Waktu berjalan perlahan
Jarum jam tepat berada di angka 11 ketika suara knop pintu membangunkan wanita berusia dua puluh tujuh tahun yang sedang tertidur di sofa ruang tamu. Wanita itu tersenyum menyambut sang suami yang baru saja datang walau sudah larut.
"Ku siapkan air hangat dulu atau ingin makan malam dulu sayang?" tanya sang istri lembut
"Nessa ada yang ingin ku bicarakan."
Niko mengajak istrinya duduk,di genggamnya jemari lentik milik wanita berambut panjang itu.
Nessa yang bingung dan penasaran hanya menurut saja.
Cukup lama Nessa menunggu hingga akhirnya suaminya mengatakan hal yang ingin ia bicarakan.
"Kita berpisah saja"
Satu kalimat itu berhasil memporak porandakan hati Nessa.
Mata emerald itu terbelalak,terpaku.
Nessa memejamkan mata sejenak dan menghela nafas panjang. Berusaha sebaik mungkin menata perasaanya.Berharap ini hanya gurauan.
"Jangan bercanda seperti itu sayang. Itu tidak lucu" Nessa mencoba tersenyum,menganggap itu hanyalah candaan.
"Aku serius. Maaf Nessa,aku tidak bisa menghadapi orangtuaku lagi. Mereka benar-benar mendesak menginginkan cucu." Jelas Niko
"Bukankah kita sedang berusaha? Dokter bilang kita bisa punya anak."
"Maafkan aku,Nessa.Jujur saya aku sudah tidak bisa menunggu. Aku tidak yakin kamu bisa hamil. Bahkan setelah semua usaha kita selama ini."
Nessa tak mampu lagi berkata,ia hanya diam dengan air mata yang membasahi pipinya.
Dulu Niko selalu mengusap air mata Nessa setiap kali Nessa sedih. Tapi hari ini,Niko yang membuat Nessa menangis.
Ia tak pernah membayangkan bahwa akan ada perceraian. Bahkan setelah semua hinaan dari ibu mertua nya yang selalu menyakiti hatinya,ia tetap bertahan.Bagi Nessa asalkan bersama Niko,asalkan Niko selalu berpihak dan menyayanginya tak ada alasan untuk meninggalkanya.
Namun kali ini Niko yang akan meninggalkanya. Suami tercintanya yang meminta perpisahan.
"Tanda tangani ini nanti,besok pagi serahkan padaku." Niko meninggalkan sebuah amplop besar berisi surat pengajuan perceraian di meja sebelum ia beranjak pergi.
Nessa menjatuhkan tubuhnya pada sandaran sofa yang empuk. Kedua telapak tanganya menangkup wajah cantik yang telah basah oleh air mata.
Waktu berjalan begitu lambat,memutar setiap kenangan di kepala Nessa.
"Ku kira kamu benar - benar menerimaku. Kamu bahkan sangat sabar. Kamu selalu menemaniku ke dokter,menyemangati ku." gumam Nessa.