Bagian Satu

1253 Kata
Seharian Nurul berdiam diri di dalam kamarnya. Dia keluar kamar hanya saat makan atau minum. Setelah itu, kembali masuk ke kamar. Merebahkan diri di kasur, berguling-guling bolak-balik. Masih belum percaya rasanya, jika dia sudah dilamar seseorang. Bahkan tanpa persetujuannya, lamaran itu sudah diterima oleh ayah tercintanya. Sebulan? Waktu yang sangat cepat baginya, untuk memulai sebuah hubungan pernikahan yang sakral dengan lelaki tanpa perkenalan dahulu. Tadi sewaktu makan, bu Anna, bundanya Nurul memberi secarik kertas padanya. No HP xxxx xxxx xxxx Ahmad Anggara Calon suami. Iya, bu Anna telah memberinya Nomor HandPhone calon menantunya pada Nurul. Setidaknya untuk berkomunikasi saling mengenal sebelum acara pernikahan nanti. Dengan satu catatan tidak boleh ada chat atau telphon pembatalan pernikahan dari Nurul. Nurul masih menimang nimang kertas itu. Antara akan disave atau tidak. Tapi, kehendak hatinya seperti menyarankan agar tangannya mengetikkan beberapa digit nomor tersebut di seluler pintarnya. [Assalamualaikum ... ] Tanpa dikomando jari jari Nurul mengirim pesan ke nomor Angga, yang kata orangtuanya adalah calon suaminya. Sedetik, dua detik, tiga detik.... [Wa'alaikum salam, siapa? ] Nah, akhirnya dibalas juga, bathin Nurul. Pakai tanya siapa lagi? Emang dia belum tau ini nomorku? Sambung ocehan hati Nurul kembali. [Calon istri kamu. ] [Ohhhh... Ada apa? ] [Km sibuk? ] [Gak terlalu... Baru selesai ketemu klien...] [Klo gt, sempatin dl balas chat ku... Aku perlu ngomong ke km... ] [Oke. ] [Km gak keberatan dijodohin sm aku? ] [Enggak. ] [Aku masih kecil lo? ] [Dah tau. ] [Aku gak bisa masak, nyuci baju, nyuci piring, dll.. ] [Ada asisten rumah tangga di rumahku. ] [Iiiissshhh... Ilfill gitu dong..! Lagian kamu mau-maunya sih dijodohin..? Gak kasian apa sama aku..? ?] [Menjadi anak yang patuh gak akan merugikan kita sendiri... Hal yang gak dirumit tak perlu dibuat rumit. Kalau kamu keberatan sampaikan langsung ke ayahmu. Kamu sebagai yang dilamar berhak menolak. ] [Mana bisa aku nolak. Ayah udah terima lamaranmu. Aku bisa dicoret dari daftar anak kalau berani bantah... ??] [Terus? ] [Maksudku... Kalau dari kamu sendiri yang batalin, kan lebih mudah bagiku. Plisss... ???] [Maaf... Selama ini aku gak pernah membangkang keinginan abi dan ummi... ] [Tapi aku gak suka sama kamu. ] [Aku juga belum suka sama kamu. Apa masalahnya? ] [?... Sombong! ] [Umur kamu berapa? ] [31] [?] [Kenapa? ] [Tua kali! Cocoknya jadi uncleku kamu tuh... ? jangan-jangan kamu homo ya! Umur segitu baru mau nikah. Dijodohkan lagi.] [Bisa dikondisikan gak itu jari. Apa perlu aku tes ke kamu kondisi kejantananku? " [Iissshhh... Sebelum menikah aku mau tau, saat ini lagi ada dekat atau pacar gak kamu tuh.? ] [Gak ada. Dan gak pernah ada. ] [Bener? ] [Kenapa emangnya? ] [Aku cuma gak mau setelah kita menikah, tau-tau ada masalalumu datang lagi. Aku gak mau dituduh ambil pacar atau calonnya cewek lain. ] [Kalaupun ada, dia juga gak akan datang mengganggu kita... ] [? ?] [Dia sudah tiada... Jadi jangan ungkit lagi... dia sudah tenang disana... ] [Oohhh... ] [Aku ada jadwal rapat lagi,kalau ada perlu lagi langsung telpon ummi aja. Assalamualaikum. ] [Iya. Waalaikum salam... ] Nurul melempar Androidnya sembarangan ke kasur. Rencana untuk merayu calon suami untuk membatalkan pernikahan mereka ternyata tidak berhasil. Rasanya masih tidak percaya, ada cowok yang sudah matang dalam segala hal bersedia dijodohkan dengan cewek yang belum dia kenal. Fikiran Nurul akhirnya menerka-nerka hal yangridak jelas. Mungkin si cowok ini jelek, jelek sekali. Makanya, sampai umur kepala tiga masih kebal menjomblo. Seketika merinding Nurul membayangkannya. Tapi apa iya ayahnya tega menyerahkannya pada cowok yang tidak jelas. Saat Nurul asyik melamun, daun pintu kamarnya terbuka. Bu Anna sudah ada diambang pintu. "Rul udah solat zuhur?" Tanya sang ibu. Seperti biasa Nurul menjawab dengan cengiran wajahnya lalu menggelengkan kepalanya. "Dibiasakan solat tanpa disuruh nak. Bentar lagi kamu mau nikah. Dirubah sifat sifat jeleknya. " "Iya bunda. Bentar lagi Rul solat. Lagian bukan Rul yang niat nikah. Kan?" "Yang akan menjadi suamimu calon imam yang baik dan soleh Rul. Lebih baik nikah muda. Daripada kamu berhubungan gak jelas dengan cowok-cowok gak jelas juga. Udah jangan nambahin dosa. Ingat kamu udah baligh. Kamu udah paham soal pacaran. Giliran disuruh nikah bilang gak siap. Berbuat dosa siap terus tiap waktu. Gak baik, tau gak nak? " "Tapi kan bukan pilihan Rul sendiri bunda? " "Pilihan kamu gak jelas semua Rul. Udah, jangan berdebat terus. Ambil wudhu terus solat. Bunda tinggal ke belakang dulu. " Tanpa menunggu jawaban Nurul, bu Anna segera berlalu dari kamar anaknya. Nurul dengan setengah malas dan ikhlas berjalan ke kamar mandinya. Melakukan wudhu dan solat seperti perintah bundanya tadi. Di usianya yang sudah 19 tahun ini, kelakuan cildnya masih menempel. Satu lagi, keras kepalanya seperti sudah menyatu dengan jiwa dan otaknya. ***** POV Nurul Sudah seminggu sejak hari di mana aku mendengar kabar lamaran itu, hari-hariku hanya aku habiskan di rumah saja. Tidak seperti teman-teman SMAku, mereka sedang sibuk-sibuknya persiapan masuk ke universitas pilihan mereka. Ya, semenjak tidak ada kesempatan dan harapan untuk berkuliah, kegiatanku hanya bertapa dalam rumah. Membantu bundaku pun tidak aku lakukan, itu sebagai tanda, aksi demo dalam diamku, karena masih merasa keberatan soal perjodohan itu. Toh, bunda juga ada Asisten Rumah Tangga, mba Yem namanya. Jadi, tidak ada masalah kan jika aku ingin bermalas ria? Aku tengok jam di pergelangan tanganku, sudah sore, sahabatku Leni pasti sudah tidak sibuk lagi. Dari kemarin ingin sekali aku menghubungi bocah itu. Namun, jadwal sibuknya membuatku menunda curahan hatiku dulu. Memanggil... Leni ? Nada tunggu masuk terdengar di gendang telingaku, belum ada tanda diangkat panggilannya. Aku ulang lagi. "Halooo... Assalamualaikum... Apa Rul? " Akhirnya terdengar juga suara sahabat baikku ini. "Kamu masih sibuk? Len? " "Ini baru aja masuk kamar,,, tadi ada kegiatan di kampus.. Jadi agak telat pulangnya... Kenapa baru hubungi aku? Kamu beneran gak lanjutin kuliah? " "Aku mau curhat.... " "Apa? " "Bulan depan aku merried... " "Eehh... Gila. Mendadak banget Rul? Si Fathir ngelamar kamu? Bukannya dia masih lanjutin kuliahnya ya? " "Bukan sama Fathir Len... Sama cowok pilihan ayahku. " "Terus? Gimana sama Fathir? Kalian belum putus kan? " "Belum. Aku juga bingung, dia lagi sibuk juga sama kampus barunya. Cuma masih sering nanya kabarku kalau malam. Kami masih sayang-sayangnya ini... Tapi kamu tau sendiri kan. Ayah kaya apa orangnya... Dia paling alergi kalau denger anaknya pacaran... Percuma juga ngakuin Fathir pacarku, Fathir juga gak bakal mau nikahin aku sekarang kan...? " "Rumit juga Rul... Terus kaya apa model calon yang dijodohkan ke kamu?" "Aku mana tau bentuk mukanya. Ketemu aja belum. Cuma kemarin sekali kami chat-chatan lewat WA. Gila. Umurnya dah 31 Len! " "31? Itu mah tua banget Rul? Yakin, itu orang masih utuh, jangan jangan om om yang gak laku... Rul? " "Entahlah Len... Aku lihat di foto profilnya kurang jelas sih, tampak dari samping... Tapiii, foto DP kan bisa direkayasa ya kan? " "Kalau gak sreg tolak aja Rul? Orang dilamar kan berhak kasih jawaban...?" "Masalahnya, ayahku udah terima itu lamaran... Aku mesti patuh sama keputusannya. Kalau gak, aku bakal gak diakuin anaknya lagi... " "Hhmmm... Mungkin udah takdirmu Rul... Tabahin aja... " "Mau gimana lagi.. Paling gak ada sedikit lega, udah curhat ke kamu. " "Curhat aja kalau kamu lagi perlu, aku kan sahabat kamu... InsyaAllah aku selalu luangin waktuku buat kamu... " "Makasih yaa.. Muaachh... Besok keluarga si cowok tua itu datang kesini Len... " "Ya udah siapin aja mental kamu... Semoga prediksi jelek kita gak kejadian... " "Iyaaa.. Makasih ya Len.. Kalau sempat datang aja besok. Kalau ada kamu aku sedikit tenang." "Gak janji ya Rul.. Besok masih ada jadwal penting di kampus... Maaf yaaa... " "Oke.. Santai aja... Mampir aja kalau sempat ya.. Daaahhh... Assalamualaikum... " "Waalaikum salam... " Aku taruh Handphoneku di saku. Aku menghela nafas. Antara ikhlas dan tidak. Menikah? Rasanya kata-kata itu belum pernah aku bayangkan kemarin-kemarin. Dan besok aku sudah dijadwalkan bertemu dengan keluarga Angga cowok yang belum aku kenal dengan jelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN