The Feel

2778 Kata
Rasa sakit disekujur tubuhnya menjadi hal pertama yang Lena rasakan saat terbangun. Lena meraba puncak kepalanya yang terasa berdenyut keras saat ia mencoba untuk duduk. Dia mengernyit saat melihat selimut yang membalut tubuhnya... Ini, bukan selimut miliknya... Tubuhnya langsung terperanjat kaget, memperhatikan dekorasi kamar yang ia tempati sekarang yang juga bukan kamarnya! Ia mencoba mengingat dengan keras runtuian peristiwa yang di alaminya semalam... Tentang tawaran pekerjaan dari Edwin, tragedi di pub malam, dan... Dan! Pria itu, Pria yang Lena pikir akan menyelamatkannya hingga membuatnya berakhir jatuh mengenaskan di tangga kemarin! Perlahan, Lena  membuka pintu kamar tempat dimana ia berada sekarang. Oh, tempat ini terlihat seperti sebuah apartemen sederhana, namun dekorasinya diatur sehingga tidak sesederhana kelihatannya dan tata letak ruangannya terlihat sangat bonafit. Warna coklat dan putih mendominasi setiap ruangan. Barang-barang di apartemen ini kebanyakan terbuat dari kayu jati dan mahoni mahal membuat aroma apartemannya semerbak dengan bau pohon pinus yang menenangkan. Dan yang paling membuat Lena terkesan apartemen ini ditata dengan sangat rapi, jika dibandingkan dengan apartemennya yang seperti kapal pecah. Mata Lena menyusuri ruangan ini sampai berhenti ketika melihat seorang pria di ujung sana tengah berdiri dengan gaya bersidekap melipat kedua tangannya menatap Lena tanpa ekspresi membuat Lena terlonjak kaget sampai menjerit. "Astaga!" "Sudah puas melihat-lihatnya?" dia berkata dengan tenang yang di selipkan dengan nada mengintimidasi yang tak bisa Lena artikan. "Kau! Kau se-jak kapan berada disana?" teriak Lena masih merasa terkejut. "Sejak kau keluar dari kamarku."Tatapannya masih serius, membuat Lena tanpa sadar menelan ludahnya sendiri. Daren mendekat ke arah Lena membuat wanita itu reflek melangkah mundur secara perlahan karena takut. Tatapannya benar-benar mengintimidasi hingga jantung Lena berdebar-debar keras, ya tuhan. Ini gawat! Dan apapun caranya, Lena harus keluar dari sini. "Jangan mendekat!" teriak Lena sambil melambaikan tangannya menahan langkah Daren. Tapi Daren tak peduli dengan perintah itu, ia tetap mendekat, hingga Lena terpojok membentur dinding. Kini, Daren begitu dekat dengannya, sampai Lena bisa merasakan hembusan nafasnya yang menerpa kulit wajahnya. Lena hanya dapat menundukan kepalanya ia tidak berani mendongak menatap langsung ke dalam matanya yang mengintimidasi itu. Namun telunjuk Daren mengangkat dagu Lena hingga mau tak mau ia bertemu dengan iris mata coklat itu, entah kenapa tubuhnya tak bisa berbuat banyak. Ia malah terpaku ditempat dan menikmati kedekatan ini. "Jangan pernah berpikir untuk melarikan diri dariku Lena Amanda White, karena seberapa jauh kau pergi, aku pasti akan menemukanmu." Daren berkata penuh penekanan, bahkan bulu kuduk Lena sampai berdiri saat mendengarnya. "A-apa?" Lena bahkan tidak menyadari bahwa suaranya terdengar bergetar kali ini, dan kejutan lainnya, pria gila ini tahu namanya?! Daren masih menatapnya dengan ekspresi yang sama, jemarinya perlahan menyentuh pipi Lena lembut hingga tanpa sadar Lena membuka bibirnya, menikmati sentuhan Daren yang membuat tubuhnya sedikit bergidik. Dan saat Lena mendapati kesadarannya, dengan cepat ia mendorong tubuh Daren lalu melarikan diri menuju pintu, membuka knop pintunya secara paksa. Tapi, hal itu malah membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Dengan santainya, Daren berdiri dengan posisi bersandar di dinding, memperhatikan apa yang Lena lakukan sekarang dengan ekspresi alanya. "Kau! Biarkan aku pergi, biarkan aku pergi!" teriak Lena masih berusaha membuka pintu apartemen Daren. "Jika kau terus melakukan itu, kau akan merusak pintuku." Daren berkata dengan santai, berbeda jauh dengan Lena yang sekarang sedang berwajah kesusahan. "Aku tidak peduli!" sembur Lena, "aku mau kau melepaskanku!" "Memangnya apa yang akan kau lakukan setelah terlepas dariku? Hidup terlunta-lunta? Aku dengar kau baru saja di pecat..." suara Daren terdengar meremehkan. Lena langsung membulatkan matanya tidak percaya. Da-darimana b******n itu tahu keadaannya sekarang? "Si-siapa kau sebenarnya? Dari mana kau tahu tentangku?" Daren tersenyum tipis. "Itu bukanlah hal yang sulit." Lena menatap was-was kearah Daren. "Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Lena hati-hati. Daren tampak berpikir "Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk membebaskanmu dari pria yang akan memakaimu tanpa hormat. Ah dan aku juga sudah melunasi hutang-hutangmu. Karena itu, aku ingin menerima imbalannya." Lena mengernyitkan keningnya, tiba-tiba saja perasaanya menjadi tidak enak. "Imbalan? Imbalan apa? Kau ingin aku menjadi asisten rumah tanggamu? Pelayanmu? A-atau apa?" Lena mencoba untuk berpikir positif. Tapi Daren malah tersenyum misterius. Ia menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak butuh pelayan, aku bisa mengurus diriku sendiri dengan baik." "La-lu apa?" Lena menunggu jawabannya dengan jantung yang bertalu-talu. "Aku akan meminta secara sopan Lena, karena aku bukan pria yang suka berbasa-basi, aku meminta imbalannya dengan tubuhmu, tapi kau harus bersikap patuh terhadapku." Daren berkata dengan lancar seakan tanpa beban, tapi perkataannya itu membuat Lena seperti ditimpa segunduk batu yang berat, tubuhnya tak bisa lagi menopang untuk berdiri. Lena terkulai jatuh menyender di dinding pintu. Mulanya yang terdengar hanya isakan. Tapi semakin lama, menjadi tangisan yang keras. Sungguh sangat meratapi nasibnya yang begitu menyedihkannya ini. Lalu ia menatap ke arah Daren yang sedang menatapnya tanpa belas kasih. Hingga perlahan tangisnya mereda, ia mengelap air mata yang membasahi pipinya secara kasar. Lena mengepal jarinya lalu bangkit berdiri, menatap tajam ke arah Daren sambil menggertak. "Aku tidak memintamu untuk membayar hutang-hutangku! Dan aku tidak meminta padamu untuk menyelamatkanku! Dengar, aku lebih baik mati dibanding harus memberikan tubuh ini untukmu!" desis Lena. Daren tak memberikan respon apa-apa. Dia hanya menganggukan kepalanya. "Baiklah, aku tidak masalah jika kau tidak mau memberiku imbalannya. Tapi kau harus mengembalikan uangku yang telah ku keluarkan untukmu, hari ini juga, tidak lebih dan tidak kurang." Lena menggeram, "pria jahat!" desis Lena. Daren terkekeh. "Tentu saja, kau salah besar jika kau berharap bahwa aku ini pria baik yang datang untuk menyelamatkanmu, aku tidak membuang-buang waktuku untuk hal yang tidak dapat menguntungkan bagiku Nona." Tangan Lena tiba-tiba gatal untuk mencekik pria sialan di hadapannya itu. Lena menggeram keras lalu berjalan ke arah Daren dengan wajah yang penuh dengan sulutan amarah. "AKU AKAN MEMBUNUHMU!" jerit Lena mendekat ke arah Daren sambil mengulurkan tangannya mencoba menggapai tubuh bidang pria itu. Tapi sebelum Lena melancarkan aksinya, kedua tangannya yang semula  ingin ia gunakan untuk mencekik Daren, kini ditahan dengan tangannya secara erat lalu dengan gerakan yang sangat cepat Daren menarik tubuh Lena hingga menempel ditubuhnya, membalikan posisi mereka  sampai tubuh wanita itu menabrak dinding, dan tanpa aba-aba Daren mencium bibir Lena dengan rakus membuat wanita itu mati kutu. Permainan Daren sangat lihai, mengecap bibirnya secara hati-hati walaupun pergerakannya terbilang kasar. Lena hampir saja terbuai jika saja Daren tidak menghentikan ciumannya. Nafas Lena tersengal-sengal, jantungnya berdebar keras. Ia hanya bisa terdiam membisu dan terlihat kikuk setelah ciuman yang diberikan Daren. Daren mengusap bibir Lena dengan ibu jarinya, meninggalkan getaran-getaran yang tersisa efek ciumannya tadi. "Kau harus belajar untuk mengontrol mulut pintarmu ini." bisik Daren. Daren sedikit menjauhkan tubuhnya dari Lena, ia membenarkan bajunya yang terlihat sedikit kusut. "Aku akan segera kembali, tenangkan dirimu dan pikirkan baik-baik apa yang ku ucapkan Nona. Ah, dan jangan berpikir untuk menghancurkan apartemenku. Jangan bertindak seperti orang bodoh jika kau tidak ingin dibodohi." Setelah mengucapkan hal itu, Daren berjalan keluar apartemennya, meninggalkan Lena yang masih mematung ditempat. Jangan bertindak bodoh jika kau tidak ingin dibodohi. Kata-kata itu bagaikan gendang yang bertalu mengitari telinganya. Suara pintu yang tertutup menyadarkan Lena, dengan cepat ia berlari ke arah pintu kembali mencoba membuka secara paksa pintu apartemen ini. Tapi terlambat, ia terkunci di dalam. "Ahhh!" teriak Lena kesal ia menendang daun pintu apartemen ini keras, namun yang ada kakinya lah yang terasa sakit. Lena mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Sialan! Sialan! Sialan! Ia tidak mau hidup seperti ini, mengakhiri hidupnya adalah jalan yang terbaik. Dengan tekad yang membara Lena mencari-mencari benda tumpul yang bisa ia gunakan di apartemen ini. Persetan! Biar pria jahat itu tau rasa, saat dia kembali lalu menemukan jasad seorang wanita di apartemennya, dia pasti akan sangat kerepotan. Belum lagi jika arwahnya belum puas dan memilih untuk mengganggu pria sialan itu. Lena tersenyum miris, saat ia menemukan sebuah pisau tajam ia menghela nafasnya panjang-panjang sambil menguatkan hatinya. Kematian adalah jalan yang paling terbaik. Lena mengacungkan pisau tersebut ke lengan kirinya, berniat memutuskan urat nadinya secara cepat. Tapi yang ada tangannya malah terasa bergetar, bahkan sebelum ujung pisau itu menyentuh kulitnya Lena memalingkan wajahnya dan melempar asal pisau yang semula ia genggam. Dia menjatuhkan tubuhnya ke lantai. "Aku tak bisa melakukannya." bisiknya parau. Matanya yang sendu kembali membara mengingat siapa dalang di balik kehancuran hidupnya ini. Edwin! Lena mengepal lengannya keras. b******n tidak tahu malu itu... Ya! Dialah dalangnya! Jika saja dia tidak terbuai dengan tawaran pekerjaan yang Edwin berikan, hidupnya... Jangan bertindak bodoh, jika tidak ingin dibodohi. Kata-kata Daren kembali terngiang di benaknya, menegaskan bahwa dirinya lah yang bertindak bodoh karena telah mempercayai Edwin. Tapi tidak! Lena menggeleng keras, dia tidak bertindak bodoh, lagipula siapa yang tidak terbuai mendapatkan tawaran pekerjaan ketika situasinya memang begitu genting seperti kemarin? Dan karena itu, Lena semakin bertekad, ia tidak akan mati sebelum Edwin mati ditangannya. Setidaknya, dia harus mencekik b******n itu sampai sekarat. Yah itu benar. *** Daren mengusap kuduknya pelan sambil menyetir. Ia mengernyit bingung, dengan tindakannya kali ini. Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Daren tidak tahu, apa tindakannya membawa gadis itu masuk ke dalam kehidupannya sudah tepat? Ia lalu mengambil berkas yang berada di nakas mobilnya. Daren bahkan menyuruh suruhannya untuk mengirimkan file data tentang wanita itu semalam, ia memperhatikan foto  Lena yang dikirim suruhannya itu. Sampai ia tahu, bahwa iris mata birunya benar-benar lensa asli yang dimilikinya, rasa penasaran terhadap wanita itu semakin menjadi. Dia hanya wanita biasa-biasa saja. Tapi dampak yang diberikan Lena kepadanya diluar jangkauan Daren, dia tidak pernah mau berurusan dengan wanita manapun. Apalagi wanita itu memiliki mulut yang tajam dan sangat berisik. Daren meringis mengingat bagaimana Lena menjerit dan berteriak kepadanya, bagaimana wanita itu berteriak dan mengatakan akan membunuhnya. Seketika Daren mengkhawatirkan keadaan apartemennya, meninggalkan wanita itu sendiri disana? Apa yang akan ia lakukan? Kemungkinan buruk terbesar adalah saat ia kembali nanti apartemennya akan tampak kacau. Wanita itu pasti akan menghancurkan apartemennya sampai tak berbentuk. Daren memijat pelipisnya keras, yah ini semua salah, dia harus melepaskan wanita itu sebelum kekacauan lain menimpa hidupnya yang semula damai ini. Baru saja ia memutar balik mobilnya, ponsel nya berbunyi, "Halo?" "..." "Dia akan kembali besok?" "..." "Aku sedang dalam perjalanan, aku akan memastikannya, kau tinggal kirim datanya lewat fax." "..." "Ya, aku akan segera menemuinya, hanya pastikan bahwa kabar ini benar adanya." Daren menghela nafasnya panjang, keadaannya lebih penting sekarang. Alex harus mengetahui bahwa wanita yang selama ini ia cari akan kembali... *** Lena terperanjat cepat dari tidurnya, setelah memberi sumpah serapah pada Edwin, ia berjaga-jaga jika pria jahat itu akan cepat kembali dengan meluruskan kakinya yang masih terasa sakit akibat jatuh semalam. Tapi yang ada Lena yang bosan malah tertidur sampai selarut ini. Ia memandang jam dinding yang sudah menunjukan pukul tujuh malam, ia juga mencoba melihat keadaan sekitar untuk memastikan jika pria jahat itu telah kembali. Tapi hening, tidak ada siapa-siapa di apartemen ini selain dirinya. Suara keroncongan keras yang berasal dari perutnya membuat ia tersadar jika ia belum makan apa-apa sejak kemarin. Melihat kesekitar Lena lantas berlari ke arah dapur milik Daren lalu membuka lemari es miliknya. Mulut Lena langsung menganga saat melihat isi lemari es milik pria itu. "dia memiliki persediaan makanan yang banyak tapi dia menyandera wanita cantik yang kelaparan disini, dasar pria jahat!" omel Lena sambil memilih bahan makanan apa yang akan ia ambil untuk dimasak. "Dia tidak akan marah kan jika aku mengambil makanannya, ah" Lena menggelengkan kepalanya. "Aku tidak peduli." Lena bergumam sendiri lalu mulai meracik bahan makanannya untuk dipasak seadanya. Lena tidak menyadari, bahwa Daren sejak tadi sudah kembali dan memperhatikannya dengan diam di ambang pintu apartemennya. Pria itu tidak melewatkan sedikitpun apa yang Lena lakukan saat ini, pergerakannya yang cepat saat mengikat rambutnya asal, bagaimana ia berjinjit mencari-cari bumbu masakan yang berada di laci lemari yang letaknya lebih tinggi dari padanya dan saat ia bersenandung kecil sambil mengoseng masakannya. Dia tidak terlihat seperti seorang wanita yang tadi siang berteriak padanya dan mengancam akan membunuhnya. Wanita itu juga masih belum sadar dengan kehadiran Daren sampai ia menghabiskan masakannya sendiri dengan lahap. "Hah, ini sangat enak..." Lena meregangkan tubuhnya. Lalu berhenti saat mencium bau tidak sedap dari tubuhnya. "Ck, aku butuh mandi, ah dimana kamar mandinya?" Lena beranjak dari tempat duduknya, dan saat itulah Lena menyadari keberadaan Daren yang masih berada di ambang pintu memperhatinkannya membuat ia terlonjak kaget. "Kau! Apa yang se—" teriakan Lena terpotong saat Daren malah mendorong tubuhnya membawa masuk Lena ke dalam kamar mandi membawa tubuhnya hingga terhimpit dengannya sambil memutar kran shower membuat tubuh mereka berdua seketika basah. "Apa yang kau lakukan?" protes Lena kaget sekaligus marah. "Menunjukan kamar mandi yang kau cari." jawab Daren parau, Lena memekik kecil saat Daren membawa tubuhnya ke dalam pelukannya lalu mencium bibirnya rakus di bawah kucuran air shower. Tentu saja Lena memberontak, tapi tenaganya masih kalah kuat di bandingkan dengan tenaga Daren yang kini menahan tubuhnya untuk tetap berada dalam pelukannya. Daren tetap berusaha untuk melumat bibir Lena secara kasar, dan saat wanita itu membuka mulutnya untuk mengambil nafas, hal itu dipakai Daren untuk menyupkan lidahnya ke dalam mulut Lena hingga tanpa sadar dia mengerang di dalam kecapan bibir Daren. Keintiman ini tentu saja membuat Lena merasa terangsang, tapi saat teringat bahwa pria ini tidak lebih dari pria b******k yang baru ia kenal bahkan belum ia kenal sama sekali selama satu malam ini membuat kesadaran Lena kembali terkumpul, dengan sekuat tenaga ia berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Daren. "Hentikan!" teriak Lena keras walaupun suaranya malah terdengar bergetar. Daren tidak terlalu peduli, dia sudah kehilangan akalnya kali ini karena terpesona oleh wanita bermulut harimau. Dan dia tidak mau menghentikannya begitu saja. "Kau akan menyukainya, percayalah hanya cukup ikuti permainanku saja." kata Daren dengan tatapan sayu dan sebelum Lena sempat memprotes kembali Daren kembali mencium bibirnya, kali ini tidak terlalu kasar, Daren mencium Lena perlahan dan berhati-hati sambil menunggu respon apa yang akan diberi wanita ini. Benar saja, Lena sudah tidak dapat berpikir jernih lagi, tubuhnya yang semula tegang dan kaku kini mulai mengendur dan rileks hingga matanya terpejam lalu tanpa disadari tangannya naik ke atas membelai lembut punggung Daren. Bibirnya mulai menyamai pergerakan bibir Daren. Saat menyadari bahwa Lena mulai terbiasa dengan sentuhannya Daren kembali melumat bibir Lena dengan cepat. "Buka seluruh pakaianku," perintah Daren di sela ciuamannya. Dan bagaikan terhipnotis Lena menuruti apa yang Daren perintahkan. Perlahan membuka kancing kemeja Daren satu persatu hingga terlepas semua. Nafas Lena semakin memburu ketika melihat tubuh bidang pria dihadapannya. Dan saat mata mereka saling bertemu wajah Lena memerah, ia sedang ditatap penuh dengan keintiman. "Aku bilang buka seluruh pakaianku." kata Daren serak, dan perintah itu kembali  menghipnotis Lena dengan pergerakan yang terbilang ragu, tangannya mencoba membuka ikatan gesper celana pria itu dan perlahan membuka resleting celananya. Saat itu Lena bisa melihat dengan jelas gundukan besar di balik celana dalam Daren menegaskan betapa terangsangnya pria itu. Wajah Lena bersemu merah. Hatinya membrontak, dan meneriakinya untuk mengakhiri aktifitas ini. Tapi otaknya tak sejalan, saat ia kembali mendapat cumbuan dari pria yang hampir telanjang dihadapannya ini pikiran Lena menjadi tertutup dan malah mendesah keenakan menikmati sentuhan yang diberikan Daren. Lena memekik saat Daren melepas sedikit kasar gaun basah yang ia gunakan sekarang hingga meninggalkan bra dan celana dalamnya saja yang menutupi tubuhnya. Daren membuka ikatan bra milik Lena dan melemparkannya asal hingga ia setengah telanjang sekarang. Dengan gemas Daren langsung meremas p******a ranum milik Lena. Wanita itu langsung mengerang lepas. Tatapan Daren semakin menggelap dibawah kendali birahinya yang sudah tak terbendung lagi. Setelah membuat Lena lemas akan cumbuan Daren dibagian payudaranya, sebelah tangan Daren menyusup kedalam celana dalam Lena yang tersisa sekarang membuat tubuh wanita itu menegang, Ini sudah terlampau jauh untuk berhenti, mereka sudah terbius satu sama lain oleh pesonanya masing-masing. Daren merobek celana dalam Lena cepat hingga wanita itu benar-bebar polos sekarang. Dia juga melorotkan celana dalamnya yang tersisa, dan tanpa aba-aba Daren memasukan kejantanannya dengan satu hentakan membuat Lena memekik hebat. Nafas mereka terdengar berisik dibawah kucuran air shower yang masih belum berhenti. Setelah merasa cukup, Daren mulai menggerakan pinggulnya, mulanya secara perlahan sampai pergerakannya cepat dan liar. Lena menggigit bibirnya merasakan sensasi penuh kenikmatan ini. Dan tanpa malu, Lena mulai menyeimbangi pergerakan keluar-masuk kejantanan Daren di dalam kewanitaannya. Daren meredam suara erangan mereka berdua dengan saling menaut bibirnya bersama yang terdengar hanyalah suara hentakan e****s bersama percikan air yang menjadi saksi percintaan panas mereka. Pergerakan mereka semakin cepat dan tak terkendali. Sampai pelepasan itu datang, mereka berdua berteriak keras, dan Daren menancapkan kejantanannya dalam-dalam menembakan benih hasil kenikmatan yang mereka lakukan. Mereka saling menatap perlahan dengan nafas yang masih tersengal-sengal dan tubuh yang bergetar. Daren menatap Lena dengan tatapan sendu. "Apa yang sudah kau lakukan padaku?" cicit Daren. Lena tak menjawab apa-apa. Matanya menatap ke dalam mata Daren dengan tubuh yang masih bergetar sambil berpikir. Jadi pada akhirnya ia memilih untuk menyerah? Bukankah apa yang di inginkan pria itu telah ia dapatkan sekarang? Menyesal? Tentu saja itu sama sekali tidak berguna. Tapi, apa yang harus ia lakukan setelah ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN