"Huekk..huekk" Arin terus memuntahkan semua yang terasa membuat perutnya tak tenang. Sudah lebih dari sebulan lalu saat pertama dirinya melakukan hubungan suami istri dengan Aldo, ia selalu saja mual. Setiap yang ia hirup terasa memuakkan, setiap yang ia makan terasa tak enak.
"Huekk" Namun Arin merasa aneh karena yang keluar dari mulutnya bukanlah muntah pada biasanya, justru ia hanya memuntahkan air.
Glory mengusap-usap tengkuk cewek itu agar memuntahkan isi perutnya, namun pada akhirnya ia juga pasrah saat melihat Arin hanya memuntahkan cairan saja. Kalau bukan karena Arin yang terus mual dan memberitahukan padanya, ia mungkin tak akan ada disini.
Semalam wanita itu mengajukan diri untuk menemani Arin selama Arin mual, karena jujur itu membuat Glory khawatir sebagai seorang sahabat.
"Lo istirahat aja ya, siapa tau masuk angin. Makanya jangan keseringan begadang sambil telanjang berdua sama Aldo" godanya.
Arin terkekeh meski lemas, ingin sekali ia memukul kepala Glory, namun karena tangannya seperti tak bertenanga maka ia mengurungkan niatnya.
***
Arin yang hari ini merasa tubuhnya sudah cukup mendingan, akhirnya menuju balkon kamarnya dan melihat salah satu maidnya sedang berdiri di balkon sambil menatap ke bawah.
"Ekhm" Tiris mengalihkan pandangannya ke Arin karena mendengar deheman wanita itu.
"Ngeliatin apa sih?"
"Em, engga kok Nyonya"
"Reyga ya?"
"En-ngga Nyonya. I-tu tadi, saya cuma liatin jalanan aja" ujar Tiris mencoba membela diri.
"Oh" angguk Arin dengan senyum kecil.
"Nyonya, udah ngga mual lagi"
"Ngga, minum teh anget buatan kamu beberapa hari ini bikin enakan. Makasih ya"
"Sama-sama Nyonya. Lagipula itu tugas saya"
"Glory mana?"
"Tadi katanya kerja, Nyonya"
***
Aldo memejamkan matanya geram, setiap kali ia bekerja selalu ada bayang-bayang Arin yg menghantui pikirannya. Wanita itu membuat Aldo menjadi tak fokus sama sekali.
Aldo melangkah keluar dari ruangannya berjalan menuju lift khusus hingga sampai di lobby kantor. Ia segera memerintahkan Dika, supirnya untuk mengantarnya pulang.
Sesampainya di rumah, tanganya langsung menarik Arin yang tadinya ingin bergabung para maid yang sedang membuat makanan.
Arin mengerang kesakitan atas tarikan tangan Aldo di pergelangan tangannya. Lelaki itu membawanya menaiki anak tangga dan masuk ke kamar dengan langkah cepat membuat Arin kesulitan mengikuti Aldo.
"A--"
Arin bungkam karena bibirnya tiba tiba di kecup kasar oleh Aldo dan di lumat lelaki itu. Aldo bahkan dengan kasarnya merobek seluruh pakaian yg di kenakan Arin hingga tak sehelai benangpun menempel di tubuhnya.
Aldo mendorong tubuh Arin ke ranjang dan segera mengecupi seluruh bagian sensitif milik Arin. Tangannya juga tak tinggal diam, meremas remas dua gundukan Arin yg terasa pas di tangannya.
Jleb
Dengan kasar tiba tiba Aldo juga menyatukan miliknya dengan Arin membuat Arin yg tak siap dengan penyatuan itu mengerang kesakitan, air matanya juga menetes karena menahan sakit.
Hingga Aldo menggapai puncak kenikmatan dan menyemburkannya ke dalam rahim Arin.
Dengan langkah gontai Arin berjalan ke kamarnya di balut kemeja milik Aldo yg di pakainya. Ia membasahi tubuhnya dengan air shower, membuat rasa perih itu menguak karena terkena air. Bukan hanya tubuhnya yg merasakan sakit tapi juga hatinya. Ini memang resikonya!
Waktu itu ia sendiri yg mengatakan pada lelaki itu bahwa ia sanggup menggantikan peran jalang-jalang yg memuaskan Aldo. Ia tidak pernah tau kalau Aldo akan bermain sekasar itu pada wanita, karena beberapa kali yg lalu Aldo bermain lembut.
Apa aku sanggup kalau setiap harinya selalu seperti itu? Atau mungkin itu masih bagian pemula untuk permainan kasar berikutnya? Pikiran-pikiran itu berkecamuk dikepalanya.
Setelah itu semuanya menggelap.
***
Malam harinya, sekitar jam 19.00 WIB, Aldo keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga, di ruang tamu ia mendapati Boy sedang sibuk bermain game dengan ponsel pria itu.
Didapur ia mendapati Robin, Glory dan para maidnya tengah membuat sesuatu yg ia tak tau dan tak mau tahu. Glory dan para maid sedang belajar membuat cimpa, makanan khas karo. Karena Robin tiba tiba menginginkan makanan itu. Karena itu juga lah Robin ikut ambil tugas dalam membuat cimpa karena ajakan mereka semua. Pria itu dulunya sering dibuatkan oleh mamanya yang memang keturunan Karo.
Lalu dimana Arin? Itulah yg menjadi pertanyaannya saat ini.
Dengan tergesa gesa ia berlari ke kamar Arin dan membukanya, pintunya tidak terkunci. Di ranjang Aldo juga tak menemukan apa-apa tapi ia dapat mendengar dari kamar mandi suara air bercucuran.
"Arin?"
"Arin?"
Aldo berulang kali meneriaki nama wanita itu namun tak kunjung di jawab. Dan akhirnya ia memilih membuka pintu kamar mandi yg ternyata juga tak di kunci.
Shit...
Aldo segera menggendong tubuh Arin yg memucat di bawah air shower dalam keadaan tak sadarkan diri. Aldo menyelimuti tubuh wanita itu dan menepuk nepuk pipinya. Namun Arin tak kunjung bangun.
Dengan segera ia menelpon dokter pribadi keluar Blacker. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Sambil menunggu kedatangan dokter, Aldo menggosok gosokkan tangannya ke tangan Arin, menyalurkan kehangatan karena ia merasa tangan wanita itu benar-benar dingin.
Ceklek
Aldo segera menyuruh Bas untuk memeriksakan keadaan Arin yg memperihatinkan. Beberapa orang di mansion juga berkumpul di depan kamar Arin karena melihat kedatangan dokter.
***
"Sepertinya Mrs. Blacker stress berlebihan Mr. Blacker" ujar Dr. Bas
"Jadi apa yg harus kulakukan?" tanya Aldo tak suka bertele-tele.
"Usahakan supaya tidak ada yg membuat pikirannya tertekan, apalagi usia kandungannya masih sangat muda"
"Apa? Kandungan?"
"Iya, usianya sudah 4 mingguan Mister"
"Baiklah, silahkan keluar" usir Aldo
Dr. Bas dengan ragu menatap Aldo "Saya harap Mr. Blacker akan segera memeriksakan kandungan Mrs. Blacker ke dokter ahli supaya diberi vitamin dan penambah gizi khusus untuk kehamilan" ujarnya setelah itu pergi.
***
"Kenapa Do?" Boy menatap Aldo dengan rasa penasaran saat Aldo keluar dari kamar.
"Ngga papa" jawab Aldo singkat.
"Bener, ngga ada yang serius?" tanya Glory dengan rasa khawatirnya.
"Ngga ada, cuma butuh istirahat" balas Aldo "Nanti kalau dia sudah sadar, kalian bisa menjenguknya" ujarnya lagi kemudian menutup pintu kamar Arin. Mau tak mau mereka pergi dari depan kamar Arin agar Arin bisa istirahat sepenuhnya.
Tidak sampai sepuluh menit, Arin sudah membuka matanya dan melihat Aldo yang duduk dan bersandar dikepala ranjang sambil memainkan ponselnya "Aku kenapa?" tanyanya pelan.
"Kenapa? Lo tanya lo kenapa? Dasar lo ya, buat repot orang aja. Ngapain coba lo pingsan di kamar mandi."
"Aku gak tau Aldo, kalau aku tau juga aku bakalan milih tempat tidur buat pingsan" desisnya tajam.
"Dokter bilang lo hamil"
H-a-h
"Gak bercandakan Do?"
"Gue gak pernah bercanda, dan dengar gue gak mau ada anak di perut lo" baru saja Arin ingin mengucap syukur atas kehadiran buah hatinya, namun semuanya pupus karena ucapan Aldo yg tak menginginkan janin yg ada dalam perutnya
"Tap--"
"Terserah, itu pilihan lo. Kalau lo mau ngurus kandungan lo itu, lo pergi dari rumah ini"
"Tap--"
"Gue gak mau denger apa apa"
Arin terus saja berusaha membujuk Aldo agar dapat menerima anak dalam kandungannya.
"Aldo, aku ini seorang ibu dari janin aku. Aku gak mau dia mati sebelum dia lahir. Aku pengen ngerawat dia"
"Lo bisa pergi dari sini kalau lo memang mau ngurus anak itu" desis pria itu tajam lalu meninggalkan Arin yang diam dan merenungkan rumah tangganya yang terasa berat.
***
Cukup sudah, Aldo memikirkan Arin hingga keesokan harinya di kantor hingga membuatnya tak fokus bekerja. Ia benar-benar tak mengerti bagaimana sebenarnya perasaannya menanggapi Arin yang mengandung anaknya, namun kepalanya sudah cukup dibuat penuh oleh pemikiran mengenai kehamilan dan kehamilan.
"Lo kenapa sih kak? Kayaknya banyak pikiran banget sih?" Tania memandang jengah pada kakaknya yg sedari tadi berjalan kesana sini.
"Arin Tan"
"Tan tan tan, lo pikir gue tante lo"
"Heh, gue ini kakak lo, jadi terserah gue mau manggil apa ke elo"
"Gue maunya di panggil Nia, kak Aldo"
"Ya oke, Nia. Lebih baik lo pulang kalau disini malah nambah pikiran gue"
"Huh, terserah lo aja. Fine, Gue pulang"
Nia mengambil tasnya dan berdiri dari duduknya di ruangan kakaknya dengan malas. Ia bahkan belum sampai 10 menit di ruangan kakaknya tapi sudah di suruh pulang dengan tak hormat.
"Ehh tapi gue butuh usul lo"
"Usul apaan, gue gak mau. Tadi lo udah ngusir gue"
"Iya ia, gue minta maaf"
"Oke, cerita, apa masalah lo"
"Arin hamil"
"Waht the ..?"
"Issh, dasar lo ya gak sopan"
"Ya wajar aja dong gue kaget, lo aja nikah belum sampe dua bulan tapi udah tekdung aja"
"Ya gue gak yakin juga sih, tapi Arin itu cewek baik baik. Yang di dalam dia itu anak gue, orang gue yg pertama kali buka segel"
"Ya oke oke. Gue juga yakin kak Arin memang cewek baik baik. Ehh eh tunggu deh, sejak kapan lo muji muji cewek" selidik Tania karena setahunya kakaknya itu tak pernah memuji seorang wanita walaupun itu Mommy ataupun Tania sendiri.
"Y-ya.. Wajarkan, dia kan istri gue"
"Oke deh" Tania tersenyum miring melihat kakaknya yg tampak sedikit salah tingkah "Terus apa masalahnya kalau kak Arin hamil?" wajar sajakan kalau Tania menanyakan apa yg salah bila Arin hamil, jika di pikirkan dengan logika tak ada yg salah karena Arin dan Aldo kan memang sudah melakukan hubungan suami istri. Lagian hubungannya juga sah sah saja
"Gue bilang sama dia gue gak mau ada anak dalam perut dia. Kalau dia mempertahankan anak itu, gue suruh pergi ninggalin rumah"
Pletakkk
"Awss, sakit taii. Lo makin lama makin kurang ajar ya sama gue. Ngga punya sopan santu banget"
"Siapa suruh lo bilang gitu ke kak Arin. Dia pasti sakit hati dan milih pergi dari rumah"
"Kok lo tahu?"
"Jelas aja gue tau. Seorang perempuan akan mempertahankan janinnya walaupun dia sendirian. Kalau gue yg ada di posisi kak Arin, gue juga bakalan ninggalin lo"
"Tapi gue udah terlanjur bilang gitu Tan"
"Tania begok" tegur Tania karena ia benci di panggil Tan oleh Aldo. Kesannya itu, ia bagaikan tante-tante "Lo minta maaf dong, tahan dia supaya gak pergi. Itu juga kalau lo memang gak mau dia pergi"
"Gue juga gak tau kalau dia bakal milih pergi, Tania. Gue pikir dia bakal gugurin anak itu, soalnya kan dia belum dapat apa-apa dari harta gue"
Pletakk..
Aldo lagi lagi meringis karena jitakan Tania yg sudah berulang kali di kepalanya. Adik mana coba yg berlaku seperti itu pada kakaknya. Apalagi seorang Aldo, yg di kenal dengan seorang pebisnis hebat, berkharisma dan cool.
"Gue udah bilang, Aldo. Supaya lo ubah pola pikir lo itu. Ngga semua perempuan cuma mencintai harta lo yg ngga seberapa itu."
"Tap--"
"Kalau lo ngga mau kak Arin pergi. Lo minta maaf dan terima anak itu. Anak itu hasil s****a lo brengsekk. Lo harus coba terima kak Arin. Besok besok jangan sembur s****a lo itu biar ngga jadi anak, bego"
Tanpa menunggu balasan dari kakak lelakinya itu, Tania segera meninggalkan Aldo di ruangannya. Ia yakin kalau kali ini, kakaknya sudah menaruh perasaan pada kakak iparnya.
**
Arin sebenarnya masih ragu untuk meninggalkan Aldo, ia bingung dengan alasan yg akan ia beri pada mertua dan orang tuanya sendiri. Arin sangat takut kalau orang tuanya akan kecewa.
Brakkk..
"Rin"
" Aldo, ka-kamu kenapa?"
"Gue gak mau lo pergi, gue akan terima anak itu. Tapi ini semua gue lakuin karena gue gak mau Daddy mecat gue dari Blacker" oke. Ini hanya akal-akalan Aldo saja yang gengsi menahan kepergian Arin atas namanya, maka ia menggunakan ayahnya sebagai alasan yang cukup masuk akal.
Huh
Arin merasa beruntung karena ia jadi tidak perlu mencari alasan untuk di berikan kepada orang tua dan mertuanya. Walau ia sedikit kecewa dengan alasan Aldo.
"Oke"
Setelah itu Aldo keluar dari kamar Arin, Arin membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Padahal belum ada 24 jam Aldo mengucapkan kata pergi tapi sekarang Aldo malah memintanya untuk tak pergi dan menerima anak yg ada di perut Arin. Walau dengan alasan yg menyakiti.
Ini pertama kalinya Arin merasa nyaman dengan seorang lelaki walau lelaki itu kasar, dingin dan terlihat tak peduli padanya. Ntah kenapa hatinya sudah sedikit terbuka untuk Aldo. Mungkin karena Aldo adalah pria pertama yang dekat dan seintim itu dengannya. Ia merasa tertantang dengan mencintai seorang Realdo yg belum pernah mempercayai seorang wanitapun.
Rasanya ia ingin menjadi yg pertama dan yg terakhir untuk menjadi wanita yg di percayai oleh seorang Aldo bermarga Blacker itu.
Ah entah sejak kapan juga ia jadi sering memikirkan lelaki itu.
Biar semuanya berjalan dengan seiring waktu.