Apa Kamu Cemburu?

1291 Kata
"Apa kamu tidak mengenaliku?" "Siapa kamu?" Horizon malah balik bertanya dengan nada ngajak orang berantam. Dia pun menoleh ke arah Xelo. Bibir tipis gadis di depan sana tertarik mendapati raut wajah Horizon yang datar. Sorot matanya juga tampak dingin dan tak bersahabat. Tapi itu membuatnya semakin tertarik saja. Gadis bertubuh ramping dan berkulit putih itu tampak tak gentar dengan reaksi yang diberikan Horizon barusan. Dia malah memaju langkah mendekati Horizon. "Kenalkan, namaku Anabelle." Dia mengulur tangannya ke arah Horizon. Bola mata Horizon menyoroti tangan gadis tersebut, dengan tak merubah sorot mata dinginnya. "Horizon," ucapnya tak membalas jabat tangan gadis tersebut. "Maaf, saya sedang sibuk. Kalau membutuhkan sesuatu, Anda bisa cari asisten pribadi saya." Horizon memaju langkah melewati Annabelle tanpa menoleh sedikitpun. "Horizon," panggilnya menghentikan langkah yang hampir mencapai pintu ruangan. "Ini jam kerja, Nona. Saya nggak suka bertemu tamu tanpa terjadwal dengan jam kerja saya. Waktu saya sangat berharga. Kalau urusan penting, Anda bisa membuat jadwal terlebih dulu ke asisten saya." Horizon hampir memaju langkah lagi. Tapi, Annabelle kembali memberikan jawaban. "Aku ini calon tunangan kamu, Horizon." Mendengar perkataan Annabelle itu, Horizon memutar tubuhnya memperhatikan Annabelle bak seekor mangsa. "Calon tunangan?" tanyanya, kemudian mengangkat jemarinya yang melingkar cincin pernikahan. "Saya sudah menikah, Nona. Tolong jangan buat rumor yang merugikan saya dan Anda sendiri di sini." Sorot dinginnya kembali terlihat menguasai seluruh wajah Horizon. Tidak peduli siapa yang sedang dihadapinya. Asal itu bukan Sauna. "Apa aku tertipu?" "Tanyakan saja pada orang yang memintamu ke sini." Horizon mundur beberapa langkah seraya melirik penuh arti ke Xelo. Tangan kirinya menarik daun pintu dan menutup dengan dentuman yang membuat kaget gadis itu. "Orang tua nggak punya hati!" gerutu Horizon kesal. Dengan amarahnya, kedua kaki itu melangkah ke tempat kursi kebesarannya. Mood yang semula baik, kini harus hancur dikarenakan orang asing tadi. Horizon yang mengenakan pakaian casual itu memilih duduk sebelum mengeluarkan hape dari dalam saku celana. Dia tampak santai terlihat dari luar, namun urat-urat di area wajahnya tampak menonjol. Menarik kursi kerja agar lebih dekat ke meja, Horizon mulai menyentuh mouse. Dia menggerakkan kursor ke arah folder perusahaan untuk mempersiapkan pertemuan nanti dengan rekan kerja perusahaan yang menentang pendapatnya. Getar hape di atas meja menarik perhatian Horizon. Sekilas ia menoleh ke arah layar yang menyala, tapi langsung tertarik melihat nama Sauna muncul di sana. Horizon menarik hape dan langsung menyentuh pesan masuk itu. Sauna: Kamu uda sampai di tempat kerjaan? Bibir Horizon tertarik membentuk sebuah senyuman. Meskipun mereka berdua masih terasa asing, tapi keduanya langsung akrab untuk saling ngobrol atau sekadar bertukar kabar. Hori: Aku sudah sampai. Maaf, kalau lupa mengabarimu. Bagaimana keadaanmu, Sauna? Horizon malah memilih bersandar pada kursi kerjanya. Dia masih memegang hape dan tak melepas pandangannya di ruang obrolan pesan itu, untuk menantikan pesan balasan Sauna. Sauna: Aku udah baikan. Jangan mengkhawatirkanku :) Hori: Tentu saja seorang suami harus mengkhawatirkan istrinya. Apa aku harus mengkhawatirkan wanita lain? Sauna: Kalau kamu ingin, kenapa tidak? Hori: Aku masih waras. Sauna: Baguslah. Kalau begitu bekerja dengan benar dan terus semangat, agar kamu bisa mendapatkan hasil terbaik untuk keluarga kita. Keluarga kita? Itu sangat romantis menurut Horizon. Dia tersenyum dengan senangnya. Horizon: Kamu juga. Jam berapa nanti rencanamu izin sama Gangika? Sauna: Jam 2, aku keluar dari sini. Gangika uda kasi izin. Hori: Tunggu kedatanganku dan jangan ke mana-mana. Kamu paham? Sauna: Aku bisa sama kak Ryung, Hori. Kamu gak perlu repot-repot buat jemput aku. Horizon: Aku tidak banyak kerjaan hari ini. Tolong tunggu aku. Sauna: Baiklah, kalau kamu mau seperti itu. Aku tidak akan memaksamu. Horizon tak lagi membalas. Dia tersenyum dan masih menatap pesan balasan Sauna. Benar-benar penguat suasana hati yang tadinya kacau, gumamnya. Jam yang ditentukan pun tiba. Horizon melakukan pertemuan dengan pria paruh baya penentang keinginannya seperti papanya karena tidak terima menolak proyek perusahaan yang dianggap menguntungkan perusahaan. Suara perdebatan menguap di dalam ruangan. Siapa yang berani menentang keputusan Horizon. Jika Horizon berkata tidak, maka tidak akan terjadi dan tidak akan berubah pula. Jam menunjukkan pukul 12:21. Jam istirahat pun terlewatkan hampir setengah jam. Xelo yang berada di dalam ruangan sejak tadi mendampingi Horizon, terus mewanti-wanti waktu yang diminta atasannya itu. Brugggg .... "Saya tetap pada pendirian di awal," kata Horizon sambil menggebrak meja. "Jangan membawa perusahaan ke dalam masalah. Dari segi pengadaan barang saja, mereka masih terbengkalai. Kalau, kalian sesuka hati menyatakan itu baik dan menguntungkan, riset diutamakan." Horizon berdiri seusai mengeluarkan isi dalam pikirannya. Dia meninggalkan ruang rapat yang masih tidak menemukan titik terang. Suara sumbang menyoroti kepergian Horizon diikuti oleh Xelo dari belakang. Keduanya berjalan dalam diam sejak keluar ruang rapat menuju pintu lift. "Apa menurutmu salah, Xel?" tanya Horizon, sesaat keduanya masuk ke dalam lift. "Tidak, Pak. Saya tidak setuju sama yang diminta oleh Pak Deera." "OK, lakukan saja yang kayak saya minta, Xel. Saya mau siap-siap keluar." "Baik, Pak." Tiba di ruangannya, Horizon mempersiapkan barang bawaan yang harus dia bawa. Seusai memeriksa dengan pasti, kini Horizon mengarah keluar pintu ruangan kerjanya menuju ke arah lift. Lagi-lagi Xelo mengikutinya sampai ke bawah. Melakukan perjalanan sendiri sejak menikah dengan Sauna, pun Horizon lakukan. Mengendarai mobilnya hanya memakan waktu 25 menit untuk sampai di seberang ruko tempat Sauna dan teman-temannya berada, Horizon mengambil hape dan mengirimkan pesan ke Sauna. Hori: Aku sudah di bawah. Beberapa menit kemudian, Horizon mendapati pesan balasan Sauna. Sauna: Ini terlalu cepat, Hori. Masih jam 13:25. Aku tadi izin ke Gangika di jam 14:00 Tanpa pikir panjang, Horizon turun dari mobil. Dia memang tidak akrab demgan Gangika seperti ke Stevan. Meskipun jarang berinteraksi dengan adik sahabatnya, Horizon pernah tau siapa Gangika. Masuk ke dalam Castle Shop, Horizon kaget mendapati seseorang menghadangnya naik ke atas. "Anda siapa? Di atas hanya khusus pegawai Castle Shop. Apa Anda tidak bisa membaca?" Tunjuknya pada dinding dekat tangga. Horizon sekilas menatap lelaki itu dan menoleh ke arah telunjuknya. "Agh, maaf, saya tidak melihatnya. Saya Suaminya Sauna. Apa bisa tolong panggilkan dia?" Suaminya Sauna? "Baik, tunggu sebentar," katanya kemudian berlari ke arah anak tangga. Itu adalah Ryung. Dengan gayanya yang tampak keren, Horizon berdiri di depan pintu berbahan kaca seraya bersedekap melihat ke arah luar. Tak lama, Horizon mendengar suara derap kaki yang berlari di atas tangga. Tapi itu bukan dua langkah. Dia segera menoleh ke arah anak tangga yang diributkan oleh sahabat-sahabat Sauna. Manik matanya menyoroti Sauna yang lebih dulu menjadi pusat perhatian Horizon. "Suaminya, Sauna?" Harson yang tiba lebih dulu di depan Horizon mengulurkan tangan ke Horizon dengan senyum merekah. Horizon mengangguk seraya mengangamati lelaki itu. "Iya." "Harson," dia kembali meminta untuk berjabat tangan. "Horizon," jawabnya seraya membalas jabat tangan lelaki itu. Sauna yang tampak kebingungan dengan kehadiran Horizon itu melihat seluruh sahabatnya saling mengenalkan diri ke Horizon. "Hay, Kak. Kita sudah pernah ketemu," sapa Gangika seraya tersenyum. Horizon ikut tersenyum dan itu membuat Sauna kaget. Sejak tadi bersama Ryung dan Harson, pria itu tak menunjukkan keramahan sedikitpun. "Hay, Gangika. Apa kabar?" "Baik, Kak. Kak Stevan masih di Bandung, jadi belum bisa bertemu dengan kalian, Kak." "Tidak masalah, Ka. Kakak juga uda tau dari Stevan langsung. Dan sekarang, apa boleh aku izin membawa istriku?" Horizon menatap penuh harap padanya. "Tentu saja boleh, Kak. Sauna sudah izin sejak tadi. Berhati-hatilah di jalan, Kak." Horizon mengangguk. "Makasih, Ka." Pria itu menoleh ke sisi kanan mendapati Sauna yang suda memperhatikannya dengan tatapan tak biasa. "Ayo." Melihat cara Horizon sangat lembut memperlakukan Sauna, Ryung merasa sedikit iri. Berbeda dengan Gangika dan Harson yang merasa kagum menyoroti kepergian keduanya setelah berpamitan ke mereka. Sampai di dalam mobil, Horizon merasa aneh dengan diamnya Sauna. Hingga mobil melaju dan keluar dari dareha ruko, wanita di sampingnya tetap diam dan seolah menghindari kontak mata darinya. "Kamu kenapa, Sauna?" "Nggak apa-apa," balasnya tak acuh. "Apa aku melakukan kesalahan?" "Tidak." Sekilas menoleh ke arah Sauna yang tidak menoleh sedikitpun dari depan. "Kenapa denganmu?" "Tidak apa-apa." "Apa kamu cemburu?" "Apaaaa?" Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN