Murid Pindahan
3 years ago....
"Mel....mel ayo ke kantin, aku laper banget ini...''
"Iya bentar"
Jawabku sambil memasukkan kembali kantong kain ke dalam laci meja bangku.
"Ngapain aja sih ?? dari tadi aku tungguin di depan tapi kamu nya nggak dateng-dateng"
Kenalin, Nina temen sebangku ku yang bawel nggak ketulungan.
"Tadi masih e*k terus ngerapiin barang titipan ayah buat temennya''
Aku berusaha menjelaskan keterlambatanku kenapa tidak cepat memenuhi permintaan tuan putri satu ini.
"Aiissshh....bisa ga itu objek pertama namanya lebih diperhalus ?? mau makan juga....udah di suguhi kalimat begituan ??'
"Tadi masih buang kotoran di WC terus......."
Dengan jengkel aku memenuhi permintaannya.
"Woh...wooohh....sudah....empet aku dengernya. Eh ini apaan sih ??"
Yaaahh...udah capek-capek ngerapihin eh ditarik lagi dari tempatnya, pasti di dalam isinya pada ambyar.
"Duh...nambah-nambah kerjaan aja. Dah kamu aja yang rapiin, aku mau nge bakso...laper"
Dengan cuek aku melenggang pergi sambil merapikan rambutku yang pendek.
"Eh Mel...Mel...Melati...buseeeett gimana cara ngerapiinnya ?? ini apaan sih ?? batu atau...."
Aku sudah tidak mendengar lagi apa yang dikatakan Nina padaku karena aku sudah melenggang santai menuju kantin sekolah yang pastinya ramai di jam istirahat begini.
"Eh bang...mau ke kantin yak ?? ikutan dong, traktir juga sekalian...ya kalo mau sih"
Yanto, tetangga kelas yang super usil setiap bertemu pasti memanggilku abang. Abang becak kali.
"Eh Yanti, your eyes bisa lihat gak rok yang aku pakai ??"
Maka aku panggil dia Yanti. Selalu begitu.
"Oh ini rok toh ?? owwwhh okey...okeyy"
Dia berlagak mengamatiku dari atas ke bawah. Sementara si Andi yag bersama Yanto tertawa-tawa melihat ulah temannya.
Dengan sok jengkel aku memasang kuda-kuda. Mereka berdua tahu bahwa aku seorang karateka jadi mereka berdua ngacir sebelum aku kepret kepalanya dengan tendangan memutarku. Tapi aku hanya bercanda. Mereka juga bercanda. Yanto adalah salah satu teman baikku di kelas satu tapi sejak kelas dua kami terpisah. Yanto adalah sahabat memancing dan bermain basket. Ya inilah aku, Melati Dewi Prabata, si perempuan ajaib menurut Yanto. Aku tak pernah kesulitan mendapat teman laki-laki tapi tidak untuk urusan yang berbau romantis. Karena cowok-cowok disini menganggapku sejenis dengan mereka.
Sampai di kantin ternyata semua antrian sudah pada bersih. Si tukang makan bakso duduk berjajar dengan rapi dengan pentol bakso di mulut masing-masing hingga kantin tidak begitu berisik.
"Pak Jun bakso satu ya, eh dua ding sama si Nina"
Pak Jun adalah pemilik kantin yang hanya menjual bakso dan mie ayam. Jadi hampir tiap hari kami siswa-siswi disini makan bakso dan mie ayam.
"Neng Nina kemana neng ??''
"Masih dikelas, bentar lagi dia kemari"
Jawabku sambil mengedarkan pandanganku ke sekitar ruangan untuk mencari meja yang kosong.
"Rajin amat neng Nina, nggak biasanya..."
Gumam Pak Jun sambil menyiakan dua mangkok pesanan ku.
"Siapa yang rajin pak ??''
Eh tiba-tiba mahluk yang kita omongin muncul.
"Eneng...biasanya antri paling depan..."
Jawab Pak Jun sambil menuangkan kuah ke dalam mangkok di depannya.
"Masih ngerapiin batu pak..."
Hmm dia menyebut barang berharga ayahku sebagai batu.
"Batu apaan neng ?? ke sekolah kok bawa batu..."
Sambil senyum-senyum Pak Jun menyerahkan bakso pada kami.
"Batu apung kayaknya pak..."
Jawabnya asal. Enak aja bilang batu apung.
"Hah batu apung ?? buat apaan neng ??"
Ujar Pak Jun tambah heran.
"Udah jangan di dengerin pak...dia suka ngayal emang....kami makan dulu ya pak...."
Aku hendak pergi dengan tangan kanan membawa mangkuk bakso dan tangan kiri menggamit lengan Nina.
"Eh sebentar neng, sudah tahu belum kalau ada siswa pindahan akan sekolah disini ??"
Kami berdua tidak jadi pergi tapi meletakkan lagi bakso di tangan kami berdua.
"Oh ya ?? bapak tahu dari mana ??"
Tanya Nina antusias.
"Bukan tahu lagi, tadi dia sama ibunya mampir makan disini. Eh tahu tidak...bule lho...."
Aku geli mendengar nada bicara Pak Jun seperti ibu-ibu komplek yang bergosip sambil mengerubungi tukang sayur.
"Cowok pak ??"
Tanya Nina dengan antusiasme yang over.
"Cowok dan ganteeeeng sekali, tinggi pula...."
Aku tak memperhatikan lagi apa yang diucapkan Pak Jun tapi aku alihkan perhatianku pada Nina yang matanya jadi berpendar-pendar ijo kekuningan. Begitulah dia kalau mendengar atau melihat cowok dengan kategori 'ganteng', 'cakep dan tinggi' maka jiwa play girl nya langsung keluar.
"Sudah pak cukup infonya....entar ga jadi makan dia...."
Dengan agak memaksa aku menarik lengannya untuk segera mencari tempat duduk karena waktu kami tak banyak untuk menghabiskan bakso di tangan kami.
"Ayo Nin cepetan makannya...keburu bell bunyi..."
"Ih bentar kenapa sih ?? ini juga gara-gara kamu, masa aku disuruh ngerapiin batu. Cowok bule itu...."
Aku langsung duduk di meja dan memakan bakso ku dengan cepat. Aku tahu sebentar lagi bel akan berbunyi, biar saja Nina nyerocos sendirian.
Dan benar saja, 5 menit kemudian bel sudah berbunyi dan aku sudah selesai makan sementara Nina lari dibelakangku dengan pentol bakso masih di mulutnya. Rasain.
*****
Pak Budi adalah guru Matematika sekaligus wali kelas kami. Beliau adalah guru dengan karakter yang tegas tapi friendly dengan murid-muridnya. Dan aku menyukainya karena beliau juga sahabat ayahku.
On time seperti biasa. Beliau masuk ke dalam ruangan dengan membawa buku pelajaran kami dan juga sebuah map.
"Selamat siang anak-anak !!"
Beliau menyapa kami seperti biasa.
"Siang paaaakk !!''
Kami membalas ucapannya dengan semangat. Walaupun kami tak begitu semangat dengan mata pelajarannya tapi semangat karena itu Pak Budi. Sungguh ironis.
"Assalamualaikum warahmatullahi Wabarokatuh...."
"Waalaikusalam warahmatullahi Wabarokaaaaaattuuuuhh"
Seperti biasa juga kami membalas panjang-panjang salam dari pak Budi.
"Hot news....!!''
Ujarnya dengan pembawaan menyenangkan seperti biasanya. Tapi kami tak antusias mendengarnya karena kemungkinan ini adalah sebuah berita 'buruk'. Yaitu ulangan matematika dadakan.
"Kenapa kalian tidak semangat mendengar kata Hot news dari bapak ??''
Tanya beliau sambil menyilangkan kedua tangan di d**a dan mengedarkan pandangannya pada kami semua.
"Paling juga ujian dadakan kan pak ??"
Jawab Andri dan disetujui oleh kami semua.
"No...no...no...salah. Hot news kali ini tidak ada kaitannya dengan matematika...hehehe...tapiii...kalian akan kedatangan teman sekelas yang baru"
Sekelas langsung heboh. Tak biasanya kami kedatangan siswa pindahan ke kelas kami. Nina terbengong-bengong dengan berita ini karena secara otomatis dia langsung menyambungkan pada berita yang telah di dengarnya dari Pak Jun.
"Mel...berarti siswa pindahan baru itu yang diomongin Pak Jun tadi ya ??''
Tanyanya antusias padaku.
"Entahlah...."
Jawabku sambil ngintip kantung yang isinya sudah dirapikan kembali oleh Nina. Aku mengeluarkannya dan membuka bungkusnya untuk memastikan jumlahnya masih sama seperti tadi karena Nina kadang suka iseng menyembunyikan barang-barangku.
Ketika mataku fokus pada kantung di pangkuanku maka saat itulah terjadi kehebohan. Aku mendengar suara Nina yang seperti tercekik.
"Ya Tuhaaan mahluk apakah itu ??"
Sekelebat aku mendengar suara yang dikeluarkan oleh Nina. Tapi aku tak tertarik dengan apa yang dibicarakan Nina karena aku tahu barang yang ada dalam kantungku ini berkurang dua biji. Pasti Nina pelakunya.
"Ninn....balikin gak ??''
Aku langsung menepuk bahu sahabatku yang berambut panjang ini tapi dia sama sekali tak bereaksi, matanya tetap tertuju ke depan kelas dengan kedua tangan menutupi mulutnya.
Akhirnya aku mengalihkan pandanganku ke depan kelas.
Alamaaaakkk. Mahluk apa itu ??
Kata-kata Nina tadi langsung aku ulang di dalam hati.
Di depan kelas, Pak Budi menyeret seorang pemuda agar berdiri di tengah kelas. Dia tinggi, putih, mancung, rambut berombak kecoklatan dan bermata biru dengan bulu mata yang panjang melengkung. Dari bangku ditengah inipun aku masih bisa melihat bulu mata di wajahnya, saking panjangnya.
"Okey, mas tolong perkenalkan siapa dan hendak kemana anda...."
Kami gerrr mendengar pak Budi memanggil teman baru bule kami dengan sebutan 'mas' sebagai panggilan khas orang Jawa, tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua, kepada yang lebih muda pun kami memanggil 'mas' untuk menghargai lawan bicara pria kita. Tapii aku tak yakin pula bagaimana teman bule ini akan memperkenalkan dirinya.
"Injih pak Budi, Matur suwon...."
Sontak satu kelas heboh dengan jawaban mengejutkan dari pemuda ini. Jiwa dan ragaku akhirnya sepenuhnya tertuju pada pemuda itu setelah satu kalimat yang di lontarkannya barusan. Dan Pak Budi menepuk lengan pemuda itu dengan bersahabat.
"Hi guys, perkenalkan Namaku Luke Braun. Just call me Luke, my Dad Germany and my Mom Indonesian, Javanese. So...you guys can speak Javanese with me, tapi maaf ga banyak juga kosa kataku...hehehe...dan aku pindahan dari international school di Jakarta. Aku harap bisa diterima dengan baik oleh kalian..."
Melihat mata sahabatku Nina yang berbinar indah, aku yakin Luke sudah diterima 1000 % di hatinya.
Saat itu Luke memang terlihat istimewa di mataku. Istimewa bukan karena dia bule tampan tapi istimewa karena inilah pertama kalinya selama aku belajar di sekolah menengah ini menemukan orang asing di sekolah kami..
Tapi aku tak pernah mengantisipasi bahwa Luke akan menjadi 'sesuatu' dalam kehidupan dewasaku nantinya.
''Nina....minta tolong untuk sementara pindah ke belakang duduk bersama Rini..."
Pak Budi tiba-tiba menyuruh Nina pindah ke belakang bersama sahabat kami Rini yang kebetulan hanya duduk sendirian.
"Saya pak ?? pindah ke belakang ?? Asiiiikkk...."
Tanpa menoleh padaku, Nina mengambil tas dan pindah ke belakang. Cita-citanya dari dulu ingin duduk di belakang agar sewaktu-waktu bisa bersolek tanpa ketahuan guru. Dasar. Aku tahu modusnya.
"Bye Mellll...."
Dengan lagak genit dia berjalan ke belakang sambil melambaikan tangan padaku. Iiisshh dasar penghianat.
"IIisshhh...pergi sono, jangan pernah kembali"
Ujarku sambil bersungut-sungut. Sebal dengan Nina yang tampak bahagia meninggalkanku sendirian.
"And now....Luke you can seat beside Melati. Please"
Whaaaattt ??
''Thank you sir"
Tanpa banyak protes, pemuda itu bergerak kearahku diikuti gumaman seisi ruangan. Yang cewek-cewek pasti bergumam iri padaku. Termasuk si teman sebangku 'penghianat' yang tadinya bahagia meninggalkan aku. Sekarang dia berteriak dari belakang.
"Meeeelll....aku iri aku bilang !!"
Tidak apa-apa aku bahagia jika ada yang iri. Hahahha....aku tertawa jahat sambil menoleh pada Nina dan meleletkan lidah. Lalu setelah itu aku berlagak bersikap manis pada cowok bule yang akan jadi teman sebangkuku ini.
"Hai...."
Bisik cowok ini sambil meletakkan tas di kursi lalu duduk. Setelah itu dia mengulurkan tangannya padaku.
"Luke....and Mel right ??''
Semua mata tertuju pada kami berdua.
"Yap, Melati Dewi Prabata. Aku dewi gunung yang sewangi bunga melati...."
Aku tertawa sendiri dengan ulahku yang berlagak genit pada cowok. Pasti akan tampak aneh di mata teman-temanku karena mereka tahu aku tak seperti biasanya. Benar saja saat aku menoleh pada Nina, gadis temanku itu berlagak sedang mau muntah. Dengan ulahku.
"Owh...okey, senang mengenalmu Mel..."
Wohoho....cowok ini benar-benar ya. Dari jauh aku sudah bisa melihat bulu matanya tapi dari dekat aku bisa memandangi bulu mata lentik sekaligus matanya yang biru dan indah. Keseluruhan dari wajahnya benar-benar luar biasa, hidung mancung yang mencuat lurus tegak, dengan bibirnya yang....ah sudahlah tak usah aku ceritakan bagaimana bibirnya. Dan keseluruhan fitur wajahnya di bingkai oleh wajah tegas dengan rahang persegi dan kokoh. Aku seperti melihat Brad Pitt saat masih muda. Hohohoo sepertinya setelah ini masa SMA ku akan lebih menarik dari biasanya.
*****