7. Tak dianggap

1379 Kata
Arin segera berlari menuruni anak tangga untuk dapat menyambut Aldo yg baru pulang setelah dua minggu di jepang. Wanita itu bahkan melupakan bahwa dirinya yg sedang hamil, karena bahagianya mendengar kabar bahwa suaminya pulang. "Arin---" "Aku kangen" Arin sudah mendekap Aldo erat seakan tak ingin Aldo pergi lagi. Ia benar benar sangat merindukan lelaki yg membuatnya galau selama dua minggu itu. Arin melepaskan dekapannya karena merasa Aldo sama sekali tidak memeluknya. Ia tetap tersenyum walau hatinya merasa kecewa. Padahal ia begitu merindu, tapi sepertinya pria itu tidak merasakan hal yang sama. "Kamu mau istirahat atau makan?" tanyanya antusias untuk segera melayani kebutuhan suaminya. "Gue udah ada janji sama Boy dan Robin" balas Aldo datar. "Kamu ngga istirahat dulu aja, kamu kan baru pulang" Aldo meninggalkan Arin di depan pintu tanpa berniat membalas ucapan Arin, hingga terdengar deru mesin mobil Aldo yang membawanya pergi. Arin menyandarkan tubuhnya ke sofa setelah ia yang tadi berdiri di pintu tak diacuhkan Aldo begitu saja. "Nyonya, ada nona Glory" "Suruh masuk" balas Arin tersenyum tulus pada Mona. "Arin" Glory segera saja memeluk Arin karena merindukan wanita yg tak lagi satu kost dengannya itu. "Ya ampun Glo, lo kayak orang utan tau gak. Kalo mau teriak-teriak jangan disini napa?" "Hehehe... Gue kan kang.." Drttt "Hallo" Glory segera mengangkat telpon yang baru saja memotong ucapannya. "---" "Hehehe.. Aku di rumah Arin" ujarnya pada seseorang ditelpon. "---" "Oke" ujarnya lalu memutuskan panggilan. "Siapa?" tanya Arin "Imran, dia kan baru pulang dari jepang. Jadi katanya pengen ketemu gue yg cantik ini" ujar Glory sambil tangannya mengetik alamat rumah Arin pada Imran. "Yee.. Dasar lo" "Iihh, apa sih? Wajar donk suami gue kangen sama biniknya" "Yee. Di resmiin aja belom" sindirnya. "Hehehe...ntar lagi kali. Dia lagi ngumpulin duit buat lamar gue" "Ya deh, gue doain" "Nyonya, ada tamu.. Mr. Imran, sekertaris nya Mr. Blacker" "Suruh masuk" ujar Arin karena bingung. Apa kebetulan nama kekasih Glory dan nama sekertaris Aldo sama? Atau malah orangnya yang sama? "Aku kangen" terdengar suara manja Glory yg memeluk kekasihnya itu, membuat Arin ikut merasakan kehangatan keduanya. "Eh, maaf Mrs" Arin tersenyum hangat atas ucapan maaf Imran yg ternyata memang sekertaris Aldo sekligus kekasih Glory, sahabatnya. "Kamu sahabatan sama Mrs. Blacker?" tanya Imran beralih ke Glory yg dibalas anggukan oleh wanita itu. "Suami-nya itu boss aku" "Ja-jadi kamu sekertaris Realdo?" Imran mengangguk atas pertanyaan Glory. "Duduk Im, Glo" "Iya Mrs" "Panggil Arin aja, Jadi lo tuh pacar Glory?" "Aduh, Mrs. Blacker bisa lo-gue an juga yak?" Imran menggaruk kepalanya yg tak gatal. "Heeh, gue pake aku kamu cuma ke Aldo, suami gue. Kan gak sopan kalau bicara sama suami lo-gue an" "Ngga usah deh Mrs, agak ngga sopan rasanya. Mr. Blacker dimana? "Dia kel--" "Ekhemm" deheman Aldo membuat ketiganya sontak menoleh pada Aldo. "Eh-em..kamu udah pulang? Mau aku buatin makan atau -- istirah-at" Arin tersenyum getir, lagi lagi Aldo meninggalkanya atau lebih tepatnya tak mengacuhkannya. Didepan orang lain. Itu jauh lebih menyakitkan. Rasanya dadanya sesak, ia merasa malu di depan sahabatnya. "Oh iya, kalian mau makan ngga?" tawarnya pada Glory maupun Imran. "Engga usah deh Mrs. Blacker, kalau boleh sih saya mau ngajak Glory jalan" izin Imran. "Oh, boleh kok. Tapi jangan kelewatan ya lo berdua pacarannya..ingat status belum resmi" pesannya. "Sip" balas Imran mengacungkan jempolnya. "Tenang aja, pake pengaman kok" goda Glory yang langsung dipelototi oleh Arin. *** Arin memasuki kamarnya, ia mengambil novel yg belum sempat habis ia baca, hanya tingga satu lembar terakhir saja. Ia membuka lembar buku yg dibawanya duduk di kursi balkon. 'Tak peduli seberapa jauh dirimu untuk ku jangkau, untuk ku raih bahkan ku genggam. Karna sejauh apapun engkau menghindariku, takdir akan tetap membawaku ke sisimu. Tak perduli engkau mengharapkanku atau tidak tapi yg ku tahu akan ada saatnya engkau menyadari cinta yg tak dapat mati di hatiku. Bodoh! Aku memang bodoh terlalu dalam mencintaimu. Tapi salahkah aku bila rasa ini tumbuh semakin besar? Aku bahkan tak berharap mencintai lelaki sepertimu. Tapi apa dayaku untuk memungkiri jalannya tuhan. Kalau suatu saat nanti aku lelah, ku mohon biarkan aku pergi, mungkin dengan cara itu semua rasa ini terhapus walau tidak seutuhnya. Aku tidak berniat pergi! Tapi aku yakin akan ada masa dimana aku menyerah untuk meraihmu. Tapi kalau aku di beri satu permintaan, aku akan meminta satu hari saja berada dalam pelukanmu, pelukan tulus dari hatimu. Sebelum tuhan membawaku ke tempat lain karena penyakit ini.' I love you, my husband. End Jujur setelah membaca novel itu, Arin jadi takut nasibnya akan sama dengan pemeran utama dalam novel itu. Takut menyerah menunggu Aldo mencintainya dan malah memilih pergi. Ting Arin mengecek ponselnya yang berbunyi karena sebuah notifikasi pesan yang masuk ke ponselnya, yang ternyata berasa dari ibu mertuanya. Mom: gimana sama tawaran Mommy, sayang. Kamu udah izin sama Aldo? "Ah iya aku lupa" Arin menepok kepalanya karena lupa izin pada Aldo tentang ajakan Mommy-nya membuka restoran untuknya. Arin segera mengetikkan sesuatu untuk membalas. Ia mengikat rambutnya asal dan keluar dari kamarnya untuk mencari Aldo. Tangannya memutar knop pintu ruang kerja Aldo, hingga ia dapat melihat Aldo tertidur di sofa ruang kerja pribadi suaminya itu. Arin memandang wajah Aldo yg teduh, nyaman dan membuat tenang itu saat sang empunya tertidur. Kapan lagi Arin bisa memandang wajah Aldo sedekat ini. Ia mengulurkan tangannya untuk membelai kepala Aldo, mengusap lembut wajah tampan itu. Tanpa disadari wanita itu, Aldo sebenarnya sudah terbangun tapi entah apa yg membuatnya tak ingin membuka mata, memilih menikmati usapan lembut wanita itu. Rasanya : nyaman Kini ia baru menyadari bahwa hatinya sedikit tersentuh oleh wanita yg telah menjadi istrinya itu. Lebih tepatnya kini ia sedang mencoba meyakini sesuatu. "Aku senang kalau kamu tertidur, kamu terlihat damai, teduh dan menenangkan. Tapi bukan berarti aku tidak menyukai-mu bangun. Aku suka, karena jika kamu bangun maka aku akan menatap mata-mu. Kamu tahu, sejak dulu aku bermimpi memiliki suami yg sederhana saja tapi punya pekerjaan. Kamu tahu kenapa? Karena saat aku hamil, aku ingin dia bisa meluangkan waktunya untuk sekedar mengelus dan mencium perut buncitku. Tapi tenang saja, aku juga bersyukur kok bisa jadi istri-kamu" Yah, memang benar. Sejak SMA, Arin selalu menceritakan suami idamannya pada semua temannya. Ia menginginkan suami memiliki pekerjaan sederhana saja agar bisa memiliki waktu untuknya dan tentunya kandungannya, saat ia hamil. Setelah puas menatap Aldo dalam diam, Arin menghempaskan tubuhnya di ranjang, dengan tangannya yg sudah memainkan gadgetnya. Ia memberi sms pada mertuanya bahwa ia tidak jadi datang. *** Disisi lain Tania merasakan kesialan mendatanginya bertubi tubi hari ini, di mulai dari dress selututnya koyak hingga menunjukkan paha putih mulusnya karena berlari mengejar penjambret dan menghajarnya, lalu mobilnya yg mogok di tengah jalanan sepi di tambah lagi ponselnya yg mati. Ughh... Benar-benar hari yg mengesalkan! Batinnya Kalau saja bukan karena Mommy-nya yg menyuruhnya di dandani seperti ini setiap harinya, untuk kedepannya. Ia benar benar tidak akan pernah melakukannya. Ini semua karena Dyaprina yg menyuruhnya membiasakan diri ala wanita sebenarnya supaya lebih mudah mendapatkan pendamping. Tania memutar bola matanya malas melihat tiga preman berjalan ke arahnya dengan tampang sangarnya. Namun tak sedikitpun membuat Tania gentar, wanita itu tetap memasang wajah malas dan bosannya pada ketiga lelaki bertato itu. "Hai cantik, lagi ngapain di jalan sepi gini?" tanya salah satu preman dengan senyum kemenangannya "Pake baju seksi lagi" celetuk yg lain "Lo gak liat, mobil gue mogok bodoh" desisnya tak mampu menahan emosi ditengah musibah yang menimpanya. "Heh, berani ya lo bilang kita bodoh" sangar lelaki itu marah. "Udah deh, mending lo bertiga bantuin perbaiki mobil gue aja, dari pada bonyok tuh muka jelek lo pada" ejek tania semakin membuat mereka marah Bugh Bugh Bugh Tania memukul wajah preman yg ingin meraih tangan kanannya, tangan kirinya juga bergerak menghempaskan tangan preman yg memegangnya. Dan kaki kanannya ia gunakan untuk dilayangkan ke wajah preman satu lagi. Ia melayangkan pukulan beberapa kali hingga membuat ketiganya kalah. Ketiga preman itu kini sudah lari hanya karena mendapat satu kali pukulan di wajah masing masing, dan tendangan. Hanya terhitung tiga kali. Dan itu pun oleh seorang wanita. Mereka kabur. Ughh.. Membuang waktu saja. "s**t" maki Tania karena melihat dress-nya yg koyak semakin tinggi, hampir memperlihatkan bokongnya. Tania lagi lagi memutar bola matanya malas saat melihat lelaki yg keluar dari mobil yg berhenti tepat di depan mobil tania sendiri. "Hai Nia" sapa lelaki itu, lelaki yg merupakan sahabat abangnya sekaligus orang yg paling ia benci karena kegenitannya. "Udah deh lo gak usah basa basi, lo mau bantuin gue ngga? Kalau ngga mending pergi sekarang juga" usirnya. "Gue mau bantuin calon istri gue dong pastinya" balas Robin genit sambil memandang ke arah belahan dress Tania yg koyak "Ngomong-ngomong lo makin hari makin seksi aja deh, tau aja kalao kita bakal ketemu tengah malam gini" "Plis deh Bin, gue cape tau ngga denger gombalan lo itu" "Oke deh, jadi lo mau kemana. Hotel bintang 5 atau apartement gue?" "Gue mau pulang Robin" "Siap, calon istri akan saya antar hingga selamat sampai tujuan" Robin menaik turunkan kedua alisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN