6. Pesan tak terbalas

1481 Kata
Setelah satu minggu dua hari menginap di mansion Aldo, sahabat Arin sudah kembali sejak dua hari yg lalu. Saat itu Arin dengan berat hati melepaskan Glory, padahal ia membutuhkan wanita itu untuk menguatkannya. Walau bagaimanapun Aldo sudah berbaik hati mengijinkan sahabatnya tinggal selama sembilan hari di kediaman Aldo. Jadi itu adalah hal yang patut ia syukuri kan. Glory juga dengan berat hati harus kembali ke kos-nya, walau disana nantinya ia akan sendirian di kamarnya, tanpa Arin Lagi. Dan saat ini Arin berada dalam kediaman keluarga Blacker, karena kehamilannya yg langsung menjadi perhatian keluarga besar Aldo. Semuanya menyambut baik kehadiran janin dalam perutnya, bahkan Dyaprina sempat menangis karena tak percaya bahwa ia akan menjadi grandma. Ini memang hal yg telah menjadi keinginannya sejak lama, memiliki cucu dari anak pertamanya yg seharusnya sudah ada sejak 5 tahun lalu. Namun, Dyaprina tetap mensyukuri semuanya karena ia tetap akan mempunya cucu dari rahim menantu dadakannya. Tania juga mendapat semprotan pahit karena kehamilan Arin. Orang tuanya jadi menuntut padanya agar segera meninggalkan masa gadisnya dalam ikatan yg sah. Karena diumur yg sudah memasuki 26 tahun, Tania belum memiliki teman dekat lelaki yg biasa disebut pacar. Bagaimana tidak? Tania selalu menunjukkan kebodohannya di depan lelaki yg membuat mereka semua ilfeel padanya. Dan sejauh ini hanya Robin yang masih mampu bertahan meski ia lemparlan kata-kata pedas. "Ini minumnya Dad" Arin meletakkan segelas kopi di depan Ricov duduk. "Trimakasih dear" "Ini kopi-nya Do" Arin juga meletakkan segelas kopi di depan Realdo, suaminya. Bedanya, lelaki itu tak mengucapkan sepatah katapun pada Arin. Arin meninggalkan keduanya di halaman, dan kembali memasuki dapur untuk membantu para maid mertuanya. "Kak Arin kok masak?" tanya Tania karena heran, padahal di rumahnya banyak maid. Lalu, apa mereka kurang untuk sekedar memasak saja. "Loh, emangnya salah ya Ni?" Arin membalikkan tubuhnya memandang Tania, adik iparnya. "Enggak sih kak, tapi kan itu kerja-nya maid" Tania enggan mendekati Arin karena dekat dengan para maid. "Perempuan itu harus tau masak Nia, gak bisa ngandelin kerja Art terus dong, bagaimanapun seorang suami lebih menyukai masakan istri daripada Art" walaupun Arin gak bisa jamin kalau Aldo lebih suka masakannya dari pada maid. Batin Arin yg lain memperingatkan. "Berarti dirumah kak Aldo, kakak juga sering masak dong? Bareng sama maid?" "Iya Tania, bahkan kakak hafal loh nama maid di rumah kak Aldo. Kadang kalau kakak kesepian ya ikut bantuin mereka atau ngajak mereka ini itu sama sama" "Nah, dengerin tuh kata kakak ipar kamu Nia. Kamu kalau mau jadi istri yg baik itu ya harus belajar masak dari sekarang" Tambah Dyaprina pada anak keduanya. Kedatangan wanita paruh baya yang entah dari mana itu, membuat Nia kesal bukan main karena ia selalu disemprot oleh omelan. "Tapi kan Mom? Ma--. Iya Iya" Tania pasrah saat mendapat pelototan dari Mommy-nya. "Tapi bulan depan" *** Aldo mendengus kesal, pasalnya Imran baru saja memberitahukannya bahwa ia harus terbang ke jepang hari ini juga. Karena Grev.inc dalam keadaan darurat, difitnah melakukan penggelapan uang dan pengcopyan teknik strategis perusahaan lain. "Kurang ajar" Aldo mengepalkan tangannya kuat. Ia segera menyuruh Imran agar menyiapkan segala keperluan untuk kebrangkatan. "Do, kamu mau pergi ya?" tanya Arin yang tak tenang dalam tidurnya karena suara Aldo yang cukup mengganggunya. "Emh" gumam pria itu masih menatap ponselnya. "Kemana? Kok malam banget?" tanya Arin lagi. Ia penasaran tentang masalah yang sedang Aldo hadapi hingga harus pergi semalam ini. "Jepang. Urusan kerja" "Aku bantu susun baju kamu ya" "Kayaknya aku harus ke rumah, buat ngambil map yg di ruang kerja aku"ujar Aldo bermaksud meninggalkan Arin dirumah orangtuanya. "Oh yaudah, kita ke rumah aja malam ini. Nanti aku ngga usah balik lagi kesini. Aku bantu kamu siapin semuanya aja dulu" usul Arin cepat. Ia bahkan segera bangun dari tidurnya dan mengikat rambutnya dengan asal. Aldo segera memasuki mobil bersama Arin, dan segera meninggalkan rumah orang tua Aldo tanpa berpamitan. *** "Kamu mandi aja, nanti aku siapin baju yg mau di pake" Aldo berlalu ke kamar mandi sesuai ucapan Arin. Arin memasukkan beberapa baju kaos dan celana pendek, beberapa stelan kerja, dasi dan sepatu Aldo. Wanita itu juga menyusun map map yg berdatakan berkas jepang 'Grev.inc' di tas kerja khusus milik Aldo. "Udah siap semua kan?" tanya Aldo yg kini sudah rapi dengan pakaiannya yg di sediakan Arin. Setelah merasa semuanya sudah beres dan siap pergi, Aldo bermaksud meninggalkan Arin dirumah saja, namun wanita itu justru memaksakan diri untuk mengantarnya. "Kalau kamu udah sampe, jangan lupa kabarin aku ya Do" Arin memberikan tas kerja Aldo pada pramugari yg langsung mengangkatnya ke dalam pesawat pribadi Aldo. "Emh" gumam pria itu singkat. "Hati-hati" pesan Arin. Aldo memasuki pesawat tanpa sepatah katapun untuk Arin. Ia meninggalkan wanita itu yg sudah meneteskan air matanya. "Ya tuhan, lindungi suamiku" pinta Arin dalam hatinya. *** Hoekkk..hoekk.. Arin muntah muntah di westafel kamarnya, namun yg keluar hanyalah air. Kepalanya juga terasa pusing, wajahnya memucat dan tubuhnya lemas. Ini memang bukan pertama kali baginya namun rasanya kali ini ia lebih lemas dari sebelumnya. Ughh.. Tok tok tok "Ny. Arin" "Ia Ris? Masuk aja" Cekleek "Nyonya gapapa kan?" "Pusing Ris" "Ny. Arin mau ke rumah sakit?" Arin menggelengkan kepalanya lemah. "Saya mau tiduran disini aja Ris" Arin memejamkan matanya agar rasa mual itu hilang. Lagipun ia memang sepertinya sangat butuh istirahat. "Kalau gitu saya keluar dulu, Nyonya. Kalau ada apaapa, tolong segera panggil saya" "Iya" setelah itu Arin terpejam untuk menghilangkan mualnya yangenar-benar menyiksa tubuhnya. Arin membuka matanya saat merasakan ada yg menyentuh keningnya. Ia dapat melihat Mommynya sedang mengecek keadaannya. "Kamu gapapakan sayang?" tanya wanita itu terlihat khawatir. "Engga Mom, ini kan memang biasa untuk kehamilan muda" jawabnya berusaha menenangkan wanita paruh baya itu. "Iya tapi Mom tetap aja khawatir sama menantu dan cucu-nya Mom. Dia ga nakal kan sayang?" wanita itu membelai perut menantunya. "Engga Mom. Maaf Arin ngerepotin Mommy" ujar Arin tak enak hati. "Mommy gak merasa di repotin kok sayang" "Makasih Mom" "Sama sama sayang" "Memangnya Mom ngga kerja?" "Mom mau berangkat, tapi kesini dulu nengokin kamu" "Arin ngga apa-apa Mom, lagian disini banyak orang yang bisa bantuin Arin. Mom kerja aja" "Kalau keadaannya benar-benar darurat, kamu harus telpon Mom ya, Mom pasti akan datang kapan aja" "Iya Mom" "Yaudah, kalau gitu Mom pergi, kamu minum vitamin ini dengan rutin" tunjuk Momnya pada nakas disamping ranjang sebelum akhirnya pergi dan membuat Arin merasa sepi karena ketidakhadiran Aldo. Arin berulang kali mengecek ponselnya untuk melihat ada pesan atau panggilan dari orang yg sedari tadi diharapkannya memberi kabar. Aku khawatir Do, aku pengen dengar kabar kamu. Batinnya berharap. Arin memutuskan untuk menelpon Aldo, tak peduli Aldo akan marah atau memakinya. Yang penting ia harus mendengar suara Aldo terlebih dahulu. Sebagai seorang istri, wajarkan bila ia sangat ingin mengetahui keberadaan dan kabar pria itu. Tut tut tut No yg anda tuju sedang tidak aktif...... Arin terus mencobanya berulang ulang namun tetap tak ada jawaban dari pemilik ponsel yang malah digantikan oleh suara operator, hingga membuat Arin semakin mengkhawatirkan Aldo. *** Aldo dan Imran baru saja kembali dari pertemuan dengan pengacara-nya, penditeksinya dan beberapa orang lagi yang di percayakan Aldo menyelidiki kasus Grev.inc. "Mr. Blacker tidak ingin memberi kabar pada istri?" Imran menyeruput minumnya setelah menanyakan hal itu pada bos-nya. Aldo tampak diam memikirkan pertanyaan Imran. Apa perlu ia menghubungi Arin? Tapi untuk apa? "Ada 25 panggilan dan 12 pesan dari Mrs. Blacker" Aldo membuka aplikasi pesan yg berasal dari kontak 'Arin' *kamu udah sampe? Kok hp kamu dari tadi ngga aktif.. *kalaupun kamu sibuk, sempatin makan ya. *tadi aku masih muntah muntah, sampe Mommy datang ke rumah buat ngurusin aku. Aku ngerepotin banget ya..hehehe *oh iya, aku dan baby kangen kamu Dan bla bla lainnya lagi Aldo hanya membaca seluruh pesan tanpa berniat membalas ataupun menghubungi Arin. Lelaki itu kini malah memasukkan ponselnya ke dalam kantongnya. Drttt.. "Permisi Mr. Blacker, saya mau angkat telpon" Imran berlalu dari hadapan boss-nya setelah mendapat izin untuk mengangkat telpon dari kekasihnya. SKIP *1 minggu Aldo pergi* Arin hanya mampu memeluk kemeja yg sering Aldo gunakan ke kantor, untuk mengobati rasa rindunya pada sang suami yg sampai saat ini belum memberi kabar apapun padanya. Ia bahkan menahan segala sesak di dadanya, karena pikiran negatif yg selalu merusak pikirannya tentang Aldo. Sungguh ia lelah setiap harinya menunggu kabar sampai kurang waktu untuk beristirahat, ia takut melewatkan satu panggilan pun dari Aldo. Namun semuanya hanya harapan belaka yg benar benar tak membuahkan apapun pada penantiannya. Seharusnya lelaki itu menjawab tidak saat Arin meminta lelaki itu menghubunginya jika memang lelaki itu tak berniat sedikitpun memberinya kabar. "Kakak ipar" Arin mengahapus air matanya kasar saat mendengar teriakan yg menyerukan kakak ipar. Ia tahu kalau itu Andre dan Tania, adik iparnya. "Hei ada apa ini? Kenapa kalian teriak teriak sih" "Mommy ingin membuatkan usaha untuk kakak" Andre melewati Arin dan masuk dalam kamar wanita itu. Dasar bocah ingusan. Batin Arin. Lalu ia dan Tania menyusul langkah Andre yang sudah lebih dulu. "Usaha?" tanyanya. Keduanya mengangguk. "Jangan tanya apa apa lagi karena kami tak tau jawabannya kakak ipar, lebih baik kita tidur" ajak Andre yg lebih dulu berbaring di ranjangku "Dre, apa yg kamu lakukan di kamarku?" "Tidur kakak ipar, tenang saja kita bisa tidur bertiga malam ini tanpa melakukan apapun?" "Bukan itu maksudku Andre. Kamu ini sudah dewasa, tidak seharusnya memasuki kamar wanita. Atau jangan jangan kamu juga sama seperti Aldo yg bermain wanita?" "Tidak kakak ipar, juniorku ini belum pernah menembus lubang wanita.. Awss" "Kau ini, bicara vulgar sekali" "Maaf kakak ipar, hehehe" "Sudahlah, sana keluar jika ingin tidur." "Baiklah kakak ipar, mwahh" Andre mencium pipi Arin membuat Arin melotot tak percaya dengan tingkah adik iparnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN