2- SURAT KONTRAK PEMBAWA PETAKA

1249 Kata
*** It’s okay. It’s only a bad day, not a bad life. I have no reason to hate my self. -Shanly *** Shanly mengusap wajahnya dengan frustrasi. Di hadapannya, Ellena tampak tersenyum penuh kemenangan sambil memamerkan surat perjanjian di atas materai yang sudah mereka buat sejak sebulan lalu. Saat ini, mereka berdua sedang berada di ruang tamu apartemen Shanly. Dan seperti biasa, Ellena bersikap santai dengan tiduran di atas sofa seolah dialah tuan rumahnya. Tapi bukan sikap Ellena yang membuat Shanly frustrasi, melainkan isi surat itu. Surat perjanjian itu berisi, jika Shanly berhasil menurunkan berat badan maka dia akan mendapatkan macbook baru dari Ellena. Tetapi jika dia gagal, maka Ellena berhak mengajukan permintaan apa pun yang tidak boleh dibantah, selama permintaan itu manusiawi dan tak melanggar hukum. Dan alasan senyum Ellena merekah seperti tadi karena Shanly gagal. Ya, Shanly gagal. Dia hanya sanggup menurunkan dua kilogram dalam sebulan.Itu artinya, dia harus memenuhi janjinya. Berkali-kali Shanly mencoba bernegosiasi untuk melakukan apa pun asal tidak disuruh menepati janjinya pada Ellena, tapi Ellena tidak pandang bulu. Baginya, janji adalah janji, dan tidak ada lagi hal lain yang dia inginkan selain Shanly menepati janji untuk melakukan yang dia minta. Dan alasan Shanly terlihat frustrasi dan ngotot tidak mau memenuhi permintaan Ellena, adalah.... Ellena memintanya untuk menyatakan cinta pada kakak tampan yang ada di mal. “Kamu gila, ya! Apanya yang manusiawi, Len? Menyatakan cinta pada orang asing di public place, kamu sebut itu manusiawi?”protes Shanly. “Lho, ini kan tidak melanggar hukum? Menurutku, inimasih manusiawi, Shan.” Ellena membela diri dengan santainya. “Manusiawi kepalamu?” Shanly menyentil dahi Ellena, membuat sang pemilik dahimengaduhkesakitan. “Ini meruntuhkan harga diriku tahu!” Shanly berkacak pinggang, menatap Ellena dengan mata melotot. “Tapi, janji tetaplah janji, Shan. Jangan lupa kalau kamu sendiri yang menyetujui dan dengan sadar menandatangani kesepakatan konyol kita diatas meterai. Hohoho!” Shanly merenggut kesal. Sama sekali tidak pernah tebersit olehnya bahwa Ellena akan meminta permintaan seperti ini. “Bukankah bagus? Kamu akan menyatakan cinta pada pria tampan, juga bisa sekalian cuci mata.” “Apanya yang bagus? Mau ditaruh dimana mukaku?” Ellena menatap Shanly dengan wajah kasihan yang dibuat-buat. “Kalau kamu sudah bosan dengan letak mukamu yang ada diatas, kamu boleh operasi plastik dan memindahkan mukamu ke b****g,” Ellena berkata seenak dengkulnya. Sebuah bantal sofa langsung mendarat diwajah Ellena dengan mulus. Bukannya protes, Ellen justru tertawa. “Dasar sahabat sakit jiwa!”maki Ellena. “Kamu tahu sahabatmu ini sakit jiwa, tapi kamu masih mau berteman denganku?” “Kamu menyebalkan!”decak Ellena kesal. “Hahaha! Aku hanya memberi solusi sekaligus alasan yang bagus agar kamu bisa mendekati pria tampan. Tugasmu mudah sekali, kamu hanya perlu mendekati pria pertama tertampan yang kita temui di mal, menyatakan cinta, lalu kabur sebelum dia menolak mentah-mentah dan mengataimu 'orang gila'. Mudah, bukan?” Shanly tidak tahu isipikiran sahabatnya itu sampai terpikirkan ide ajaib seperti barusan. Yang jelas, dia tidak sudi merendahkan harga dirinya. Seumur hidupnya, selalu saja kaum pria yang menyatakan cinta, bukan justru kebalikannya. “Tidak mau! Pokoknya aku tidak mau!”jerit Shanly, lalu berlari masuk kekamarnya, meninggalkan Ellena sendirian di ruang tamu. *** “Mana yah kakak tampannya?”gumam Ellena lebih pada dirinya sendiri. Wanita itu terlihat menengok kesana-sini, mencari sosok yang pantas disebut “tampan”.Sementara Shanly yang berada dibelakangnya hanya bisa bersandar pada tembok dengan kedua tangan terlipat didepan d**a, pasrah dengan kelakuan ajaib sahabatnya. Jika saja Ellena tidak menyeretnya secara paksa dan mengancam akan memecatnya jadi teman, Shanly juga tidak mau begini. “Ah, yang ini jelek!”komentar Ellena saat melihat seorang pria lewat di depannya. “Kalo yang ini kurang tampan, wajahnya pas-pasan,” Ellena berkomentar lagi saat melihat seorang pria duduk dibangku dekat eskalator.Ellena pun kembali mengedarkan pandangan keseluruh penjuru mal. Shanly menghela napas sambil memejamkan mata, tapi tidak lama kemudian matanya langsung terbuka sempurna ketika Ellena menepuk-nepuk pundaknya dengan antusias seperti orang yang kebakaran jenggot. “Nah, yang itu, Shan! Lihat yang itu!”tunjuk Ellena dengan semangat saat mata cantiknya menangkap sesosok pria tampan berpakaian eksekutif muda yang tengah berdiri didepan pilar Mal sambil menerima telepon. Shanly bergeser dari tempatnya untuk melihat seperti apa sosok yang ditunjuk oleh Ellena. Pria berjas hitam yang berdiri di sudut Mal, bertubuh tinggi sekitar 180 cm. Tubuhnya kekar, berisi, dan juga tegap. Bahunya lebar nan kokoh, berkulit putih, Lalu wajahnya? Tak perlu ditanya lagi, wajahnya luar biasa tampan. Alis hitamnya terpahat sempurna, sudut matanya tajam dengan bola mata berwarna cokelat gelap. Bibir merah muda yang tidak terlalu tebal, tapi terkesan seksi, disertai rahang yang tegas membuat karisma pria itu terlihat semakin kuat. Dan menurut Ellena, ketampanan pria itu sempurna. Merasa sahabatnya tidak merespons panggilannya, dengan tidak sabaran Ellena menarik Shanly mendekat padanya dan menunjuk pria itu. “Kamu lihat dia?”tanya Ellena yang kemudian dibalas Shanly dengan anggukan. “Targetmu adalah yang itu,”jawab Ellena singkat yang kemudian membuat kedua mata Shanly membelalak kaget. “Apa?” Shanly melangkah mundur selangkah sambil menatapnya tak percaya. Mendapat respon yang berlebihan dari Shanly, Ellena menatap sahabatnya heran. “Pria kantoran itu tampan luar biasa. Kenapa kamu bisa sekaget ini? Apa dia kurang tampan? Mau akucarikan yang lebih tampan lagi? Tapi kurasa dia adalah pria tertampan yang kita lihat hari ini,” Ellena melirik pria itu dengan terkagum-kagum. “Bukan itu maksudku!” Shanly menggeram sambil memijat kepalanya. “Kamu menyuruhku menyatakan cinta pada pria setampan itu, bukankah sama saja artinya dengan aku bunuh diri?” Alis Ellena bertaut. “Kenapa bunuh diri?” Demi Saturnus dan Pluto! Rasanya Shanly ingin menjambak rambut sahabatnya agar sahabatnya berhenti bersikap lemot. Ellena selalu saja berpura-pura tulalit di situasi yang kurang tepat. “Jelas saja ini namanya bunuh diri, Len! Yang ada aku akan ditolak mentah-mentah didepan umum dan dihina terang-terangan.” “Jadi kamu mau kusuruh menyatakan cinta pada pria yang jelek? Yang bergigi tonggos, kurus kering, wajah penuh bentol-bentol seperti yang ada di sebelah sana?” Ellena menunjuk sesosok makhluk cungkring mirip alien yang berada tepat di arah jam tiga Shanly. Shanly menatap sosok yang dimaksud Ellena dengan tatapan ngeri dan menggeleng cepat. Ellena tersenyum jahil sambil mendorong punggung Ellena. “Bagus, kalau begitu cepat selesaikan misimu! Nyatakan cinta, lalu kabur sebelum kakak tampan itu menolakmu!” Saat itu Shanly berpikir, jika dia benar-benar melakukan yang diminta oleh Ellena, itu artinya dia benar-benar bunuh diri. Dan yang ada di pikirannya sekarang ialah hanya menyelamatkan dirinya. “Ah, aku tidak mau!” Shanly berbalik mencoba kabur, tapi Ellena yang sudah menduga Shanly akan berubah pikiran pun langsung menahan tangan Shanly dan menyeretnya mendekati pria tersebut. “Jangan alasan!”omel Ellena galak. Ketika mereka berdua sudah dekat dengan sasaran, Ellena langsung mendorong Shanly berhadap-hadapan dengan pria itu, sementara dirinya bersembunyi dibalik pilar besar, tak jauh dari tempat Shanly dan pria itu berdiri. Dari tempat persembunyiannya, Ellena memberikan isyarat semangat dengan senyum lebar yang dibalas Shanly dengan mata melotot. Shanly berdiri dengan gusar di hadapan sang pria.Sementara pria itu, yang tak lagi sibuk menelepon, tampak fokus menatap layar ponsel, dan sepertinya tidak menyadari kehadiran Shanly. Shanly menggigit jarinya karena gugup, lalu melirik pada Ellena yang masih berada di tempat persembunyiannya di ujung sana. Ellena melotot dari tempatnya sambil memberi isyarat agar Shanly cepat melaksanakan misinya. Putus asa, Shanly menghela napas panjang, lalu menatap pria yang masih tak menyadari keberadaannya. Mungkin, sebenarnya pria itu tahu ada Shanly didepannya, atau mungkin juga pria itu hanya pura-pura tidak sadar. Secara logika, mana ada orang yang tidak sadar akan keberadaan orang lain yang jaraknya hanya satu meter didepannya? Shanly menghitung dalam hati. Di hitungan ketiga, dia akan menyatakan cinta, lalu kabur sesuai instruksi Ellena. “Ya. Semuanya pasti baik-baik saja seperti yang dikatakan Ellena!”hibur Shanly dalam hati. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN