1. Tak Berjudul

865 Kata
Seorang lelaki tampan berusia awal tiga puluhan, tampak tergesa keluar dari kerumunan orang. Saat ini dia di stasiun kereta. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama dari Jakarta, kota yang telah membuatnya kehilangan jati diri, kehilangan anak dan istrinya.  Cukup sudah selama dua tahun ini dia terjebak guna-guna istri muda. Entah itu guna-guna atau pelet atau mantera atau sihir atau apapun itu, dia tidak peduli. Sekarang ini dia hanya ingin segera bertemu istri dan anak-anaknya yang sudah dia lupakan selama hamper dua tahun. Senyum selalu tersungging di bibirnya. Tidak dipedulikannya dia harus berdesakan dengan membawa banyak oleh-oleh untuk istri cantik yang setia padanya, untuk putri cantiknya dan untuk anak keduanya yang dia bahkan belum pernah melihat. Aku pulang, dek…. Mas pulang. Maaf selama ini melupakan kalian tapi Mas janji tidak akan lagi meninggalkan kalian. Apapun yang terjadi, lebih baik kita tinggal bersama di rumah reyot kita. Mas kapok berjauhan dari kalian.  Dilihat jam tangannya, dia sedang berpikir akan naik apa agar segera sampai kampung halamannya tercinta. Rasa rindu membuncah di d**a, hingga tak terkira melahap asa. Perjalanan jauh dan jalan yang kecil membuatnya memutuskan untuk memakai jasa ojek motor saja. Akan dibayarnya berapapun tukang ojek itu minta, yang penting dia bias segera bertemu istri dan anaknya. Didekatinya tukang ojek, seorang bapak yang mungkin berumur pertengahan empat puluhan. Bapak itu awalnya tidak mau mengantar karena jarak yang lumayan jauh, tapi mendengar berapa besarnya uang yang akan diberikan, membuat si bapak ojek itu akhirnya mengangguk, kalah oleh kebutuhan perutnya, dan anak istri di rumah. Saat ini kondisi sedang tidak begitu baik untuk tukan ojek sepuh sepertinya. Alhamdulilah, dengan ongkos sangat menggiurkan yang ditawarkan oleh lelaki muda di depannya ini setidaknya sudah terbayang untuk bisa membeli beras sekarung besar, persediaan selama dua minggu. Bapak ojek dan penumpang itu terlibat percakapan seru. Si bapak ojek terenyuh mendengar cerita penumpang yang baru dikenalnya itu. Selama ini dia mengabaikan anak dan istri pertamanya karena dia diguna-guna, dipelet oleh istri mudanya. Alhamdulilah penumpangnya ini berhasil melepaskan diri dari guna-guna itu.  "Doakan pak, semoga istri dan anak-anak saya mau menerima maaf saya. Saya sungguh rindu pada mereka, pak. Walau di kampung ini kami hidup pas-pas-an tapi kami bahagia, tidak neko-neko. Saya hanya ingin hidup tenang Bersama istri dan anak-anak saya." Keluh si penumpang itu. Terbayang wajah lembut, sabar dan tenang istrinya. Dan polah tingkah anak-anaknya yang mungkin sedang aktif-aktifnya. Sudah satu jam lebih mereka berkendara, sesekali berhenti di SPBU terdekat untuk mengisi bensin dan sekedar beristirahat dari teriknya panas matahari. Tapi si penumpang sudah tak sabar untuk segera melihat istrinya. Dimintanya agar tukang ojek itu sesegera mungkin kembali melanjutkan perjalanan mereka. Kampungnya masih jauh, dan listrik masih sangat terbatas.  Rumah yang mereka tempati - pun jika itu layak untuk disebut rumah - ada di bukit. Jauh dari pemukimam penduduk. Bukannya tanpa alasan mereka tinggal di situ. Hanya itulah peninggalan neneknya. Sebuah rumah reyot dengan kebun yang cukup luas untuk mereka bisa menanam tanaman yang menghasilkan. Padma, sayang…, Mas pulang. Maaf sayang karena meninggalkan kalian terlalu lama.  "Pak.. pak berhenti di sini pak. Iyaa di sini." Varo menepuk pundak driver ojek online yang membawanya. Tapi driver itu malah bingung. "Di... di sini mas? Gak salah? I...ini kan...hiiyyy.." Tubuh driver ojek online itu bergidik, tidak percaya pada apa yang dilihatnya, didengarnya sebagai rumah tujuan penumpang ini. "Rumah saya masih ke depan lagi sih, tapi saya mau beri kejutan ke anak istri saya. Jadi kita berhenti di sini saja pak. Ini uang bapak, terima kasih ya, sudah mau mengantar saya sejauh ini." Si penumpang mengeluarkan tiga lembar uang bergambar proklamator kita, sesuai janjinya.  "Taa.. tapi mas..." "Sudah pak terima kasih ya..." Varo segera saja berlari kecil, tak sabar untuk bertemu dengan istri dan anak-anaknya yang sudah dia tinggalkan selama hampir setahun ini.  "Maaf dek, maaf..., tapi ini mas pulang. Mas pulang untuk kalian." Varo berucap kata maaf dengan wajah gembira. Bahagia. Dia yakin istrinya yang baik hati akan menerima kehadirannya lagi ke rumah reyot itu. Rumah mereka yang hanya berbilik bambu dan sudah berlubang di sana-sini. Kali ini dia akan memperbaiki rumah itu agar layak untuk mereka tinggali. ..................... ..................... ..................... Jelang magrib di hari yang sama Desir angin yang cukup kencang, terkena ke tubuh beberapa laki-laki yang tampak berbondong-bondong mendatangi puncak bukit kecil itu. Semua memakai kendaraan beroda dua, satu motor berboncengan. Ada sekitar empat motor, salah satunya terlihat si bapak tukang ojek yang tadi mengantar lelaki muda tampan itu.  Beberapa dari mereka sudah bergidik ngeri, merinding, apalagi ini jelang magrib. Suasana di bukit itu temaram, hanya sinar bulan purnama yang menyinari dan dengan bantuan penerangan lampu motor, akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju. "Nah itu pak, tadi saya mengantar mas-mas ke situ, ke sii..tuu... hiiiy…" telunjuk bapak ojek itu menunjuk ke depannya, "katanya itu rumah dia, padahal  i… itu kan..." Kembali badan driver ojek online itu bergidik ketakutan. Sementara bapak-bapak yang lain berucap istighfar saat melihat pemandangan di depannya. Seorang lelaki muda tampak tertidur lelap memeluk......  Memeluk sebuah pusara!  *** simpan di library kalian yaa…. Insya Allah weekly update ^_^ Horor?? hmm.... sesekali ingin keluar jalur hehe... tapi tetap ada romance juga kok, aku sendiri penakut jadi ya gak berani deh kalau kebangetan horornya hahaha...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN