2. Aku salah apa?

1431 Kata
Mungkin, pagi itu adalah pagi paling terburuk dari hal buruk lain, yang tiba-tiba saja datang menghampiri dan menghantui hidup damai milik Fatima. Rasa tak percaya pun tampak jelas sekali terlihat di tatapan kedua matanya. Mendengar suara seorang perempuan lengkap dengan nada manja dan riangnya, menerima panggilan yang baru saja ia lakukan di ponsel milik suaminya tersebut, tentu saja membuat jantung sehatnya itu seketika berdebar begitu kencang. Dan tentu saja, debaran itu adalah efek dari rasa terkejutnya tersebut. Debaran kuat yang baru pertama kali ini Fatima rasakan, mengalahkan dari debaran pada saat ia dan Abian baru-baru menikah dahulu. "Mas ... Mas Abi? Halo ... sinyal lagi buruk apa ya? Kok suara Mas Abi enggak kedengaran?" Suara khas yang manja-manja merayu terdengar kembali di rungau milik Fatima. Dan pasti juga terdengar pula oleh pendengarannya Abian. Fatima pun segera tersadar kembali dari rasa keterkejutan dan amarah yang sudah sangat tampak terlihat di raut wajahnya itu. Fatima tentu saja sangat mengingat dengan baik, bagaimana silsilah dari keluarga inti dari suaminya tersebut. Yang sebenarnya, Abian tidak mempunyai adik ataupun sepupu perempuan sama sekali. Tiba-tiba saja, benda berbentuk persegi panjang itu sudah berpindah tempat ke tangan Abian. Dikarenakan, pria dewasa itu meraihnya dengan secara paksa. Dan kemudian tergesa-gesa segera mematikan sambungan telepon tersebut. Fatima yang ingin menjawab suara dari sambungan ujung sana pun, tampak lebih terkejut lagi. Melihat tingkah laku suaminya yang terlihat sangat konyol sekali. "Siapa?" tanya Fatima dengan nada yang sebisa mungkin ia tekan sepelan mungkin. Namun, sangat sarat akan rasa bercampur aduk dalam suaranya itu. Abian pun hanya tampak menghela napas pelan. Bahkan sangat pelan. Seakan-akan ia ingin menyembunyikan helaan napasnya itu dari hadapan sangat istri. Dan Abian pun memilih terdiam. "Siapa!" tanya ulang Fatima, yang sudah terdengar menaikkan oktav nada suaranya. Raut salah tingkah layaknya seorang pencuri yang sudah tertangkap, begitulah kira-kira yang nampak dari raut wajahnya Abian. "Fa. Bisa aku jelaskan. Tapi ... tolong ya, tahan dulu kemarahan kamu." Dan pada akhirnya keluar juga suara Abian, sambil meraih lengan tangan kanan istrinya itu. Sedangkan tangan kirinya masih tampak dengan erat menggenggam ponsel miliknya. Sungguh, itu adalah jawaban yang sebenarnya tidak ingin Fatima dengarkan. Abian ingin menjelaskan? Tanpa ingin menyanggah segala apapun prasangka yang ada di otak dan pikiran sangat istri. Jadi? Suaminya apakah benar-benar sedang ada affair dengan wanita lain? "Jelaskan? Kamu berniat ingin menjelaskan?" tanya Fatima tidak percaya dengan nada dan bibir yang sudah mulai bergetar. Bergetar antara rasa marah, sakit hati, kecewa, dan takut. Tentu saja hal itu sangat lumrah ia rasakan. Fatima bukan wanita munafik. Abian adalah satu-satunya suami sahnya. Abian adalah pendamping hidupnya yang sudah cukup lama hidup satu atap bersama dengannya. Jadi, wajar bukan? Jika ia merasakan semua rasa itu? Salah satu buah dari cinta itu sendiri adalah rasa cemburu. Pernikahan yang sudah di angka usia delapan belas tahun, dan baru kali ini, kejadian yang benar-benar bisa membuat seorang Fatima sedikit merasa hilang akal. Ada sedikit titik harapan di sudut hatinya. Bahwa ini semua hanyalah prasangka buruknya saja. Atau, hanya sekadar mimpi yang akan hilang dan pergi di kala ia bangun nanti. "Apapun itu, aku mencintai kamu dan masih sama besarnya seperti dahulu," ucap Abian, yang berhasil membuat pijakan kedua kaki Fatima semakin goyah. Instingnya sebagai seorang istri pun tentu saja otomatis berbunyi. Ucapan dari sang suami, tentu saja terdengar sangat bulshit di telinganya. Cinta? Cinta macam apa ini? Batinnya bergemuruh. "Perempuan itu, apakah selingkuhan kamu?" tanya Fatima tanpa mau basa basi lagi, bahkan dengan nada yang sudah berusaha ia jaga untuk terlihat setegar mungkin. Namun, tetap saja, getaran rasa kecewa itu sangat jelas terdengar dari suaranya juga. Abian pun langsung melepaskan tautan jari-jari tangan kanannya pada lengan sang istri. Yang jujur saja, hal itu membuat Fatima seketika merasakan kehilangan. Kehilangan seorang suami yang bertahun-tahun sudah ia banggakan. Biyanku telah pergi. Batinnya sesak. "Sini HP kamu," ucap Fatima, tegas dan tak terbantah. "Sayang. Kita duduk dulu. Kita bicara baik-baik, ya?" balas Abian dengan raut wajah yang sudah sedikit tampak memucat. "Aku bilang, serahkan HP kamu!" Tidak ada pergerakan yang terlihat dari tubuh Abian. "Biyan!" seru Fatima dengan suara tertahan. "Untuk apa, Sayang?" tanya Abian dengan nada yang mengiba. Sangat terlihat, jika dia sedang berusaha berbelit-belit untuk menyembunyikan masalahnya itu. "Aku ini? Istri kamu atau bukan?" tanya Fatima dengan nada dan kata-kata berbau sarkas. "Kamu ngomong apa sih, Fa?" sahut Abian dengan pertanyaan konyol. Salah satu ciri, pertanyaan absurd yang random terucap, ketika seorang pria tertangkap basah dan ersalah di depan istrinya. "Sini!" Dengan sangat terpaksa, Fatima pun tampak merebut kembali ponsel silver milik suaminya tersebut. Tidak ada lagi kelembutan yang tersisa pada suara dan sikap dari Fatima. Dan seketika itu pun membuat Abian merasa kecolongan. "Diam di situ!" seru Fatima dengan emosi yang siap meluap, berusaha menghentikan tindakan sang suami yang ingin merebut kembali juga, ponsel miliknya itu. Selama ini, Fatima adalah sosok wanita dan istri yang sebenarnya sangat menjaga privasi sang suami. Tidak pernah sekalipun selama menikahi suaminya itu, ia mengotak atik dompet dan ponsel milik Abian. Baginya rasa percaya yang sudah ia punya, itu sudah cukup. Namun, tembok kokoh dari kepercayaan yang sudah ia bangun bertahun tahun untuk Abian itu pun, akhirnya hancur runtuh berkeping-keping di saat sekarang juga. Sungguh, satu hal yang sangat menyedihkan dan menyesakkan hatinya. Dengan langkah tertatih, Fatima pun menghampiri tepian ranjang tempat tidurnya. Abian yang melihat langkah gontai dari istrinya itu pun, berniat ingin membantu dan menopang tubuh Fatima. "Diam di situ!" tolak Fatima, sambil mengibaskan tangan sang suami. Abian pun tampak menghela napas beratnya itu, dan mengembuskannya dengan buru-buru. Mungkin, telah tamat kehidupannya untuk saat ini di tangan sang istri. Dan mungkin saja sudah game over. Kedua telapak tangan Fatima sangat jelas terlihat gemetar dan berkeringat dingin. Setelah menarik napas panjang dan melepaskannya dengan perlahan, Fatima pun membuka layar menu ponsel yang pagi itu sudah membuat hidupnya terjungkal dan terbalik tiga ratus enam puluh derajat. Untuk membuka percakapan pesan di aplikasi berwarna hijau itu, sepertinya untuk saat ini, hati dan nyali Fatima tampak belum siap. Jika dalam sambungan telepon pun sudah terdengar semanja, semesra, dan semanis itu? Lalu apa kabarnya dengan isi percakapan pesan mereka. Pikiran buruk pun semakin menyelimuti hati Fatima. Jari jemari Fatima tampak menyentuh ikon galeri. Mungkin ada rahasia besar yang akan terungkapkan di sana, yang bisa membuktikan semua prasangka buruknya terhadap sang suami tercintanya itu. Ada satu album di dalam menu galeri tersebut, hanya berjudulkan dengan tanda emoticon love (simbol love emojis) di sana. Dengan segera Fatima pun membukanya. Dan penampakan di sana cukup membuat hatinya sedikit merasa lega. Yang ternyata, album tersebut berisi tentang gambar-gambar foto dirinya dan putri mereka. Bahkan ada gambar foto milik sang putra dan suaminya juga ada di situ. Merasa tidak ada yang mencurigakan, Fatima pun segera keluar dari album love tersebut. Dan berpindah pada judul album yang lainnya. Nama Akad 2, seketika membuat detak jantungnya pun memompa lebih cepat lagi. Dengan hati-hati, Fatima menyentuh album tersebut, dan seketika tampaklah foto-foto tidak asing yang terlihat oleh kedua matanya itu. Salah satu dari wajah dalam foto tersebut pun sudah sangat ia kenal. "Ini ...?" tanyanya dalam gumaman dengan bibir yang semakin bergetar. "Kamu? Menikah lagi?" tanya Fatima dengan nada sangat pelan yang langsung ke arah Abian. "Kenapa, Mas?" lanjutnya menggumam. Ada raut dan tatapan pias dan nelangsa yang terlihat di wajah Abian. Bukankah dia yang menyakiti Fatima? Mengapa dia yang tampak seolah-olah sedang disudutkan? "Maaf, Sayang. Aku mohon ... maafkan aku," ucap Abian dengan suara bergetar juga, yang tiba-tiba saja sudah duduk bersimpuh di bawah kaki Fatima dan memeluk erat kedua kaki yang telah ringkih itu. Satu goresan luka yang tak berwujud, dan tak berdarah pun seketika dirasakan oleh Fatima. Goresan itu sanggup menenggelamkan seorang Fatima ke dalam dasar jurang kekecewaan yang begitu dalam dan tak berujung. Fatima, yang selama mengemban status sebagai istri seorang Abian itu pun, merasa menjadi seorang pecundang untuk saat ini. Sungguh, pengkhianatan terbesar seorang suami adalah, ketika diam-diam di belakang istrinya, bisa membangun istana cinta yang lain di hatinya lagi, tepat di belakang istana cinta milik sang istri sahnya. Tanpa kabar sebelumnya dan tanpa izin serta restu darinya. "Aku punya salah apa, Mas? Sama kamu?" tanya Fatima dengan suara berbisik penuh luka dan sangat lemah sekali, tetapi sangat jelas terdengar luka itu di telinga milik Abian. "Aku salah apa? Sampai kamu bisa tega menghukumku dengan cara seperti ini, Bi?" Dan tatapan kosong penuh luka itu pun, berhasil tercetak jelas di kedua bola mata Fatima. Dan hatinya pun juga berhasil menerima kenangan buruk itu dengan sangat-sangat terpaksa dan terluka. Masih terbayang di pikirannya, apakah benar-benar nyata terjadi? Setega itukah sosok yang selama ini ia kagumi dan cintai itu? "Aku sungguh, tidak mengenalmu lagi ..." . . Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN