Resepsi

1460 Kata
"Kak Mika," Semua orang menoleh kesumber suara. Perempuan berparas cantik yang sedang memakai dres berwarna merah sekarang sedang berdiri di depan Tika. "Aduh kakak ipar ini gimana sih, Tadi pagi kok main cabut ke kamar gitu aja? Vania kan mau minta foto sama kakak. Gak sabar ya mau Ahem..., Ahem..., Sama Kak Rey, Kan jatahnya nanti mal...." "Toa masjid, ngapain sih kamu teriak-teriak? Sana pergi, gangu acara kakak aja." Potong Rehan, dia mendorong pelan bahu adiknya agar menjauh dari istrinya. Dia yang tadi baru keluar dari kamar mandi langsung berjalan tergesa-gesa saat melihat adiknya berbicara dengan Mika, istrinya. "Aduh kakakku tersayang, aku itu mau..." "Mau apa? Buru pergi sono, tuh udah di tungguin Bastian di depan. Katanya kamu mau pergi ke rumah calon mertua kamu." Potong Rehan dengan cepat. "Iya, iya, bawel banget sih kayak emak-emak komplek. Oh ya kakak ipar, aku pesan keponakan yang cakep, berhidung mancung, mata sipit, dan kulitnya harus seputih kristal." Ucap Vania dengan gampangnya. Setelah berkata seperti itu, Vania langsung berlari pergi sebelum kakaknya marah kepadanya nanti. "Dasar bocah, emang buat anak kayak buat gado-gado apa." Cibir Rehan pada adiknya yang sudah berlalu pergi. "Aduh...." Pekik Tika dengan suara tertahan. Rehan yang tadinya sibuk menyalami tamu langsung menatap istrinya khawatir. "Kenapa sayang? Ada yang sakit? Kamu capek? Atau....." "Aku gak apa-apa, kaki aku cuma capek berdiri terus dari tadi." Jawab Tika sambil menunduk. Dia takut kalau Rehan marah padanya. Dia kan belum tahu benar sikap dan sifat lelaki di sampingnya yang sekarang sudah menyandang sebagai suaminya. "Ma, Rehan sama Mika ke kamar dulu ya, Kasihan kaki Mika sakit." Ucap Rehan kepada mamanya. "Iya, buruan gih kamu bawa Mika ke kamar. Kasihan menantu mama kecapean." Balas Lilis, dia menatap menantunya iba. Dia tahu betul apa yang sekarang sedang menantunya rasakan, karen dulu dia juga pernah di posisi menantunya. "Iya Ma, ayo sayang." Rehan menggendong Tika menuju kamar yang sudah dia siapkan. Dia tersenyum geli saat melewati kamar yang harusnya dia tempati malam ini. Dia tahu, bahkan sangat tahu, kalau adiknya itu kemarin merencanakan hal konyol untuk istrinya dan dirinya. "Kamu istirahat aja dulu, aku mau mandi." Ucap Rehan yang hanya dianggukin kepala oleh Tika. Air mata yang sedari tadi Tika tahan luluh seketika membanjiri kedua pipinya. Dia ragu dengan jalan yang dia pilih. Dia tidak mengenal siapa itu Rehan Admaja,Dia tidak kenal dengan siapapun disini. Tapi dia terpaksa menikah dan masuk di keluarga ini. "Kak Mika, aku takut." Lirih Tika sambil terisak pilu. Dia menoleh kearah pintu kamar mandi dengan ekspresi wajah sendu. Tuhan, aku takut_Batin Tika, merintih. Tanpa membersihkan make up nya, Tika tertidur pulas diatas kasur. Wajah cantiknya terlihat mempesona, tidak henti-hentinya Rehan menatap wajah perempuan yang sekarang sudah menyandang status menjadi istrinya. Rehan mencium lembut seluruh wajah Tika. Hingga membuat perempuan itu menggeliat dan mengerang dengan mata masih terpejam. "Bangun sayang, mandi gih." Suruh Rehan dengan suara lembut. Bukannya beranjak dari tempat tidurnya lalu mandi, justru Tika malah kembali tidur dengan memunggungi Rehan. "Sayang...." "Lima menit lagi." Potong Tika dengan suara serak. Mungkin efek habis nangis tadi. "Gak bisa dong, Yank. Kamu gak lupakan kalau malam ini kita...." "Aku mandi sekarang." Tika berlari masuk kedalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama, cukup 15 menit Tika sudah selesai mandi. Tapi sayangnya..... "Mas, eh Kak, Say...." "Kenapa?" Tanya Rehan dari depan pintu kamar mandi. Tika merasa gugup sendiri. Dia tidak tahu harus memanggil Rehan dengan sebutan apa. "Ambilin handuk, aku lupa bawa handuk ke kamar mandi." Sungguh, Tika meruntuki kebodohannya sendiri. Kok bisa dia ceroboh sampai lupa membawa handuk ke kamar mandi "Nih," Tika mengambil handuk pemberian Rehan. Setelah dia selesai melilitkan handuk itu ke tubuhnya, dia keluar kamar mandi dengan pipi bersemu merah. Sungguh, dia sangat malu. "Aku gak bawa baj...." "Ada di lemari." Jawab Rehan, sambil tersenyum manis. Cepat-cepat Tika mengambil baju tidur yang sepertinya sama dengan baju tidur yang Rehan kenakan. Tika keluar dari kamar mandi. Lalu dia menyisir rambutnya di depan cermin besar yang dekat dengan tempat tidurnya. "Sayang," Rehan mengalungkan tangannya di leher jenjang milik Tika. "Emmm...., bagimana kak?" Tanya Tika dengan suara ragu. Seketika Rehan langsung melepas tangannya yang berada di leher Tika dan menatap perempuan itu bingung. "Kamu manggil aku apa? Aku ini suami kamu? Kamu itu apa-apaansih? Kamu....." "Maaf." Cicit Tika sambil menundukkan kepalanya. Dia belum terbiasa memanggil Rehan dengan sebutan sayang atau Mas. Rehan bukan pasangan aslinya, dia hanya mau memanggil sayang kepada pasangan aslinya. "Aku gak mau dengar kamu manggil aku kak lagi." Ucap Rehan, memperingati. "Sayang, Kamu gak lupakan?" Tanya Rehan dengan suara serak. Tika menggangguk. Dia tahu apa maksud dari ucapan suaminya. Semoga keputusanku ini benar tuhan. ** Tika dan Rehan menuruni anak tangga hotel ini bersama. Lalu mereka duduk di depan meja makan yang sudah terdapat anggota keluarga mereka. "Kak Mika, bagaimana semalam? Apa udah ada hasilnya? Abis main berapa ronde kalian? Kak Mika....." "Aduh sayang, kamu ini bagimana sih, Masa sekali tendang langsung jadi." Ucap Bastian dengan santai. Tika yang baru ingin mengunyah nasi langsung berhenti. Dia menunduk dalam. "Kalian ini...." Geram Rehan, dia menatap tajam pasangan gila di depannya. "Bastian, Vania, kalian jangan bicara seperti itu. Gak sopan." Nasehat Lilis kepada kedua pasangan di depannya. "Nak, Papa sama Mama mau pindah rumah ke Amerika. Kamu gak apa-apakan disini sama suami kamu?" Tanya Galuh, dia menatap sendu wajah anaknya. "Pa...." Rengek Tika, dia memeluk kedua orang tuanya dengan sangat erat. "Aku ikut kalian." Isaknya pedih. Eva dan Galuh kompak menggeleng pelan. "Kamu udah menikah sayang, jaga diri kamu baik-baik ya," Galuh menatap sendu wajah anaknya. "Aku mau tinggal sama Mama dan Papa. Ma, Plisss....." Rajuk Tika. Eva menggelengkan kepalanya pelan. "Rey, Papa titip Mika sama kamu." Pesan Galuh kepada menantunya. Rehan menganggukkan kepalanya. "Pasti, Pa." "Maaf sayang, Papa sama Mama harus pergi sekarang. Kamu gak usah nganter kami, kamu disini aja sama suami dan mertua kamu." "Tapi Pa, Ma," "Iya, Nak. Kamu disini aja. Biar Mama sama Papa yang nganter kedua orang tua kamu sampai kebandara." Nasehat Lilis. Tika mengangguk lemah. "Bastian, Vania, ayo pergi. Kalian berdua jangan ganggu mereka." Suruh Syam kepada kedua pasangan usil di depannya. "Siap, Pa." Jawab Vania sambil tersenyum jahil kepada kakaknya. Setelah mereka semua pergi, Rehan menatap istrinya dengan bibir tersenyum tipis. "Kita pergi ke rumah kita yuk," Ajak Rehan sambil menggandeng tangan istrinya keparkiran hotel. "Ke rumah orang tua kamu?" Tanya Tika yang setelah lama terdiam. Rehan terkekeh sambil menggeleng pelan. "Mereka orang tua kamu juga sayang. Tapi kita tidak pergi ke rumah mereka, melainkan kita pergi ke rumah kita sendiri." Jawab Rehan sambil tersenyum manis kepada istri cantiknya. "Emang kamu udah ada rumah sendiri?" Tanya Tika, tertegun. Apakah lelaki di sampingnya sudah menyiapkan semuanya dengan matang? "Udah dong." ** Mereka berdua sampai di depan rumah mewah ber-cat biru. Biru? Bukankah warna itu kesukaan Mika, kakaknya? Batin Tika. Rumah ini bersih dan terawat. Ada banyak bunga lily, anggrek, dan mawar di depan rumahnya. Kamar di rumah ini juga sangat besar dan indah. "Kamu suka?" Tanya Rehan sambil merangkul pinggang Tika. "Iya, makasih." Ucap Tika, tulus. Dia memeluk Rehan dengan sangat erat. "Apapun yang bisa membuatmu bahagia." Balas Rehan sambil mengusap rambut istrinya. Setiap dinding dekat tangga rumah ini terdapat figura foto Mika dan Rehan saat masih SMA hingga kuliah. Tika tersenyum kecut, harusnya kakaknya lah yang berada di posisi ini. "Sayang kamu mau cari pembantu yang bagaimana?" Tanya Rehan, dia duduk di samping Tika. "Gak." "Hah?" Tanya Rehan, tidak mengerti. "Gak usah cari pembantu." Jawab Tika dengan santai. Rehan menaikkan satu alisnya keatas. "Kamu yakin? Rumah kita ini besar loh. Memangnya kamu mau ngurus semua ini sendiri? Ayolah sayang, aku tidak mau kamu kecapean." Rehan sedang mencoba merayu istrinya agar istrinya itu mau untuk mengambil pembantu yang akan membantunya mengurus rumah agar istrinya tidak kecapean. "Aku mau jadi istri yang baik. Aku tidak butuh pembantu. Kamu dengar itu, Lagian aku juga bisa ngatur waktu untuk perusahaan dan rumah." Ucap Tika sesantai mungkin. Dia sudah terbiasa mandiri sejak kecil. Baginya mengurus rumah itu hal kecil. "Apa? Perusahaan?" Tanya Rehan, memastikan. Siapa tahu telinganya salah dengar. "Iya, kenapa?" Tika mengerutkan keningnya bingung. Ada yang salah dengan ucapannya tadi? Hingga membuat Rehan shock. "Gak boleh, kamu di rumah aja. Pekerjaan kantor biar aku yang hendel semua." Larang Rehan. "Gak! Aku mau kerja, aku mau jadi perempuan karir." Bantah Tika, dia bersekukuh dengan keinginannya. "Sayang, Plis...." "Terserah kamu." Kesal tika sambil melipat kedua tangannya kedada. "Kamu marah?" Tanya Rehan, dia menatap dalam kedua bola mata istrinya. "Gak." Jawab Tika sambil memalingkan wajahnya kearah lain. "Sayang, ini semuakan demi kebaikan kamu." Ucap Rehan, dia mencoba merayu Tika. Dia tidak mau istrinya marah. "Terserah kamu, aku mau masak." Balas Tika dengan ketus. Dia pergi begitu saja meninggalkan suaminya yang terlihat menghela nafas kasar. Mungkin suaminya capek menghadapi sikapnya yang keras kepala. Hancur sudah keinginanku untuk menjadi perempuan karir_Batin Tika menangis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN