2. Perhitungan yang tepat ...

1548 Kata
Zara terlihat berkeliling Penthouse. Karena tidak ada banyak hal yang bisa ia lakukan di sana. Zara memilih untuk berolahraga di ruangan yang sudah tersedia di Penthouse. Dengan setelan pakaian olahraga, Zara sudah siap untuk melakukan gerakan ringan di ruang gym. Saat sudah berada di depan pintu ruang gym, ada beberapa pasang mata yang menatapnya penuh tanya. Hingga ada seorang pria mendekati Zara dan bertanya,”apa kau penghuni baru?” Zara menatapnya dari ujung ekor mata, lalu menjawab,”ya,lantai VVIP.” Pria itu pun tidak melanjutkan pertanyaan dan mempersilakan Zara untuk melanjutkan kegiatan di sana. pilihannya jatuh pada alat treadmill yang ada di tepi dinding kaca. Di sana, Zara bisa melihat pemandangan kota New York dengan leluasa. Baru saja Zara merasa tenang, seorang wanita datang dan menggunakan treadmill di sampingnya. Ia menatap Zara dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Nona, apa aku pernah melihatmu?” tanya wanita itu. “Aku penghuni baru di sini. Apa aku harus melakukan sesuatu untuk bisa menggunakan ruangan ini?” tanya Zara tanpa menatap wanita itu. “Tidak, lanjutkan saja. Aku hanya ingin berbasa-basi saja. Namaku Mia Brown,” ujarnya. “Zara,” balas Zara dengan mengulurkan tangan. “Apa kau sangat suka datang ke gym?” “Tidak terlalu. Hari ini aku merasa bingung harus melakukan apa, dan … hari ini adalah hari pertamaku tinggal di Penthouse ini,” jelas Zara dengan tersenyum. “Baiklah, apa kau mau mampir ke tempatku? Aku tinggal bersama adik, dan anaknya. Mereka sedang pergi, jadi … aku di rumah sendirian saat ini,” jelas Mia. “Tidak, terima kasih. Mungkin lain waktu aku akan berkunjung ke tempatmu.” “Ya, tidak masalah. Aku akan menunggu saat itu.” Setelah percakapan singkat itu, akhirnya mereka menjadi dekat. Hingga Zara sudah merasa cukup dengan kegiatannya di sana. Ia memilih untuk kembali ke kamar, dan membersihkan diri. Ceklek … “Nyonya, Tuan baru saja menelepon. Ia menanyakan keadaan-mu.” “Aku lupa tidak membawa ponsel. Aku akan menghubunginya setelah ini.” “Baiklah.” Zara segera masuk ke dalam kamar dan meraih ponsel miliknya yang ada di atas nakas. Ia melihat ada banyak sekali panggilan tidak terjawab, dan membuatnya harus melakukan sambungan telepon. “Halo … ada apa?” tanya Zara. “Tidak, aku hanya memastikan kau baik-baik saja di rumah. Aku sedang menemui klien di dekat penhouse, apa kau sudah makan siang?” tanya Paul. “Belum, aku baru saja selesai dengan gym.” “Bagus, aku akan makan siang di rumah.” “Ba-baiklah.” Tut. Zara segera melepaskan pakaiannya dan berlari masuk ke dalam kamar mandi. Ia ingin terlihat bersih saat Paul sampai di rumah dan melihatnya. Selama di dalam kamar mandi, Zara tidak tahu jika Paul sudah berada di area basement. Dengan langkah kaki yang santai, pria itu berjalan menuju ke unit miliknya. Dddrrrtt … Dddrrtt … Ponsel Paul berdering, ia pun menerima panggilan itu dan menghentikan langkah kakinya untuk sesaat. “Ada apa?” “Tuan, sebentar lagi  Sutradara Jerry akan datang ke kantor. Apa anda bisa menemuinya?” tanya seorang wanita di seberang. “Astaga! Kenapa aku bisa melupakan janji itu. Baiklah, aku akan segera kembali ke kantor. Suruh dia untuk menunggu sampai aku datang!” “Baik, Tuan.” Paul sudah hampir sampai di penthouse miliknya. Akan tetapi, bagi pria itu pekerjaan adalah hal paling penting. Dan ia pun memutar tubuh untuk kembali masuk ke dalam mobil. Sementara di kamar, Zara sudah siap untuk menyambut Paul. Ia kini duduk di ruang tamu sembari menantikan kedatangan suaminya. Sembari memainkan ponsel, Zara merasa ada yang aneh. “Sudah lima belas menit, dan dia belum sampai?” gerutu Zara. Tubuhnya merasa lelah karena berolahraga beberapa saat lalu. Tanpa sadar, Zara menyandarkan kepalanya di bantalan yang ada di sana. Lalu memejamkan mata. *** Ceklek … Paul terlihat memasuki penthouse miliknya, dan langkahnya terhenti saat melihat Zara masih terlelap di sofa. Perlahan langkah kakinya mendekati Zara, lalu dari arah dapur … asisten rumah di sana mengatakan jika Zara menunggu Paul datang untuk makan siang. Namun, pria itu justru tidak kembali dan membuat Zara tertidur di sana. Perlahan tangan Paul menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutup wajah Zara. Tatapan matanya terlihat begitu dalam, dan tanpa sadar ia mencium bibir Zara. Paul segera melepaskan ciuman itu saat Zara bergerak dan mulai terbangun. “Kau sudah datang? Maaf aku tertidur, ayo kita makan siang!” ujar Zara sembari meregangkan tubuhnya. Paul tersenyum tipis, ia mengacak rambut Zara dan berjalan masuk ke dalam kamar. Zara tidak sadar jika saat ini sudah pukul enam. Dan bukan makan siang namanya jika sudah hampir tidak terlihat lagi cahaya matahari di barat. “Astaga! Sudah waktunya makan malam?” “Kau tidur dengan tenang rupanya. Apa kau memimpikan sesuatu?” tanya Paul sembari melepaskan kemejanya. “Tidak, aku hanya merasa lelah. Karena sudah lama tidak berolahraga, tubuhku sepertinya membutuhkan banyak gerakan,” jelas Zara. Paul menggelengkan kepala, ia melepaskan kemejanya dan dilanjutkan dengan celana kain yang menutup bagian bawahnya. Seketika hal itu membuat Zara membuka mata lebar-lebar dan secara otomatis ke dua tangannya menutup mata. “Apa yang kau lakukan?” tanya Paul. “Kenapa kau melepaskan pakaianmu di depanku? Bukankah kau bisa masuk ke dalam sana jika ingin mengganti pakaian?” Paul hanya mengenakan celana dalam saja, dengan perlahan ia berjalan mendekati Zara dan membuka ke dua tangannya. “Kau harus melihatnya! Dan kau harus terbiasa melihat tubuhku!” ujar Paul dengan tegas. “Tapi … aku masih belum siap untuk –“ “Aku sudah mengatakannya padamu, aku tidak akan melakukannya jika bukan kau yang meminta.” “Tetap saja … aku ragu dengan ucapanmu.” “Terserah!” Paul kembali  berjalan, lalu masuk ke kamar mandi. Ia juga menyuruh Zara untuk membersihkan pakaian yang saat ini ada di atas ranjang. Sadar jika ia adalah seorang istri, Zara pun melakukannya. Ia berjalan menuju ke area kerja asisten rumah, dan memberikan pakaian kotor milik Paul. “Nyonya, kau belum makan siang. Apa kau tidak lapar?” tanya asisten rumah. “Ya, aku merasa lapar, dan lemas.” “Sebaiknya cepat makan.” “Aku akan menunggu Paul hingga selesai dengan kegiatannya.” “Baiklah.” Zara akan berjalan menuju kamar, tetapi tiba-tiba saja pandangan matanya menjadi gelap. Bruk! Asisten rumah itu berlari ke kamar Paul dan mengetuk pintu. Paul yang masih mengenakan handuk berjalan menghampiri asisten rumahnya. “Ada apa?” “Nyonya tidak sadarkan diri, Tuan.” Paul menghela napas, lalu berjalan melihat Zara yang sedang tergeletak di atas lantai. Perlahan ia meraih tubuh Zara dan membawanya kembali ke kamar. “Siapkan makan malam di kamar,” ujar Paul. Sampai di dalam kamar, Paul merebahkan tubuh istrinya di atas ranjang. Ia mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air. Perlahan handuk itu ia usapkan ke wajah Zara hingga terbangun. “Ehm … astaga, kepalaku.” “Jika selanjutnya aku tidak datang dalam lima menit, kau bisa makan terlebih dahulu dan tidak perlu menunggu.” “Ya, baiklah.” Paul masuk ke dalam walk in closet untuk mengambil pakaian. Sedangkan dari pintu kamar, terlihat asisten rumahnya datang dengan membawa nampan yang penuh makanan. Satu persatu makanan itu dihidangkan di atas meja. Dan setelah itu, ia pergi dari sana. “Kau bisa turun dari sana?” tanya Paul yang hanya mengenakan celana pendek dengan memperlihatkan bagian dadanya yang bidang. “Tidak, kepalaku terasa berputar.” Paul meraih sepiring makanan, dan duduk di samping ranjang. “Buka mulutmu!” “Aku akan makan sendiri.” “Buka!” Zara terpaksa menurut, ia membuka mulutnya dengan perlahan dan membiarkan Paul untuk menyuapinya. Sampai satu porsi makanan itu habis, Paul kembali mengambil segelas s**u hangat yang biasa Zara minum. “Kenapa kau begitu perhatian padaku?” tanya Zara. “Kau lupa dengan perjanjian itu?” “Apa aku tidak akan menemukan dirimu yang seperti ini di luar?” “Tidak akan.” “Aku ingin mengikuti sebuah audisi untuk film terbaru yang ada di Hollywood. Aku dengar pengambilan gambarnya di New York,” ujar Zara. “Ya, kau bisa mengikuti audisinya.” “Apa ada mobil lain yang bisa aku gunakan?” “Kau bisa memilih mobil sesukamu di dalam garasi.” “Baiklah, terima kasih.” Setelah kegiatan makan malam selesai, Paul berjalan mengambil t-shirt untuk dikenakan. Ia berjalan membawa nampan dengan piring kosong ke dapur. Lalu, Paul masuk ke ruang kerja dan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum selesai. Paul melihat ke CCTV yang terpasang di sekitar Penthouse. Ia melihat kehgiatan Zara satu hari ini, dan menemukan pertemanan istrinya dengan Mia dan beberapa pria di sana. Tok Tok Tok Ceklek “Kenapa kau kemari?” tanya Paul. “Aku tidak bisa tidur. Apa aku boleh menemani dirimu di sini?” tanya Zara dengan tersenyum. “Duduklah.” Zara masuk ke dalam ruang kerja itu, lalu duduk di sofa yang ada di sudut ruangan. Zara melihat foto Paul bersama orang tuanya, dan juga beberapa foto Paul bersama seorang wanita. “Apa dia istrimu?” tanya Zara. “Bukan.” “Paul, kenapa kau menerima aku? Bisakah kau jelaskan kenapa kau menjadikan aku istrimu?” “Aku menerima dirimu, karena perhitungan yang tepat. Dan … Albert adalah kakak untukku.” “Perhitungan yang tepat? Apa maksudnya itu?” “Setengah harta Albert jatuh ketanganku,” jelas Paul. “Jadi … perhitungan harta yang tepat?” “Ya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN