Bercinta

1214 Kata
Empat tahun yang lalu, Dewi memasuki dunia kampus dengan semangat dan antusiasme yang tinggi. Sebagai mahasiswi baru di jurusan psikologi, ia merasa penuh harap untuk mengejar mimpi dan menemukan makna dalam studinya. Saat itu, Prof. Reza Raharja, seorang dosen muda yang dihormati, menaruh perhatian pada Dewi. Reza melihat potensi besar dalam dirinya dan memutuskan untuk menjadi pembimbing pribadinya. Dewi, dengan rambut panjang bergelombang dan mata cokelatnya yang penuh semangat, cepat menjadi sorotan di antara rekan-rekannya. Reza tidak hanya menjadi mentor akademis Dewi tetapi juga membimbingnya dalam meraih potensinya yang belum terungkap. Dewi merasa terhormat karena dipilih oleh Reza, dan hubungan antara Dosen dan mahasiswi berangsur menjadi lebih dekat seiring berjalannya waktu. Di balik kehangatan bimbingan akademis, Dewi mulai merasakan kebingungan emosional. Reza, dengan kepribadian karismatiknya, tanpa disadarinya menciptakan magnet emosional yang menarik Dewi lebih dekat. Obsesinya untuk mendapat perhatian Reza tumbuh seiring waktu, dan Dewi terjebak dalam labirin perasaan yang rumit. Sementara itu, Reza, yang menikmati perhatian dan dedikasi Dewi dalam bidang akademis, merencanakan sesuatu secara diam-diam. Ia melihat kesempatan untuk menggali lebih dalam eksperimen psikologisnya dan akan menciptakan kisah asmara yang rumit. Setiap tantangan dan intrik yang diberikan Reza diambil Dewi sebagai ujian untuk membuktikan dirinya. Kehadiran Reza dalam hidupnya bukan hanya sebagai seorang dosen, melainkan juga sebagai tokoh yang memengaruhi dinamika emosionalnya. Tahun pertama Dewi di kampus menjadi awal dari permainan psikologis yang kemudian berkembang menjadi kisah cinta yang kompleks dan terkadang menyakitkan. Di tengah tekanan akademis dan pergolakan emosional, Dewi mencoba mencari jati diri dan arti sebenarnya dari hubungan yang semakin membingungkan. Langit hari itu cerah di kampus, Dewi duduk di ruang bimbingan Prof. Reza, ruangan yang seakan memiliki aura tersendiri. Dewi memegang catatan kuliahnya dengan tegang, menunggu Reza memberikan arahan untuk penelitian yang sedang mereka lakukan. "Dewi, kamu punya potensi besar. Saya yakin kita dapat menjalankan penelitian ini dengan sukses." Dewi dengan senyum tipisnya menjawab, "Saya akan berusaha sebaik mungkin, Prof. Reza." Tak hanya membahas penelitian, obrolan mereka sering melewati batas profesionalitas. Reza sering memuji kecerdasan Dewi, dan tanpa disadari, perasaan Dewi tumbuh lebih dari sekadar kekaguman akademis. Suatu sore, setelah jam kuliah selesai, Dewi menemui Reza di perpustakaan kampus. "Prof. Reza, bolehkah saya bertanya tentang penelitian kita?" tanya Dewi dengan senyum anggunnya. "Tentu saja, Dewi. Ayo duduk." ucap Reza menimpali. Dewi duduk di depan Reza dengan penuh antusias, "Saya hanya ingin tahu, apa sebenarnya yang ingin kita capai dengan penelitian ini?" Reza tersenyum misterius, "Tujuannya sederhana, Dewi. Kita sedang mencari pemahaman mendalam tentang dinamika emosional dalam hubungan." Dewi agak bingung, "Tapi mengapa harus melibatkan perasaan pribadi kita dalam penelitian ini?" Reza dengan serius menjawab, "Karena keaslian emosi hanya dapat diuji dalam konteks kehidupan nyata. Kita perlu merasakannya untuk memahami sepenuhnya." Dewi mengangguk, meskipun hatinya bergejolak dengan pertanyaan lebih dalam. Percakapan ini menandai awal dari permainan psikologis yang semakin rumit. Minggu demi minggu berlalu, penelitian mereka semakin kompleks, menciptakan situasi di mana garis antara profesionalisme dan pribadi semakin kabur. Reza sering memberikan pujian yang membuat Dewi merasa spesial, dan dalam hatinya, perasaan yang tidak bisa dijelaskan terus tumbuh. Suatu sore Dewi singgah di Kos Maya sahabatnya di kampus,Dewi mengungkapkan kebingungannya kepada sahabatnya, Maya. "Dew, kamu perlu hati-hati. Ini bisa jadi lebih dari sekadar penelitian." Mata Maya menunjukkan keseriusan. "Tapi ini untuk ilmu psikologi, Maya. Kita harus terbuka terhadap pengalaman pribadi." ucap Dewi namun nampak keraguan di sana. Maya memberikan pandangannya,"Kamu yakin Dew? Reza melibatkan dirinya dengan tulus dalam penelitian ini? tanpa embel-embel lain gitu?" Pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban yang pasti. "Duhhh,tauk lah May,kita keluar makan dulu aja yuk May." ajak Dewi sambil menarik tangan Maya. Mereka menuju ke sebuah Warung Mie Ayam langganan mereka.Di sana mereka bertemu dengan beberapa teman kampus.Akhirnya Maya dan Dewi bergabung di meja rekan mereka. Setelah selesai makan,Dewi mengantar Maya kembali le kosnya,lalu Dewi kemudian melaju menuju rumah kontrakannya. Dewi menghempaskan tubuhnya di atas kasur. "Bugghhh.." Dewi menjatuhkan tubuhnya. Tubuh indah Dewi tergeletak dengan posisi terlentang,ia merasa lelah.Tidak hanya fisik,tetapi juga batin. "Huffttt...." Dewi menghembuskan nafas seolah melepas semua bebannya. Tak lama kemudian Dewi terlelap dalam tidurnya. Percakapan antara Dewi dan Reza semakin mendalam. Di suatu malam, setelah jam kuliah larut, mereka duduk bersama di kantin kampus yang sepi. "Prof. Reza, saya merasa... aneh. Apakah ini masih sebatas penelitian?" ucap Dewi setelah berpikir sejenak. Reza memandangnya dengan tatapan lembut,namun fokus ke arah mata Dewi, "Dewi, kita sedang menjalani eksperimen kehidupan nyata. Emosi yang kita rasakan adalah bagian dari itu." Dewi sedikit mengubah ekspresinya, "Tapi bagaimana jika eksperimen ini membuat kita kehilangan kendali?" Reza tersenyum le arah Dewi, "Itulah keindahan dari eksperimen ini, Dewi. Kita belajar dari setiap emosi yang muncul, baik sukacita maupun penderitaan." Percakapan itu meninggalkan kebingungan yang semakin dalam. Apakah ini hanya tentang penelitian, atau sudah melibatkan hati mereka secara nyata? "Apakah aku mulai benar-benar jatuh cinta pada Prof.Reza?" pertanyaan Dewi dalam hatinya. Beberapa bulan berlalu, Dewi dan Reza semakin terlibat dalam penelitian mereka yang rumit. Setiap pertemuan mereka, entah di ruang bimbingan atau di tempat-tempat lain, menjadi semakin sering. Meskipun terjebak dalam kebingungan emosional Dewi terus berusaha menjaga fokus pada penelitian. Suatu hari, Prof. Reza memperkenalkan seorang peneliti tamu ke kampus, Dr. Nadia Farhana, seorang ahli dalam psikologi hubungan dan dinamika emosional. Kedatangan Nadia membawa warna baru dalam eksperimen mereka. Dr.Nadia berkata, "Saya sangat tertarik dengan penelitian kalian. Kompleksitas hubungan emosional memang sesuatu yang menarik untuk dijelajahi." Reza merespon Dr.Nadia "Terima kasih, Nadia. Dewi, inilah Dr. Nadia Farhana, pakar dalam bidang kita." Dewi menyambut Nadia dengan senyuman, meskipun merasa adanya ketegangan tak terucap di antara mereka.Nadia terlihat observan, seolah bisa merasakan dinamika yang berkembang antara Dewi dan Reza. Pertemuan berikutnya, Nadia secara tak terduga mengajak Dewi berbicara di luar jam bimbingan. "Dewi, bisakah kita bicara secara pribadi? Saya ingin mendengar perspektifmu tentang penelitian ini." Dewi setuju, dan di bawah bayangan pohon di halaman kampus, mereka berbincang tentang rumitnya hubungan yang sedang dijelajahi. Nadia berkata pada Dewi, "Dewi, adakah perasaan pribadi yang terlibat dalam penelitian ini? Hubungan kalian tidak hanya tentang penelitian semata." Dewi terdiam sejenak, lalu dengan jujur menjawab, "Saya merasa kebingungan, Dr. Nadia. Emosi pribadi dan profesional terasa seperti satu kesatuan yang sulit dipisahkan." Nadia mengangguk, "Saya mengerti, Dewi. Namun, jangan biarkan dirimu terjebak dalam labirin emosional tanpa arah. Ini adalah ujian sejati tentang sejauh mana kita bisa memahami kompleksitas hubungan." Sementara itu, Reza terus memperdalam eksperimen mereka, memasukkan elemen-elemen yang semakin membingungkan dan memperkeruh air di antara mereka. Dewi merasa semakin terombang-ambing, mencoba memahami batas antara penelitian dan perasaan pribadi. Suatu malam, di ruang bimbingan, Reza memberikan instruksi baru yang menciptakan kegelisahan dalam diri Dewi. "Dewi, kita perlu menjalani tahap simulasi kehidupan nyata. Kita akan menciptakan skenario yang semirip mungkin dengan situasi hubungan sebenarnya. Ini akan menguji sejauh mana emosi kita dapat beradaptasi." ucap Reza,ia membetulkan letak kacamatanya. "Baik Prof,bagaimana selanjutnya,saya ikut saja." ucap Dewi pasrah.Ia sadar bahwa perasaannya semakin dalam pada Reza. Dewi merasa kebingungan dan kecemasan kembali menyelubunginya. Simulasi ini membawa mereka ke dimensi baru dalam eksperimen, dan Dewi semakin merasa seperti dirinya tenggelam dalam cinta yang lebih besar.Ia belum pernah mengalami sebelumnya.Selain fisik Reza yang menawan,penampilan fashion yang selalu baik,Reza juga memiliki kharisma yang luar biasa. Meskipun ada rasa cinta dan kedekatan,selama ini mereka belum pernah melakukan sentuhan fisik layaknya kekasih.Prof.Reza masih menjaga sikap di hadapan Dewi.Tetapi justru saat ini Dewi setiap malam di rumah kontrakannya,dalam kesendirian selalu membayangkan tentang bagaimana jika ia bercinta dengan sang Profesor.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN