02. Masuk Rumah Sakit

1618 Kata
Lela membuka kedua matanya. Rasa sakit masih terasa di bagian perutnya. Lela berusaha bangkit dari ranjang. Namun, rasa sakit di perutnya semakin dirasakan. Lela memegang perutnya. “Perut gua!” Tangan kanan Lela memegang perutnya yang masih terasa sakit. “Kenapa dengan perut gua? Kenapa rasanya sakit banget?” Lela berteriak histeris menahan sakit yang luar biasa di perutnya. “Gua di mana? Bagaimana anak gua?” Lela kembali berteriak. Tangis pun turun dari kedua pelupuk mata Lela. “Sabar Neng, Neng di rumah sakit sekarang. Neng sama kehamilan Neng baik-baik saja. Cuma Neng masih butuh perawatan. Neng kecapean, jadi mengalami sedikit pendarahan. Neng harus banyak istirahat!” Tetangga kontrakan menjelaskan. “Mpok siapa?” Tanya Lela ingin tahu. “Aku tetangga sebelah kamar Neng. Tadi aku denger suara minta tolong, terus cari-cari ke depan gak ada orang. Panggil Neng, gak ada sahutan. Iya udah aku masuk ke kamar Neng, Neng sudah pingsan. Maaf ya Neng, aku gak izin dulu? Aku panik Neng, jadi tadi minta tolong tetangga lain angkat Neng ke taksi. Terus aku bawa ke rumah sakit.” Tetangga kontrakan kembali menjelaskan. “Terus suami gua ke mana Mpok?” Lela yang tak melihat Rahmat di sisinya. “Maaf aku gak tahu Neng. Tadi sudah panik jadi gak sempat cari HP Neng. Nanti biar suamiku yang kabari suami Neng! Kalau gak, Neng taruh HP nya di mana, biar aku hubungi suami Neng? Kebetulan aku mau pulang dulu, takut anak-anak pulang sekolah nyariin. Neng gak papa kan sendirian? Nanti kalau ada apa-apa panggil suster aja!” Tetangga terus memberi penjelasan sekaligus berpamitan. “Iya gak papa Mpok. Makasih ya? Hati-hati Mpok!” Sebenarnya Lela tak ingin sendirian. Namun Lela tak mungkin menahan tetangganya tadi. Pasti dia juga punya urusan. Lela beruntung karena tetangga tadi sudah menolongnya. Entah apa yang terjadi, jika dirinya tidak segera ditolong. Lela kini sendirian di ruang perawatan. Sesekali Lela masih merasakan sakit di bagian perutnya. Tak lama tetangganya pulang. Dokter memeriksa Lela. Menurut dokter, kandungan Lela tidak apa-apa. Hanya saja, Lela harus benar-benar istirahat. Lela tidak boleh melakukan aktivitas apa pun. Hanya berdiam di tempat tidur yang boleh Lela lakukan. Untuk makan dan minum tetap dilakukan di kamar. Kecuali ke kamar mandi, itupun harus pelan-pelan. *** Satu jam sudah berlalu. Aku berjalan terburu-buru. Setelah dikabari tetangga tadi, aku ingin segera tiba di rumah sakit. Aku sangat mencemaskan keadaan Lela dan juga bayi dalam kandungannya. Aku tidak ingin hal buruk terjadi pada istri dan calon anaknya. Sesampainya di rumah sakit, aku berjalan cepat mencari ruangan yang sudah aku tanyakan sebelumnya pada tetangga yang meneleponku tadi. Karena panik, aku tak kunjung menemukan ruang perawatan Lela. Aku akhirnya bertanya pada perawat yang sedang jaga. Aku mengikuti jalan yang ditunjukkan perawat tadi. Aku akhirnya bisa menemukan ruang perawatan Lela dengan cepat. “Neng kenapa? Neng gak papa?” Tanyaku cemas sembari memeluk tubuh Lela yang tengah terbaring. “Aw... perut Lela!” Lela tampak menahan sakit. “Kamu kenapa Neng? Maafkan Abang ya? Gara-gara Abang, Neng jadi begini. Tapi Neng sama anak kita baik-baik saja kan Neng?” Rahmat begitu cemas. “Gak papa Bang, cuma perut Neng masih sakit. Gimana ceritanya Neng bisa begini? Pasti Neng, kecapean ya?” Aku sudah menduga. Aku tahu, Lela paling tidak bisa diam, apalagi kalau melihat rumahnya berantakan. “Maafkan Neng Bang? Tadi pagi Neng beres-beres barang di kontrakan. Padahal sebentar, tiba-tiba perut Neng sakit banget. Untung ada tetangga yang tolongi Neng. Kalau gak, gak tahu nasib Neng sama anak kita.” Lela menjelaskan pelan. Sesekali tangan Lela memegangi perutnya yang masih terasa sakit. “Abang kan udah bilang sama Neng! Neng gak boleh capek, udah biar Abang aja yang beresin! Neng masih saja ngeyel! Untung Neng sama anak kita gak papa, kalau ada apa-apa gimana Neng?” “Pokoknya Abang gak mau tahu! Pulang dari sini, Neng gak boleh ngapa-ngapain! Istirahat, Abang gak mau sesuatu yang buruk terjadi.” Aku berpesan pada Lela. “Iya Bang, Neng akan nurut sama Abang. Maafkan Neng ya Bang?” Lela kembali meminta maaf. Aku sangat menyayangi Lela juga calon buah hatinya. Aku tak ingin sesuatu terjadi pada keduanya. Itulah kenapa, aku selalu berpesan agar Lela hati-hati dalam menjaga kandungannya. Aku juga melarang Lela mengerjakan pekerjaan berat. Pekerjaan yang sekiranya bisa membahayakan Lela dan bayi dalam kandungannya. “Oh ya Bang, tadi bilang dokter Neng sementara harus dirawat dulu sampai tak lemas lagi. Terus sampai di rumah, Lela gak boleh beraktivitas. Makan, minum di kamar. Ke kamar mandi harus pelan-pelan. Sama itu ada resep yang harus ditebus Bang! Abang punya duit gak?” Lela menjelaskan pada Rahmat. “Punya Neng, Abang masih ada simpanan. Sisa pesangon Abang kemarin masih Abang simpan buat biaya persalinan Neng. Nanti kita ambil saja dari situ!” Jawabku menenangkan. “Abang sudah kabari enyak sama babe belum? Kabari mereka saja, biar bisa gantian jaga Neng! Kalau siang kan Abang harus cari kerja.” Lela meminta aku menghubungi orang tuanya. “Tapi apa gak merepotkan enyak sama babe? Rahmat gak enak Neng?” Aku tak ingin merepotkan babe Abdul dan enyak Royani. Memang babe Abdul dan enyak Royani sangat baik dan menerima aku dengan tangan terbuka. Tapi aku tetap merasa tidak enak. Aku kurang setuju Lela menghubungi babe Abdul dan enyak Royani. “Sudah Abang tenang saja! Enyak sama babe pasti mau membantu Lela. Masa anaknya sakit gak mau gantian tungguin.” Lela yakin kalau babe dan enyak pasti bersedia bergiliran menunggu dirinya. “Ya Neng, nanti Abang coba hubungi enyak sama babe! Sekarang sebaiknya Neng istirahat! Neng kan gak boleh banyak gerak. Oh ya, Neng udah minum obat belum?” Rahmat mengiyakan. “Makasih Bang. Lela udah minum obat tadi sama suster. Lela capek dari tadi tiduran terus.” Gerutu Lela yang mulai bosan karena terus berbaring. “Neng kan sakit, harus banyak istirahat! Ingat keselamatan bayi kita. Memangnya Neng mau bayi kita kenapa-kenapa?” Aku memberi pengertian. Lela menuruti perintah suaminya untuk istirahat. Lela sendiri sebenarnya sudah lelah karena seharian ini terus berbaring di ranjang tempat tidur. Tapi demi bayi dalam kandungannya, Lela pun harus menuruti anjuran dokter dan juga suaminya. *** Tiga hari ini, Lela harus tetap tinggal di rumah sakit. Kondisi Lela yang masih lemah membuatnya harus benar-benar istirahat total. Segala aktivitas di lakukan di kamar, kecuali Lela hendak ke kamar mandi. Beruntung Lela memiliki suami seperti Rahmat. Suami yang siap sedia menjaga istrinya. Suami yang selalu siaga, kapanpun Lela membutuhkan bantuannya. Malam itu, Lela ingin ke kamar mandi. Kondisi lemah serta anjuran dokter, memaksa Lela harus meminta bantuan pada Rahmat. “Bang... Abang!” Panggil Lela padaku yang tengah tidur di kursi tunggu dalam ruang perawatan “Iya Neng, ada apa?” Aku sembari mengucek kedua mata karena kantuk. “Lela mau ke kamar mandi! Abang bantu Lela ya?” Pinta Lela padaku. “Ya Neng.” Meski kantuk masih mendera, Rahmat pun bangkit dari kursi tunggu untuk mengantar Lela ke kamar mandi. “Pelan-pelan Neng!” Aku membantu mengangkat tubuh Lela turun dari ranjang. Lalu tangan kiriku memapah tubuh Lela menuju kamar mandi. Sementara tangan kanan memegang botol infus Lela. Lela sudah kembali ke ranjang rumah sakit. Aku menyelimuti tubuh Lela dengan selimut rumah sakit. Setelah melihat Lela terlelap, aku kembali ke kursi tunggu untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Baru beberapa menit aku memejamkan mata. Suara Lela kembali membangunkannya. “Bang... Bang Lela takut! Bang Lela gak mau sendirian! Ada yang lihatin Lela terus!” Teriak Lela histeris. “Ada apa lagi Neng? Abang kan di sini temani Neng. Neng tenang ya! Siapa yang lihatin Neng? Di sini gak ada siapa-siapa? Cuma Abang sama Neng.” Aku menenangkan Lela. Lela memeluk erat tubuh suaminya. Rasa sakit di perut seolah hilang tertutup rasa takut Lela. Aku sendiri bingung melihat Lela yang histeris ketakutan. Padahal di ruangan itu tidak ada siapa-siapa kecuali Lela dan dirinya. Tapi Lela berteriak kalau ada yang terus melihatnya. Tangan kanan Lela terus memegangi tangan kiriku. Lela tak mau aku tinggal, meski hanya tiduran di ruang tunggu. Aku pun mengalah. Aku menarik kursi lalu duduk di sebelah ranjang tempat Lela terbaring. *** Siang ini, Royani dan Abdul datang menjenguk Lela. Mereka khawatir dengan keadaan Lela dan anak dalam kandungannya. Karena anak dalam kandungan Lela merupakan cucu pertama buat Royani dan Abdul. Leha, kakak Lela yang sudah berumah tangga duluan justru sampai saat ini belum dipercaya memiliki momongan. Royani dan Abdul pun terlihat begitu cemas saat mendengar Lela masuk rumah sakit. Mengetahui Royani dan Abdul berniat menjenguk Lela, aku pun meninggalkan Lela di rumah sakit. Aku harus segera mencari pekerjaan. Biaya perawatan rumah sakit Lela pasti tidak sedikit. Belum aku harus mempersiapkan biaya persalinan Lela yang diperkirakan dokter tidak akan lama lagi. “Lela, lo kenapa? Kok bisa masuk rumah sakit begini? Pasti Rahmat, suami lo itu gak bisa jaga lo ya? Awas aja kalau terjadi sesuatu sama anak dan cucu gua!” Royani tampak emosi pada Rahmat. “Lela gak papa Nyak. Lela hanya sedikit kecapean. Lela sendiri yang minta. Abang Rahmat gak pernah ngapa-ngapain Lela kok Nyak. Bang Rahmat sangat menjaga Lela. Enyak tenang aja.” Lela menenangkan emosi Royani. “Lo yakin La? Suami lo itu gak sakiti lo kan? Nanti, mentang-mentang lo gak kerja, suami lo seenaknya saja! Gak tahu istri lagi bunting apa!” Royani masih sedikit emosi. “Gak Nyak! Bang Rahmat sangat baik. Lela aja yang bandel. Bang Rahmat sudah melarang Lela, tapi Lela tetap ngeyel beres-beres. Jadi Lela kecapean, terus gini jadinya.” Lela memberi penjelasan. Melihat Royani yang sudah emosi duluan. Lela memilih merahasiakan dulu soal Rahmat yang sudah tidak bekerja lagi. Lela khawatir, Royani akan semakin emosi pada Rahmat. Lela melakukan ini demi kebaikan hubungan Rahmat dan Royani. Karena setahu Royani, Rahmat masih bekerja di perusahaan lama dengan gaji yang lumayan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN