01. Pemutusan Hubungan Kerja

1646 Kata
“Neng, tahu gak apa yang Abang rasakan saat ini? Abang merasa, Abang ini laki-laki yang paling beruntung saat ini.” Ucap Rahmat senang setelah melewati malam pertamanya dengan Lela. “Memangnya beruntung kenapa Bang?” Lela ingin tahu. “Beruntung karena Abang sudah bisa memiliki Neng seutuhnya! Setelah kemarin pagi kita resmi menjadi pasangan suami istri. Makasih ya Neng Abang sangat bahagia. Dari sekian banyak lelaki yang jatuh cinta sama Neng. Neng sudah memilih Abang sebagai teman hidup.” Rahmat sangat bahagia. Tiga bulan berlalu. Aku sangat bahagia saat mendengar Lela, istriku tengah berbadan dua. Aku gak menyangka kalau Tuhan akan memberikan anugerah yang begitu cepat pada pernikahan kami. Pernikahan yang baru berjalan tiga bulan. Namun, Tuhan sudah mempercayakan aku dan Lela untuk menjadi orang tua. Aku dan Lela tak berhenti bersyukur atas anugerah yang luar biasa ini. Karena sebentar lagi aku akan menjadi bapak. Ya, aku akan dipanggil bapak oleh anakku, darah dagingku sendiri. Dan Lela akan menjadi seorang ibu. Rasanya aku dan Lela masih belum percaya dengan semua ini. Rasanya baru kemarin aku mengenal Lela. Berkenalan dengan orangtuanya, melamar, lalu aku dan Lela mengikat janji suci pernikahan. Dan kini seolah mimpi, aku akan memiliki momongan. Awal pernikahan kami begitu indah. Segalanya bisa kami penuhi. Kasih sayang dan materi tercukupi. Dan sebentar lagi pernikahan kami semakin lengkap dengan hadirnya buah hati di tengah-tengah kami. Aku tak ingin merasakan kebahagiaan ini berdua saja dengan Lela. Aku ingin berbagi kebahagiaan besar itu pada keluargaku di Purworejo. Juga pada keluarga Lela di Jakarta. Karena saat ini keluarga Lela adalah keluargaku juga. Keluarga Lela sangat menerima pernikahan kami. Aku dianggap sebagai menantu yang pengertian. Karena dari gajiku yang lumayan aku sering memberikan sedikit bingkisan untuk mertuaku. Tidak hanya bingkisan, setiap habis gajian aku selalu menyisihkan sedikit gajiku pada kedua mertuaku. Sebagai orang tua yang belum berpengalaman, kehamilan pertama buat Lela menjadi sosok yang menakutkan. Aku dan Lela takut sesuatu terjadi pada buah hati kami. Aku gak mau anakku sampai lahir ke dunia dalam keadaan tidak sempurna. Begitu juga dengan Lela. Kami pun berbagi cerita dengan orang tua Lela. Meminta pendapat dan cara menjaga kehamilan pertama. Hal apa saja yang tidak boleh dilakukan saat hamil muda. Apa saja yang bisa membuat bayi dalam kandungan tetap sehat. Semua kami tanyakan pada orang tua Lela. Orang tua Lela ikut bahagia karena sebentar lagi akan memiliki cucu. Bahkan mertua meminta kami tinggal di rumahnya saja. Tapi kami menolak. Karena aku dan Lela tak mau merepotkan orang tua. Lagian Lela saat itu baik-baik saja. Lela yang saat itu bekerja memutuskan untuk berhenti kerja demi keselamatan buah hati kami. Aku sangat mendukung keputusan Lela. Karena yang Lela lakukan untuk keselamatan buah hati kita. Toh masih ada aku, bapaknya yang bisa mencari nafkah untuk Lela dan calon anakku. Gajiku lebih dari cukup kalau untuk membiayai aku, istriku juga calon anakku nanti. Sayang, manusia hanya bisa berdoa dan berusaha. Segala keputusan ada pada Tuhan. Di saat kehamilan Lela sudah mulai besar, aku harus menelan pil pahit. Perusahaan tempatku bekerja mengadakan pengurangan karyawan besar-besaran. Aku menjadi salah satu karyawan yang diputus hubungan kerjanya oleh perusahaan. Sungguh aku sangat bingung saat itu. Di saat aku butuh banyak biaya untuk persalinan anak pertamaku. Aku justru diberhentikan dari perusahaan. Uang pesangon yang tidak seberapa harus aku simpan baik-baik untuk persiapan persalinan. Aku bingung harus bicara apa dengan Lela. Lela pasti kecewa dan sedih mendengar berita ini. Tapi aku juga tak mungkin untuk menyembunyikan berita ini selamanya. Aku harus jujur dengan Lela. Dan aku yakin, Lela kuat menerima semua cobaan ini. Namaku Rahmat. Aku keturunan Jawa, tepatnya Purworejo. Perusahaan tempatku bekerja telah mempertemukan cinta kami. Bahkan aku dan Lela akhirnya berjodoh. Sejak menikahi Lela, kami pun mengontrak sebuah rumah. Gajiku dan Lela bisa dibilang lebih. Selain bisa mengontrak rumah, kami juga bisa membantu orang tua Lela. Tiap bulan kami bisa menyisihkan uang lebih untuk kedua orangtua Lela. Orang tua Lela sangat setuju dengan pernikahan kami saat itu. Lela, perempuan yang paling aku cintai. Perempuan asal Betawi ini memiliki tubuh semampai serta wajah yang ayu. Membuat banyak lelaki kagum padanya. Namun, aku laki-laki yang beruntung. Karena Lela memilih aku. Bahkan aku dan Lela sudah menjadi pasangan suami istri saat ini. “Neng, maafkan Abang ya! Abang harus jujur sama Neng. Kita sudah berumah tangga, dan Abang mau di antara kita gak ada yang di tutup-tutupi!” Rahmat memulai pembicaraannya. “Maaf? Memangnya Abang ngapain, kok minta maaf?” Lela merasa bingung. “Gini Neng! Abang... Abang kena PHK Neng. Maafkan Abang ya Neng?” Rahmat jujur. “Apa Bang? PHK? Terus biaya anak kita gimana Bang? Kok bisa kena PHK?” Lela tampak terlonjak. “Iya Neng. Perusahaan sedang mengurangi karyawan besar-besaran, dan Abang salah satunya. Tapi Neng tenang aja, Abang pasti secepatnya akan cari kerja. Abang gak akan biarin Neng sama calon anak kita menderita!” Rahmat menjelaskan apa yang terjadi dengan perusahaannya. “Iya Bang, Neng percaya kok. Iya udah sekarang Abang mandi gih, terus makan! Neng udah masak buat Abang.” Lela berusaha sabar. “Iya Neng, makasih. Abang mandi dulu ya!” Rahmat berjalan ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Lalu membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Sementara Lela menyiapkan makanan di ruang makan. Peralatan makan sudah disiapkan Lela di meja makan untuk suaminya. Menu makanan lengkap sudah disiapkan Lela untuk Rahmat. Maklum saja penghasilan Rahmat saat itu bisa dibilang lebih. Makanya Lela memutuskan berhenti kerja demi fokus pada kesehatan dirinya juga bayi dalam kandungannya. *** Dua minggu sudah aku mencari lowongan kerja di beberapa perusahaan yang ada di Jakarta. Namun, sampai saat ini aku tak kunjung mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Status pernikahan menjadi salah satu faktor aku susah mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar. Karena sebagian perusahaan besar membutuhkan karyawan dengan status lajang. Tenaga sudah lelah. Kepala juga pening. Tapi pekerjaan tak kunjung didapatkan. Aku tak boleh menyerah. Aku harus tetap semangat demi Lela dan calon buah hati aku. Karena hanya Lela dan buah hati yang menjadi semangat aku saat ini. Melihat matahari yang sudah mulai condong ke barat, aku segera bergegas pulang. Meski harapan hari ini masih kandas, aku berusaha tersenyum. Aku berusaha kalau diriku baik-baik saja saat tiba di rumah. “Abang sudah pulang? Gimana Bang hari ini, Abang sudah dapat kerja?” Tanya Lela sesampainya Rahmat di rumah. “Udah. Belum Neng, maafkan Abang ya Neng? Mudah-mudahan Abang segera dapat kerjaan. Tadi sih ada beberapa perusahaan yang membutuhkan karyawan. Abang sudah taruh lamaran di sana. Semoga segera ada kabar.” Rahmat berusaha menenangkan pikiran Lela. “Syukur deh Pa. Oh ya Pa, tadi yang punya kontrakan datang. Terus tanya, kita mau lanjut lagi gak? Soalnya kalau gak, ada yang berani bayar lebih mahal.” Lela memberitahu Rahmat masalah kontrakan yang sudah mau habis. Di saat aku sedang tidak bekerja, kenapa berbagai masalah keuangan justru muncul tiba-tiba. Biaya persalinan yang gak kecil, belum untuk kebutuhan istri hamil yang perlu makanan bergizi, periksa ke dokter kandungan. Dan kini, satu masalah keuangan kembali muncul. aku harus membayar sewa kontrakan rumah, karena sewa satu tahun sudah terlewati. “Gimana ya Neng? Abang sih masih ada tabungan, cuma sebentar lagi kita kan butuh biaya banyak untuk persalinan Neng. Kalau dipakai dulu, takutnya Abang gak bisa kumpulin lagi Neng. Apa kita cari kontrakan lain aja yang bulanan? Jadi sisanya bisa dipakai kebutuhan lain.” Rahmat sedikit bingung. “Neng terserah Abang saja! Kalau mau cari kontrakan bulanan ya gak papa.” Lela menurut. “Ya udah nanti Abang cari-cari daerah sini saja! Biar pindahannya gak jauh-jauh, kasihan Neng lagi hamil nanti kecapean.” Rahmat menetapkan untuk mencari kontrakan bulanan. Sebelum jatuh tempo, aku sudah mencari kontrakan yang tak jauh dari kontrakannya sekarang. Kontrakan sederhana dua petak menjadi pilihan aku dan Lela. Barang-barang aku yang banyak dengan tempat yang hanya dua petak, menjadikan kontrakannya sempit. Namun, mengingat dana yang sedikit aku pun memilih kontrakan dua petak itu sebagai tempat tinggal selanjutnya. Aku berharap segera mendapatkan pekerjaan layak, agar Lela bisa tinggal di tempat yang lebih layak. Aku sudah melarang Lela untuk ikut membereskan barang-barang. Karena aku tahu, kehamilan pertama biasanya masih sangat rawan. Aku ingin Lela benar-benar menjaga kehamilan pertamanya. Namun sebagai istri, Lela tak tega melihat aku yang berangkat pagi pulang sore untuk mencari pekerjaan. Sampai di rumah, aku harus membereskan barang-barang usai pindahan. Sementara Lela sendiri hanya berpangku tangan menonton. Tanpa sepengetahuan aku, Lela ikut membereskan barang-barang pindahan. Saat siang hari, sedikit-sedikit Lela membereskan barang-barangnya. Tiba-tiba Lela merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya. “Aw... kenapa perut gua ini? Kok rasanya sakit banget?” Tangan kanan Lela memegangi bagian perutnya yang sakit. Sementara tangan kiri mencari sesuatu untuk berpegangan. Berpegangan karena sakit yang luar biasa di bagian perut Lela seakan membuat Lela ingin jatuh pingsan. Beruntung Lela masih bisa berpegangan pada tembok kontrakannya. Lela tak sampai jatuh. Pelan-pelan Lela mendekati tembok. Sembari menahan rasa sakit yang luar biasa di bagian perutnya. Setelah bersandar di tembok, Lela berusaha meminta tolong pada siapa saja yang bisa menolongnya. “Tolong... tolong!” Teriak Lela lemas. “Aw... perut gua sakit. Tolong, siapa saja tolongi gua! Please!” Lela terus memohon sembari menahan sakit di bagian perutnya. Darah segar mengalir di sela-sela kedua kaki Lela. Lela sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi. Sementara dia berteriak dari tadi belum ada yang mendengarnya. Lela juga tak bisa menghubungi Rahmat. Lela tak sanggup untuk berjalan meraih ponselnya di atas meja. Jangankan berjalan, menopang tubuhnya saja, Lela sudah tak sanggup lagi. Lela pun pelan-pelan terjatuh di lantai. Meski sudah jatuh, Lela masih tersadar. Dengan segala sisa tenaga yang ada, Lela kembali berusaha meminta tolong. “Tolong.... tolongi gua!” Teriak Lela lagi. Lela terus berdoa pada Tuhan demi keselamatan dirinya dan juga bayinya. Lela tak ingin kehilangan bayinya. Lela juga terus berusaha menahan sakit hingga ada orang yang datang menolongnya. Meski Lela hanya bisa pasrah. Pasrah dengan apa yang akan terjadi pada dirinya dan bayinya. Karena rasa sakit di bagian perutnya sudah tidak bisa ditahan lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN