Hanya satu hari untuk acara mereka, karena Candra tidak ingin terlalu mengulur waktu begitu lama harus memakan 2 hari, dengan begitu, ia tidak perlu bertele-tele, Nadya hanya menurutinya saja, toh selama persiapan saja ia sering tepar karena dikejar waktu dan keperluan untuk pernikahannya dengan Candra.
Kamar Nadya sudah terhiasi bunga dan semacamnya, ditambah lagi dengan kado yang sudah tersusun rapi di pinggir kamar, Nadya merasa lelah dan memilih untuk tidak segera membuka hadiah hadiah tersebut, ia memilih membaringkan tubuhnya dengan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya, sementara secara tiba-tiba Candra masuk ke kamarnya tanpa bersuara.
"Kenapa kamu masuk?! " ucap Nadya kaget.
"Kenapa? Saya ini suamimu, tidak salah jika saya satu kamar dengan kamu, memangnya kamar mana lagi yang menjadi kamar pengantin untuk saya tempati selain kamar ini? " tanya Candra.
Nadya duduk, ia diam dan mengangkat kedua bahunya.
"Maaf, saya lupa. " jawab Nadya.
Candra duduk bersampingan dengan Nadya di pinggir ranjang, ia melepas jasnya dan menaruhnya di atas kasur, keduanya diam dan saling menghela nafas.
"Kamu ingin beristirahat di rumah orangtuamu ini terlebih dahulu, atau mau langsung pulang ke rumah saya? " tanya Candra.
Nadya mengangkat kedua bahunya.
"Tidak tahu, saya hanya akan mengikuti kamu saja. " jawab Nadya.
"Ya, kalau ikut saya, malam ini kita langsung pulang ke rumah saya saja. " ucap Candra.
"Baik, saya ikut. " jawab Nadya.
Nadya begitu pasrah, ia hanya akan mengikuti kehendak Candra sesuai dengan yang diperintahkan oleh kedua orangtuanya, ia harus menuruti Candra, mulai dari keinginan sampai melayani Candra nantinya.
Candra beranjak dari tempat tidur, Nadya melihat laki-laki itu keluar dari kamarnya, ia berinisiatif untuk mengganti gaunnya dan segera mandi karena merasa gerah.
Setelah perundingan selesai, akhirnya Candra dipersilahkan membawa Nadya untuk pulang ke rumahnya, Nadya yang selesai membersihkan dirinya kemudian dipanggil oleh kedua orangtuanya yang tengah duduk di ruang tamu.
"Nadya, kemari. " panggil Ikhsan.
Nadya mendekat, ia melihat kedua orangtuanya bersama dengan suaminya duduk, ia yakin pasti Candra sudah mengatakan sesuatu kepada kedua orangtuanya.
"Ada apa, pak? " tanya Nadya.
"Nadya, setelah tadi suami kamu, Candra, sudah berunding dengan kami untuk malam ini dia membawa kamu untuk pulang ke rumahnya, jadi, kamu mau kan? " tanya Ikhsan.
Nadya diam, ia menatap ke arah Candra kemudian mengalihkannya ke arah Ikhsan, dan menganggukkan kepalanya.
"Ya, Nadya mau mau saja, karena hak Nadya kan sudah ada ditangan nya Candra. " ucap Nadya.
"Hush, jangan seperti itu, nak, itu kan pilihan dari kami, jangan seolah Candra benar-benar memaksakan kamu untuk ikut dengannya. " tegur Ratna dengan suara lembut.
Penjilat, itu yang diguratkan oleh Nadya untuk kedua orangtuanya, mereka seperti kerbau yang di cocok hidungnya, Nadya sudah tau bahwa kedua orangtuanya akan selalu mendukung dan menyetujui keinginan dari Candra dan selalu cari muka, karena ia tahu bahwa kedua orangtuanya masih berada dibawah kekuasaan Candra, suaminya itu sendiri.
Nadya segera masuk ke kamarnya, ia meninggalkan Candra dan kedua orangtuanya, Candra melihat istrinya yang nyelonong masuk ke kamarnya, sementara Ikhsan dan Ratna sedikit panik karena ulah anaknya.
"Maaf ya, mas Candra, mungkin hari ini Nadya sedang lelah, makanya dia seperti itu. " ucap Ratna.
"Ya, tidak apa apa, lagipula acara pernikahan kami cukup melelahkan. Dan juga, kalian tidak perlu memanggil saya dengan sebutan 'mas' lagi, karena saya sudah menjadi menantu kalian, setarakan saja sebutan saya sama dengan Nadya. " ucap Candra.
"Baik, nak Candra. " ucap Ratna dan Ikhsan bersamaan.
"Tidak memaksakan apanya? Aku saja dinikahi dengan paksa oleh mereka, sekarang harus hidup bersama dengan laki-laki yang mendadak jadi suamiku. "
Nadya mengerutu sambil membereskan barang barangnya, ia kemudian memeriksa kembali barang bawaannya yang mungkin akan diperlukan, setelahnya ia membereskannya di dalam koper dan menyusunnya di sudut.
Pinggir matanya menggenang air mata, Nadya ingin menangis, tetapi ia mencoba menahannya untuk tidak meneteskan nya, karena ia akan terlihat habis menangis.
"Kamu sudah membereskan semuanya? " tanya Candra.
Nadya berbalik arah, dengan tatapan kesal, dan memalingkan wajahnya.
"Coba kalau masuk ke sini, setidaknya bersuara. " ucap Nadya.
"Kenapa memangnya? Saya suamimu, mau saya masuk dan keluar kamar istri saya sendiri itu tidak masalah, karena kamu sudah sah jadi milik saya. " ucap Candra.
Nadya menghela nafasnya, ia mengelus dadanya sebagai tanda sabar, sekarang ia harus membawa kopernya bersama dengan suaminya itu.
"Sekarang? "
"Iya, sekarang. " jawab Nadya.
Candra menganggukkan kepalanya, ia juga mengambil beberapa barang miliknya yang ada di kamar Nadya, kemudian ia keluar tanpa basa basi terlebih dahulu.
Nadya terkejut melihat Candra yang langsung keluar dari kamarnya, laki-laki itu tidak ada inisiatif untuk membantunya mengangkat barang bawaan nya, ia tidak menyangka bahwa Candra tidak peduli dengannya.
"Kemari, biar saya yang bawa. "
Tak lama setelah itu, Candra kembali ke kamar, ia mulai membawa barang barang milik Nadya, Nadya kembali terheran-heran dengan tingkah suaminya, cepat sekali Candra berubah sikapnya.
"Kamu bawa yang ringan saja. " ucap Candra.
Nadya membawa ransel berisi barang berupa charger dan lainnya, ia keluar bersama dengan Candra, keduanya berencana untuk segera pamit dengan kedua orangtua Nadya sebelum pergi menuju kediaman Candra.
Ratna dan Ikhsan melihat ke arah Nadya, kemudian Nadya bersalaman kepada keduanya, ada perasaan yang berat di benak hati Nadya, ia belum siap meninggalkan rumah.
"Kita pulang sekarang. " ajak Candra.
Nadya yang sedang bersalaman dengan Ratna dan Ikhsan kemudian menatap ke arah Candra, ia menahan tangan ayahnya sebagai kode untuknya tidak ingin terpisah dari kedua orangtuanya karena takut dengan tempat tinggal barunya bersama suaminya.
Ikhsan melepaskan genggaman tersebut, ia menyuruh Nadya untuk pergi bersama dengan Candra, Nadya tidak percaya bahwa ia sama sekali tidak ditahan oleh keduanya.
"Nad, ayo. " ajak Candra.
Ikhsan melepas tangan Nadya, membuat Nadya terlepas dan tidak bisa menahan tangan ayahnya, Nadya menyerah, ia berjalan menuju ke mobil milik Candra, sesekali ia melihat ke belakang tepatnya ke arah kedua orangtuanya, ia tidak menyangka harus seperti ini.
Mobil menjauh dari halaman, Candra dan Nadya meninggalkan halaman rumah kedua orangtua Nadya, terlihat dari kaca spion mobil, Ratna dan Ikhsan melambaikan tangan mereka ke arah mobil, hati Nadya terasa terenyuh ketika kedua orangtuanya melepasnya untuk pergi menjalani kehidupan yang baru.
___
Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil hening, tidak ada obrolan dari keduanya, entah, mungkin karena mereka tidak mencari topik obrolan untuk mengobrol di dalam mobil.
Butuh 20 menit lamanya, akhirnya Nadya sampai di kediaman milik suaminya, rumah dengan nuansa putih yang sangat luas dan lebar terlihat dari luar pagar, dan setelahnya salah satu penjaga membuka pintu pagar dan mempersilahkan mobil Candra untuk masuk.
Mobil terparkir di samping rumah, Candra dan Nadya keluar dari mobil, kemudian Candra memberikan kunci mobilnya kepada penjaga rumahnya untuk dimasukkan ke dalam garasi.
Sebelumnya, Candra membuka bagasi mobilnya, kemudian ia mengambil kopernya dan menurunkan koper milik Nadya.
"Angkat barangmu sana. " ucap Candra.
Nadya sudah mengira, bahwa suaminya itu akan berbuat semena mena padanya, sayangnya Nadya tidak bisa melawan dan akhirnya ia mengangkat barangnya itu sendiri ke dalam rumah.
Candra membuka pintu rumahnya, bersamaan dengan Nadya yang masuk ke dalam rumah tersebut, ia dapat melihat betapa luasnya rumah milik suaminya, tapi tetap saja, ia akan menjadi babu di rumah yang sangat luas dan lebar itu, tentu saja akan menyiksa tubuh kecilnya itu saat akan membersihkan dan mengurusnya sendirian.
"Istirahatlah, besok kamu akan menghadapi kehidupan baru di rumah ini. " ucap Candra.
Nadya menatap di sekitar ruangan tersebut, ia masih diam dengan barang barang miliknya, sementara Candra sudah masuk ke dalam kamarnya sendiri.
"Saya tidur dimana? " tanya Nadya.
Candra menatap tak percaya dengan Nadya, matanya terbuka lebar, sehingga Nadya hanya diam dan ketakutan ketika melihat Candra yang sudah bertindak langsung seperti itu.
"Tentu saja dengan saya, kamu itu istri saya. " jawab Candra.
Nadya akhirnya mengerti, dengan membawa barang barang miliknya, ia memasuki kamar milik suaminya.
Kamar dengan nuansa cokelat dan krem itu terlihat sangat minimalis, Nadya yakin, cokelat adalah warna kesukaan Candra.
"Taruh saja barang barangmu dipinggir lemari, besok pagi bereskan. " ucap Candra.
"Baik. " jawab Nadya.
"Gantilah bajumu dengan baju tidur, tidak akan saya izinkan untuk naik ke kasur dengan baju bebas seperti itu. " ucap Candra.
Nadya menganggukan kepalanya, dan ia mulai merogoh kopernya, tak lama memilih baju, ia mulai bertanya letak kamar mandi di kamar tersebut.
"Dimana kamar mandinya? " tanya Nadya.
Kecanggungan terjadi, Nadya memilih mengganti bajunya di kamar mandi yang berada di kamar tersebut dan bertanya letak kamar mandinya.
"Kenapa tidak sekalian di kamar ini? Lagipula ini kamar, bukan ruang tamu. " tanya Candra.
Wajah Nadya memerah, ia menggelengkan kepalanya.
"Tidak, saya malu ganti baju langsung di depan kamu. " tolak Nadya.
"Aneh, kamu itu sudah sah jadi istri saya, kenapa harus malu kalau ganti baju di depan saya? "
Nadya tidak menjawab, Candra menghela nafasnya dan menunjuk ke arah pintu yang tak jauh dari meja rias, Nadya berjalan ke arah pintu tersebut, ia masuk dan kemudian mengunci kamar mandi tersebut.
Saat selesai mengganti baju tidur, Nadya terkejut ketika melihat Candra yang berdiri di depan meja rias, keduanya saling bertatapan, reaksi berlebihan terdapat pada Nadya yang gelagapan ketika berhadapan langsung dengan Candra.
"Saya akan tidur, kamu juga. " ucap Candra.
Nadya menganggukan kepalanya, keduanya berjalan menuju ke arah ranjang tersebut, tanpa berpikir panjang, Nadya segera berbaring dan menarik selimut yang ada di bawah kakinya, Candra hanya melihat istrinya yang berbalik punggung tanpa melihatnya, ia juga akhirnya memilih untuk membaringkan tubuhnya dan tidur.
Nadya dan Candra tidur di kasur yang sama, tetapi keduanya saling tidak berdekatan, Candra dengan posisi tidur telentang, sementara Nadya menyamping ke arah pinggir ranjang.
Awal dari posisi tersebut karena Nadya, ia tidak ingin terlalu dekat dengan Candra, hal itu juga yang membuat Candra tidak ingin memaksakan Nadya untuk dekat dengannya, ia memilih untuk tidur dan tidak ingin mengusik istrinya itu.
___
Keesokan harinya, Nadya terbangun dari tidurnya, ponselnya berdering karena alarm yang ia setel sebelumnya, ia bangun dan melihat jam di layar ponselnya, menunjukkan jam 5 pagi.
"Ah, aku akan habiskan waktu membereskan rumah. " gumam Nadya.
Nadya menatap ke sampingnya, tidak ada tanda tanda Candra di kasur, sepertinya laki-laki itu telah pergi dari kamar entah kemana.
Nadya bangkit dari tempat tidurnya, ia mengambil ikat rambut nya, menyisir rambutnya di depan cermin meja rias, dan menguncir rambutnya.
Saat keluar dari kamar, aroma masakan tercium dari luar kamar, Nadya merasa aneh ketika secara tiba-tiba bau masakan berada di dalam rumah, ia berpikir mungkin baunya berasal dari sebelah rumah, untuk memastikannya, Nadya berjalan ke arah dapur.
Tak disangka, Nadya melihat seseorang sedang memasak, Nadya mengucek matanya, ia tidak salah lihat, bahwa yang berada di dapurnya adalah seorang wanita tua yang sedang memasak dan menyajikan makanan di atas meja, ditambah lagi dengan beberapa orang yang sedang membersihkan rumah, membuat Nadya tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Nadya, apa kamu bermimpi? Nggak, harus aku pastikan! " gumam Nadya.
Nadya mencoba mencubit punggung tangannya, dan Nadya meringis kesakitan karena cubitan tersebut, ia tidak menyangka bahwa yang dilihatnya bukanlah mimpi semata.
"Selamat pagi, nyonya. " sambut wanita tua itu.
Nadya merasa kebingungan, kemudian ia menunjuk ke arah dirinya.
"Saya? " tanya Nadya.
"Iya, saya memanggil nyonya. " jawab wanita tua itu.
Nadya merasa takut, mengingat masih pukul 5 pagi, ditambah lagi rumah Candra yang terkesan tertutup dan jauh dari pemukiman warga, ia segera berlari ke arah luar untuk mencari keberadaan Candra.
Saat berlari ke arah ruang tamu, pintu rumah tiba-tiba terbuka, Nadya terhenti dan ia melihat Candra yang masuk, dengan baju koko dan sejadah di lengan kirinya, Candra melihat Nadya dengan tatapan tajam dan mengerutkan keningnya.
"Darimana saja kamu? " tanya Nadya dengan wajah panik.
"Dari masjid habis shalat subuh, ada apa memangnya? " tanya Candra.
"Begini, sebelumnya, kamu pernah bilang padaku tepatnya sebelum menikah, bahwa aku akan menjadi istri dan seorang ibu rumah tangga? Kenapa jadi begini? " tanya Nadya kebingungan.
Candra mengerutkan keningnya dan menaikkan alisnya, Candra meletakkan sejadahnya di atas kursi dan ia melipat kedua tangannya sambil menatap ke arah Nadya.
"Memangnya kamu mau buat anak sama saya sekarang? " tanya Candra.
Wajah Nadya memerah, ia berteriak melengking, membuat Candra menutup kedua telinganya dengan tangannya.
"Bisa nggak kalau obrolannya nggak usah ngarah ke pembicaraan yang tidak senonoh?! Aku risih dengernya! " protes Nadya.
"Jelas kamu sendiri yang ngomongnya nggak jelas, coba, apa maksud dari omongan kamu barusan? " tanya Candra.
"Kamu sebelumnya bilang sama aku, kalau nanti sesudah menikah dengan kamu, aku akan sepenuhnya mengabdi pada kehidupan rumahtangga ini dan sepenuhnya akan menjadi seorang istri. Tapi kenapa saat di dapur tadi ada dua orang yang masak? " tanya Nadya.
Candra mengerutkan keningnya.
"Tidak ada siapapun selain kita dirumah ini. Kamu sepertinya sedang berhalusinasi. " jawab Candra.
Air muka Nadya berubah, seketika tatapannya seakan ketakutan, tak lama setelahnya, wanita tua yang ditemui oleh Nadya berjalan dengan membawa nampan berisi segelas kopi.
"Saya bibi di rumah ini, nyonya, mas Candra ngisengin nyonya ya? " tanya bibi tersebut.
Nadya melebarkan kedua matanya, sedangkan Candra tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dan segera duduk, sementara wanita tua itu ikut tersenyum ketika melihat ekspresi Nadya.
"Mas Candra, jangan diisengin istrinya, nanti beneran takut dia. " ucap wanita tua tersebut.
"Sesekali, bi Nur, biar dikasih paham dulu dia di rumah ini. " ucap Candra dengan nada mengejek.
Nadya menatap sebal ke arah Candra, sedangkan wanita tua yang bernama Nur itu tertawa kecil dengan nampan yang dibawanya menuju ke dapur, Candra meminum kopinya sambil menatap ke arah Nadya.
"Ini nggak lucu. " ucap Nadya.
"Sudahlah, aku minta maaf sudah mengerjai mu, sekarang, duduklah. " ucap Candra.
Nadya kemudian duduk, dirinya masih merasa kesal ketika dikerjai oleh Candra, tetapi laki-laki itu tanpa merasa salah dengan santai meminum kopinya.
"Ternyata ada bibi di rumah ini? " tanya Nadya.
"Ya, tentu saja ada, selain bibi Nur, masih ada bibi Riska, mamang Topan dan pak Edi di rumah ini. Kamu kira selama 10 tahun aku disini sebelum menikah, aku benar-benar tinggal sendirian? " tanya Candra.
"Ya, aku tidak tahu sebelum kamu memberitahukan bahwa aku akan mengabdi menjadi istrimu. " jawab Nadya.
Candra menaruh gelas kopinya, kemudian ia menatap ke arah Nadya.
"Kamu masih harus mengabdi padaku sebagai seorang istri, bukan berarti aku akan memperlakukanmu seperti suruhan, kamu akan tetap bebas disini, tapi bukan berarti kamu tidak sama sekali mencoba memegang alat dapur dan beranjak pergi ke dapur. Aku juga tidak ingin merasa kerepotan, dan aku juga tidak ingin kamu juga demikian, tapi ingat, walaupun begitu, aku tegaskan pada kamu untuk bisa menghormati orang-orang yang ada di dalam rumah ini, bagaimanapun itu, mereka orang yang sangat berjasa di rumah ini. Kamu mengerti? " jelas Candra.
Nadya menganggukkan kepalanya. "Iya, aku mengerti. "
"Nanti akan ku kenalkan satu persatu bibi, petugas kebersihan dan penjaga di rumah ini. " ucap Candra.
Nadya menganggukkan kepalanya.
Semua anggota rumah dikumpulkan di ruang dekat teras belakang rumah, 4 orang yang terdiri dari 2 laki-laki dan perempuan itu berdiri berbaris, sedangkan Nadya berdiri di depan mereka bersamaan dengan Candra.
"Baik, kalau begitu, biar ku kenalkan satu persatu. " ucap Candra.
"Ini bibi Nur yang bertugas di dapur, ini bibi Riska yang bertugas sebagai bersih bersih di rumah, ini mamang Topan yang bertugas sebagai tukang kebun di rumah ini, dan ini pak Edi yang bertugas menjaga rumah dan sesekali menjadi supir rumah ini. " kenal Candra.
"Halo, bibi, mamang dan bapak, perkenalkan saya Nadya. " ucap Nadya.
"Halo, nyonya Nadya. " ucap keempat orang itu bersamaan.
"Nyonya Nadya sangat manis dan cantik, mas Candra pintar sekali mencari istri. " puji mamang Topan.
"Bukan saya yang mencari, tapi jodoh saya yang datang sendiri. " ucap Candra.
"Mas Candra bisa saja. " jawab mamang Topan.
"Ya sudah, kalau begitu, saya mau pergi dulu ke toko. Bibi Nur, kalau Nadya ingin sesuatu, tolong layani dia. "
"Baik mas, akan saya laksanakan. " ucap bibi Nur.
"Kamu Nadya, jangan malas. " ucap Candra.
Candra memegang kepala Nadya dan mengelus rambut Nadya, sementara Nadya menjauhkan kepalanya dari tangan Candra yang mengelus rambutnya.
___
Aktivitas di kediaman Candra seperti biasanya, Nadya hanya berkeliling di sekitar rumah, ia sesekali melihat ke arah teras belakang dan kolam renang di belakang rumah, selebihnya ia menghabiskan waktunya di ruang keluarga dengan menonton televisi.
Rasa bosan dirasakan oleh Nadya, kemudian dari ruang keluarga ia melihat ke arah meja makan, terlihat bibi Nur yang sedang menaruh keranjang buah beserta isinya di atas meja, Nadya berinisiatif untuk menghampiri pembantunya itu.
"Bi Nur. " panggil Nadya.
Bibi Nur menatap ke arah Nadya, kemudian ia tegap dan bertanya dengan Nadya.
"Iya nyonya, ada yang bisa dibantu? " tanya bibi Nur.
"Nggak, cuma nyapa aja. " jawab Nadya.
"Nyonya ingin apa bilang saja sama saya ya, nyonya. " ucap bibi Nur.
Nadya merasa segan ketika dirinya dipanggil nyonya, ia merasa terlalu ekstrim ketika wanita yang lebih tua darinya memanggilnya dengan sebutan nyonya.
"Bibi Nur. "
"Ya, ada apa, nyonya? " tanya bibi Nur.
"Kalau bisa, panggil saya sesuai dengan panggilan Candra di rumah ini aja ya, bi, sebutan nyonya rasanya nggak terlalu suka begitu. " ucap Nadya.
"Wah, maaf, saya tidak tau. " ucap bibi Nur.
Bibi Nur kemudian tertawa, Nadya hanya merasa bingung dengan pembantunya yang tertawa karena dirinya yang tidak ingin disebut nyonya.
"Baik, kalau begitu, saya manggilnya mbak Nadya saja ya? Biar lebih serasi dengan mas Candra nya juga. " ucap bibi Nur.
Nadya menganggukan kepalanya, kemudian mengambil buah yang ada di keranjang tersebut, suasana hening kembali, Nadya teringat sesuatu yang ingin ia tanyakan, ia kemudian memulai percakapan.
"Bi Nur, saya mau nanya. "
"Eh iya mbak, mau nanya apa? " tanya bibi Nur.
"Bagaimana sifat Candra di rumah ini sih, bi? " tanya Nadya pada bibi Nur.
Bibi Nur tersenyum, ia yang sedang membersihkan meja makan kemudian menaruh lapnya di ember.
"Mas Candra orangnya baik kok, mbak Nadya, memang orangnya terlihat sibuk dan cuek, tapi sebenarnya dia orangnya sangat peduli. Lihat, kalau mas Candra nggak peduli dengan bibi dan lainnya, nggak mungkin bibi dan lainnya bisa sesubur ini di rumahnya. " jelas bibi Nur.
Nadya sudah tau hal tersebut, tentu saja para pembantu di rumah ini akan memuji Candra, mereka adalah pesuruh, sedangkan Candra adalah tuannya.
"Bukan seperti itu, bibi, ada hal lainnya dari Candra begitu? Bukan hal baiknya, tapi hal lainnya begitu. " tanya Nadya.
"Soal itu ya? Saya tidak tahu, mbak, biar mbak Nadya saja yang tahu hal lainnya mas Candra. " jawab bibi Nur.
Nadya menghela nafasnya, ia melanjutkan memakan buah yang ia ambil, kemudian memikirkan sesuatu.
___
Sore hari akhirnya tiba, terlihat dari halaman depan mobil milik Candra memasuki halaman, dengan pak Edi yang menutup gerbang, kemudian dirinya diserahkan kunci mobil untuk memasukkan mobil dalam garasi.
Candra berjalan ke arah rumahnya, ia memasuki rumahnya, saat ia sedang berjalan ke dalam rumahnya, Candra melihat Nadya yang tertidur di atas sofa, ia mengacakkan kedua tangannya di pinggang dan mencoba untuk membangunkan Nadya.
"Nadya, Nadya. "
Candra menggoyangkan bahu Nadya, gadis itu kemudian menggumam dan mencoba membuka matanya.
"Kamu tidur siang? "
Nadya yang tertidur di sofa kemudian langsung terbangun, ia mengusap ilernya dan berusaha untuk sadar, dirinya terasa kucel ketika Candra membangunkan dirinya.
"Kenapa kamu tidur di sofa? " tanya Candra.
"Ngantuk, tadi rencananya mau nonton film, tapi kuota internetnya habis, padahal udah setengah film. Jadinya bosan, dan akhirnya tidur. " jawab Nadya.
"Bibi Nur pasti lupa ngasih tau kata sandi Wi-Fi rumah. " gumam Candra.
Nadya duduk, ia kemudian berusaha untuk tersadar dari tidurnya, Candra kemudian memberikan selebaran kertas kepada Nadya, ia meletakkannya di atas meja, Nadya melihat hal tersebut kemudian mengambil kertas yang diserahkan oleh Candra padanya.
"Ini apa? " tanya Nadya.
"Kamu baca saja sendiri. " jawab Candra.
Nadya membaca selebaran kertas tersebut, ia membesarkan matanya dan membaca ulang kertas tersebut sambil mengucek kedua matanya.
"Surat pengisian formulir untuk mendaftar sebagai mahasiswa baru? " tanya Nadya.
Nadya tersadar, ia membesarkan matanya, ia tidak percaya dengan kertas yang ia pegang itu.
"Kamu, kamu mendaftarkan aku ke kampus yang aku inginkan sebelumnya? " tanya Nadya tidak percaya.
"Ya, aku mendaftarkan kamu ke kampus yang sebelumnya kamu inginkan itu. Itu keinginan kamu saat belum menikah, bukan? " tanya Candra.
Nadya tidak percaya, ia tersenyum lebar dan memeluk kertas tersebut, hatinya terasa berbunga-bunga, impiannya terwujud untuk berkuliah di universitas yang ia inginkan, ia gembira dan tidak bisa mengungkapkannya lewat kata.
"Terimakasih, Candra. " ucap Nadya.
Dengan senyuman nya, Nadya mengarah ke arah Candra, Candra yang melihat istrinya tersenyum tidak seperti biasanya kemudian ikut tersenyum, ia mampu membuat Nadya tersenyum karena usahanya.
"Ya, sama sama, Nadya. " balas Candra.
Nadya terlihat senang membaca surat tersebut, kemudian Candra duduk dan menatap Nadya lagi.
"Selanjutnya, apa lagi yang kamu inginkan untuk berkuliah? " tanya Candra.
Candra memberikan pilihan dan sebuah keinginan lagi untuk Nadya, Nadya yang mendengar itu tentu saja bertambah senang, ia mengingat sesuatu yang ia inginkan.
"Aku mau tempat tinggal kita terpisah. "