Kalau begitu ayo kita pergi ke kamar dan berhenti berdebat.” “Tidak sebelum kau menyerahkan kunci kamarku.” “Ini kunci kamar kita,” Christian menunjukkannya sekali lagi, menekan kalimatnya agar Claire paham. “cottage ini memang tidak penuh, tapi mereka tidak punya fasilitas pembayaran via credit card. Mereka hanya menerima uang cash. Aku tidak punya uang cash untuk menyewa sebuah kamar lagi.” Ingat, tempat ini jauh dari ibu kota Swiss. “Aku punya uang di dompetku.” “Tidak, itu untuk transportasi kita saat pulang nanti, makan malam dan sarapan.” “Aku bisa menggadaikan ponselku.” “Ponselmu hancur terjepit dashboard.” Pelipis Claire berdenyut, dia tidak mau sekamar dengan Christian. Tapi dia bisa apa? Claire tak punya apa-apa lagi bahkan hanya untuk meminta dompetnya dikembalikan. Christian Aiden, f**k you! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN