2. Kelakuan Nona Muda

1711 Kata
"Dia akan menjadi Babysitter di rumah ini." Itulah kata yang keluar dari balik bibir Dave saat sarapan. "Babysitter lagi?" Aira, si sulung berusia 17 tahun itu langsung meletakkan alat makannya dan menatap sang ayah tak percaya, "Askara tidak butuh Babysitter karena dia bukan bayi lagi, Pa!" Aira, remaja satu itu menatap sosok Aliana yang berdiri di samping sang ayah dengan pandangan tajam berbeda dengan Askara sang adik, bocah satu itu menatap Aliana dengan pandangan berbinar-binar. "Papa tidak menerima bantahan dalam bentuk apapun, Aira."Dave melirik Aira tajam "Ya sudah terserah!" ucap Aira kesal sembari meraih sendoknya lagi dan menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. "Papa pergi sekarang."Dave mengakhiri sarapannya dengan meneguk kopi pahitnya kemudian menepuk puncak kepala Aira pelan dan mengecup pipi Askara. "Kau, ikut saya sebentar!"tangan Dave menunjuk pada Aliana. Dengan patuh gadis itu berjalan mengikuti langkah kaki sang tuan. "Jangan berpikir saya menempatkanmu disini sebagai Babysitter biasa pada umumnya."Dave yang kini berdiri disamping mobil melirik Aliana yang menundukkan kepalanya dalam, "Salah satu dari mereka akan mengawasimu jika kau macam-macam kau tahu bukan apa yang akan terjadi?" Nada suara Dave tajam, "Apakah kau paham?" Aliana hanya menundukkan kepalanya semakin dalam dengan jemari saling memilin, takut. "Kau punya mulut untuk bicara, kan?" Tanpa diduga Dave meraih wajah Aliana, mencengkram pipi tirus itu hingga wajahnya tertengadah menatap manicnya yang tajam. "Iya, saya mengerti." Suara Aliana mencicit dengan wajah pucat pasi. "Bagus." Sudut bibir Dave terangkat, dengan cepat pria itu melepaskan cengkramannya kemudian masuk kedalam mobil, meninggalkan Aliana beserta beberapa algojo berbadan besar disana. Dan tanpa mereka semua sadari, sosok remaja cantik itu berdiri tepat di depan pintu, melihat seluruh kejadian tadi dengan tangan mengepal erat. "Jalang sialan! Apa dia berusaha menggoda Papa?!"ucapnya dengan gigi bergemeletuk. "Nona, apakah anda sudah siap?"seorang supir tergopoh-gopoh menghampirinya. "Kita berangkat sekarang!" Perintah Aira sinis. Mood Aira hancur sejak pagi dan raut menjengkelkan itu membuat Jessica sang sahabat menatapnya dengan penasaran. "Ada apa kali ini?" "Papa mengambil babysitter untuk menjaga Askara." "Lah terus kenapa? Memangnya kamu mau menjaga Askara?" "Malas sekali."decih Aira keras. "Jadi masalahnya bukan hanya itu saja, lalu apa?" "Babysitter itu mencoba merayu papa dan aku melihatnya sendiri dengan kedua mataku." "Wah jalang rendahan sudah masuk ke rumahmu." Manic Jessica melotot tak percaya, "Lalu bagaimana dengan mamamu, apakah dia tahu kelakuan Babysitter baru itu?" "Mama ke Singapura jadi mana dia tahu soal Babysitter jalang ini."jemari Aira perlahan terkepal seolah meremukkan sesuatu, "Bahkan Papa tidak mendengarkan protesku dan malah membentakku dihadapan si jalang." "Wah gila! Jangan-jangan Babysitter itu pakai pelet dan Papamu tergoda. Dia meracuni pikiran papamu dan perbuatannya yang paling parah bisa jadi dia membuat papamu mengabaikanmu." “Sialan! Mana mungkin!" Pekik Aira keras dengan menggebrak meja. "Bagaimana kalau kita tes." "Tes apa?" Aira menaikkan alisnya bingung. “Sesibuk apapun, Papamu akan menjadikan anak-anaknya nomor satu, kan? Termasuk jika kau aada masalah di sekolah yah minimal dia mengirimkan Sekretarisnya.” bibir Jessica tersenyu “Ayo kita coba, apakah cara itu masih ampuh atau tidak?” “Benar juga.” seringai Aira. "Lihat si culun." Jessica menunjuk sosok berkaca mata tebal yang duduk di bangku paling depan sana, "Gunakan dia seperti yang sudah-sudah." "Tentu saja."seringai Aira sebelum akhirnya remaja satu itu bangkit dari duduknya dan menghampiri si culun yang sedang memakan bekalnya yang berupa mie goreng yang sudah dingin dan berbentuk kotak sesuai dengan wadahnya. "Iyuh! Coba lihat anak jalang miskin di kelas kita! Apakah dia tidak muntah kalau setiap hari membawa bekal mie yang sudah dingin dan kotak itu? Menjijikkan!” “Kalau akuk jadi dia, sebaiknya aku tidak usah bawa bekal sekalian.” Jessica menyahuti Aira, membakar suasana supaya lebih panas lagi dan Aira melirik reaksi Sari dari sudut manicnya. “Apakah kau mau mendengar beberapa fakta yag baru kutahu beberapa waktu yang lalu?” “Oh ya coba katakan!” Aira lantas membuka ponselnya, mencari gambar senonoh yang kemarin dia edit, “Coba lihat ini!” “ Ini siapa?” Jessica meraih ponsel Aira, mengamatinya dengan seksama. “Menurutmu siapa?” sudut bibir Aira melengkung, mengejek, “Tentu saja seorang jalang yang sedang menjajakan tubuhnya di pinggir jalan.” “Jalang seperti ini sering kujumpai saat di club, Aira.” “Tapi dia ini bukan sembarang jalang yang kau temui. Kuyakin semua akan kaget jika aku bilang bahwa dia adalah salah satu wanita yang menitipkan anaknya untuk bersekolah di SMA ini.” “What?! Serius? Siapa? Apakah aku mengenalnya?” “Ibu dari wali murid itu bukan cuma jalang tapi juga p*****r rendahan dan anak dari wanita itu ada di kelas kita.” cukup sepersekian detik setelah mengucapkan kalimat itu, teriakan melengking keluar dari bibir Aira pasalnya diatas kepalanya kini telah bersarang nasi, mie dan telor ceplok bekal Sari tadii. “ Apa yang kau lakukan?!” wajah cantik Aira itu menatap Sari dengan mata melotot marah, mengibaskan makanan yang untungnya tidak terlalu menempel di surai hitamnya. “ Mengisi otak kosongmu dengan makanan, supaya bisa berpikir sebelum berbicara!” ucap Sari tajam. “ Apa yang kuucapkan itu fakta!” Aira tidak mau kalah. Ingat dia adalah Ratu disekolah ini, tidak ada yang bisa membantah satupun pernyataannya. “ Mamamu itu p*****r!” “ Jaga kata- katamu?!” “ Memang kenapa? Itu faktanya, Sari! Mamamu p*****r!” Tangan Sari mengepal dan langsung melayang, hendak menonjok hidung Aira namun dengan cepat Aira menghindar dan berhasil meraih rambut Sari. “Sialan kau!” Teriak Aira keras. “Kau yang sialan! Jangan mentang- mentang kau cantik dan kaya kau bisa seenaknya!” Dengan nafas memburu, kedua manik hitam itu saling berpandangan, mengukur kekuatan masing- masing lawan setelah tadi sempat saling menyerang. “ Kenapa berhenti? Apa kau takut?” suara culas itu keluar dari bibir Aira, gadis luar biasa menyebalkan yang memulai semua pertarungan sengit ini. “ Takut? Sejak kapan aku takut pada rambut ijuk sepertimu?!” ucapan penuh amarah itu keluar dari bibir Sari, manic jernihnya menatap sinis pada teman sekelasnya itu. “ Siapa yang kau sampai berani sebut rambut ijuk, ha?!” Aira, gadis itu murka, secepat kilat jemarinya meraih rambut lembut Sari, menjambak dengan keras hingga sang lawan secara reflex berteriak kesakitan dan melakukan serangan balik. Suara gemuruh kembali terdengar dari ruangan berisi 40 siswa itu, mereka menyemangati perkelahian antar dua gadis didepan sana tanpa ada satupun yang berniat memisahkan perkelahian sengit itu. “Dasar Jalang berengsek!” teriak Aira keras pasalnya rambut hasil perawatan di salon ternama itu tercabik- cabik oleh kuku kotor gadis miskin di depannya. “Siapa yang kamu bilang jalang, hah!” “KAU! Siapa lagi anak dari wanita jalang di sekolah ini?!” “Rambut ijuk sialan! Jangan salahkan aku kalau rambut ijukmu sampai terlepas dari kepompong otakmu yang kosong itu!” ucap Sari tajam mendengarkan setiap kalimat fitnah yang keluar dari bibir berpoles warna cerry itu. Jemarinya menjambak rambut Aira semakin keras, tanpa ampun. “ Sakit b*****t!” teriak Aira kesakitan, kulit kepalanya terasa panas dan perih dalam waktu bersamaan. “Ayo balas Aira, jangan mau kalah dari anak miskin itu!” “Hajar, jangan buat kami semua malu kalau sampai kalah dari anak miskin itu! “Jambak dan tendang saja perut cungkringnya, Aira!”teriakan demi teriakan keluar dari yang justru semakin membuat suasana kelas semakin riuh. “Ach!” jeritan keras saling sahut menyahut dari kedua gadis itu. “Lepaskan tangan kotormu, jalang!” teriakan itu keluar dari bibir Aira, wajahnya sudah tidak berbentuk akibat serangan brutal yang dilayangkan Sari padanya. “ Ini hukuman yang pantas karena kamu seenaknya karena telah menghina ibuku” Sari geram. "Kenapa marah? Memang benar bukan kalau ibumu itu jalang!" “Ibuku bukan jalang, b******k!” “ Kalian berdua berhenti atau skors saat ini juga!” teriakan menggelegar itu memecah keramaian sekaligus menghentikan perkelahian dua remaja itu. Dan kini kedua tersangka biang keonaran diseret menuju ruang BP dan siap untuk diadili. “ Ini sudah kesekian kalinya kalian berbuat seperti ini dan Bapak sudah angkat tangan dengan perbuatan kalian berdua.” Pria tinggi besar dan menyeramkan itu sampai memijat pelipisnya, pusing dengan tingkah kedua anak didiknya. "Bapak memutuskan untuk memanggil wali kalian berdua detik ini juga!" Sentak pria berkumis tebal itu dan tanpa siapapun sadari, sudut bibir Aira berkedut, menahan senyum. 'Kita lihat, apakah cara ini ampuh seperti yang sudah- sudah atau tidak.' Satu jam sejak kejadian itu, dari arah lobby terlihat sosok wanita berusia awal dua puluh tahunan berjalan tergesa- gesa mengikuti langkah lebar guru piket menuju ruang BK yang ada di ujung lorong selatan sekolah besar itu. "Inilah ruangannya." Guru piket yang mengantar Aliana lantas pergi meninggalkan wanita yang kini mulai mengetuk pintu kayu jati di depannya. “Permisi?!" Suara tegas dari dalam menyahut mempersilahkannya untuk masuk. 'Sialan! Kenapa babu itu yang datang?!'Aira memejamkan manicnya kesal dengan gigi saling bergemeletuk kecil. “ Silahkan duduk.” Guru BP berkepala botak itu menatap sosok wanita itu dengan alis mengerut bingung karena seluruh penghuni sekolah tahu siapa wali Aira yang masuk dalam jajaran orang penting, “Maaf kalau boleh saya tahu, anda siapa?” “Nama saya Aliana Jasmine.” suara itu keluar dengan nada yang bergetar dan senyum kikuk. “Kalau boleh tahu anda ini siapanya Aira?” “Dia babysitter adik saya.” Satu jam sebelumnya… Sementara itu diujung sana, Aliana merapikan kamar Askara yang cukup bersih dan setiap pergerakannya tidak luput dari pengawasan sang algojo. Usai dengan kamar, gadis satu itu turun ke lantai satu, berniat untuk membawa pakaian kotor Askara untuk dicuci. “Sekolah memanggil wali Nona Aira lagi?” suara itu terdengar lelah. “Apakah anda sudah mengkonfirmasi ke sekretaris tuan atau nyonya?” “Mereka tidak merespon. Mungkin sama-sama sibuk.” keluh Bibi yang terlihat paling berumur diantara mereka, “Lalu siapa yang akan datang ke sekolah? Saya tidak mungkin datang ke sana karena percuma saja, saya tidak mengerti.” “Huft! Sebenarnya aku kasihan juga dengan Nona Aira, dia seperti ini supaya dapat perhatian tapi coba lihat yang terjadi. Nihil.” keluh pelayan yanng lain. “Apakah kau sudah mencoba menelepon Tuan Marvel untuk menghandle masalah ini?” “Tuan Marvel berpesan dia akan sibuk selama beberapa waktu bersama Tuan Dave.” “Oh, Ya ampun.” keluh si Bibi, “Jika tidak ada yang datang ke sekolah, Akan semakin kasihan nona Aira.” “Tunggu sebentar!” suara Bibi mengalun keras, menghentikan langkah Aliana yang hendak ke ruang cuci. “Ya?” “Bisakah kamu datang ke sekolah Nona Aira?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN