Chapter 01
Hana mengusap wajahnya dengan sebal, sekali lagi bedak yang dipakaikan banci salon tadi luntur dari wajahnya. Tapi Hana enggak peduli. Dia bener-bener ga peduli kalaupun nanti wajahnya harus terlihat seperti badut psikopat yang make upnya acak-acakan.
Perempuan bernama lengkap Farhana Juan Palaguna itu lagi-lagi menguap. Dia memang masih mengantuk, jalannya pun lunglai, selayaknya manusia yang udah pasrah terhadap hidup.
Ini semua karena ulah si kunyuk Jeffrey, andai saja kakaknya itu mengindahkan permintaannya untuk berbohong kepada ibunya bahwa dirinya enggak lagi di rumah, pasti endingnya ga akan begini.
Hana enggak akan dipakaikan dress berwarna merah darah yang memperlihatkan punggung cantiknya, dia enggak akan memakai high heels yang menyebalkan, dan ga akan dateng ke hotel bintang lima ini.
"Rasain anjir, makannya kalo kata Abang tidur tuh nurut, bukan malah lanjut ngomik," ucap Jeffrey yang berjalan disamping Hana. Kakak keduanya yang cukup laknat itu menepuk-nepuk pundak Hana. "ini karma."
"Iya harusnya gua masuk televisi dan ngisi acara juga," balas Hana kesel. Bukan kesel sama Jeffrey doang sih, kesel juga kesel karena dari tadi dia jalannya susah. Iya lah, orang dia ga biasa pake high heels yang tingginya udah kaya ego ibunya.
Hana diam sebentar. Matanya menari kesana kemari, mencari sang ibu dan ayah yang seharusnya ada belakangnya. Harusnya. Tapi dibelakangnya ga ada siapa-siapa.
Bagus lah. 'Untung dua manusia kolot itu lama jalannya.' dan untungnya Hana ga auto menjadi batu karena umpatannya itu.
Hana pun melepaskan high heels mahal yang dibelikan ibunya. Membiarkan kaki telanjangnya menyentuh lantai yang dingin alias nyeker.
"Han elo—"
Hana mengangkat salah satu high heelsnya, seolah hendak membanting benda itu ke wajah tampan Jeffrey. "Diem atau gue bacok?"
'Anjir, serem banget ni anak. Pantes belum laku sampe sekarang,' pikir Jeffrey lalu bergidik ngeri.
Jeffrey tutup mulut, ga berani buat julid lahi. Sementara itu Hana lanjut jalan ngikutin peta yang dikirim sang Ibu di grup w******p keluarganya. Katanya dia harus mengikuti panah setelah keluar dari lift dan harus sampai di ruangan tempat makan secepat mungkin.
"Nona Hana dan Tuan Jeffrey?" tanya salah satu maid berpakaian elit yang ada disana ketika Hana dan Jeffrey sampai di depan ruangan yang ada di peta. Walaupun jujur aja maid agak bingung karena Hana yang terlihat seperti orang kampungan yang menenteng high heels. Wadoh, 'ini salah orang ga sih?'
Jeffrey mengangguk. "Ya."
Kemudian sang maid membukakan pintu untuk kedua adik kakak itu. "Ayo masuk. Ikuti saya."
Sesuai perintahnya Hana dan Jeffrey pun mengikuti sang maid dari belakang. Keduanya diarahkan ke meja makan yang cukup besar, seperti sedang ada acara besar.
Disana udah ada seorang lelaki yang sangat tampan, terlihat seperti seorang anime hidup.
"Theo!" Jeffrey langsung menyapa lelaki itu karena dia memang mengenalnya.
Lain dengan Jeffey, Hana malah mencari posisi enak buat melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Ah persetan lah mau dikatain apapun juga. Hana beneran butuh tidur, semalem dia ngejar deadline sampe baru tidur jam 10 siang. Aturannya kalo Hana tidur jam segitu, dia bakal bangun malem. Tapi boro-boro bangun malem, siang aja dia udah ditarik ke salon buat didandani dan itu lama banget. Sial aja, malemnya Hana harus dateng kesini.
"Jeff, adek lo?" tanya Theo sembari menunjuk Hana yang sepertinya udah tertidur dengan tangan sebagai bantalan wajahnya. "kok tidur?"
"Iya, yah tau lah dia ini komikus. Projectnya yang sekarang agak berat dan dia baru aja mecat asisten coloringnya, jadi dia gadang mulu," jelas Jeffrey panjang kali lebar, padahal sungguh Theo enggak bertanya soal itu. Jeffrey emang terlalu bacot.
Meskipun begitu, sebagai sahabat yang baik dan ganteng Theo lantas menganggukan kepalanya, mencoba untuk mengerti. "Hidupnya capek ya? Turut berduka cita gua."
"Iya, tapi komik dia yang Absurd Class laku banget!! Sumpah gua kaget itu komik bisa ngalahin yang komik-komik di genre romance coba!" seru Jeffrey, dia menjelaskan dengan menggebu-gebu karena bangga pada adiknya itu. Iya lah, soalnya jarang gitu komik genre komedi bisa mengalahkan komik romance yang ratingnya 18+. "dia keren walaupun agak barbar."
"Sama kali Mark juga, yah cocok lah," balas Theo sembari mengingat adiknya yang tingkahnya sama seperti Hana. Keren, pinter, tapi agak barbar dan parahnya gaptek.
"Loh, dikirain sama Januar. Kan seumurannya sama Januar," balas Jeffrey bingung. Dia emang tahu tujuan orangtuanya mengajak kesini itu apa, cuman yah dia ga nyangka aja gitu. Kok malah sama Mark yang nanti sama adeknya?
Theo menggelengkan kepalanya. "Januar mau fokus tugas akhirnya. Kan Mark yang udah megang perusahaan sama udah S2 mah."
"Bang Theo," percakapan kedua manusia ganteng itu terhenti karena panggilan Januar. Lelaki seumuran Hana itu datang bersama kedua orangtuanya. "wah ada Bang Jeffeey juga." Baru aja diomongin, udah dateng, panjang umur ni bocah.
Jeffrey lantas tersenyum karena tadi Januar tersenyum padannya. "Iya, kan acara keluarga. Jadi gua dateng."
"Berati ada Bang Jevon?" tanya Januar, merasa sedikit was-was.
"Em, kayanya enggak. Kalo ga salah tadi jam empat sore itu dia baru berangkat dari Kalimantan," balas Jeffrey santai. Dia juga menyapa kedua orang tua Theo dan Januar yang hadir kesini juga.
"Oh iya, itu siapa?" tanya Januar sembari menunjuk perempuan yang sedang tertidur dengan wajah yang tertutupi tangan kedua tangannya. Wajahnya enggak keliatan jelas, Januar cuman bisa melihat punggung mulus serta rambut bergelombangnya.
"Hana," ucap Jeffrey dengan santai. Malah Januar yang tegang ngedenger nama Hana, tegangnya kaya pas mau sidang skripsi. Tapi beda, tegangnya Januar kali ini enggak dibarengi perasaan takut, malah dibarengi dengan rasa bahagia. Apalagi ketika Jeffrey bilang. "bangunin gih takutnya keburu ada Mamah."
Januar menganggukan kepalanya, nurut aja dia mah karena emang Januar itu anak baik-baik. Tapi sebelum ngebangunin Hana, Januar ngelepas jaket kulit yang dia pakai, lalu ditaruh diatas punggung Hana untuk menutupi punggung putihnya yang terekspos cukup jelas.
Ah baik banget dia. Idaman banget. Bukan itu juga sih, lagian Januar emang enggak mau pengunjung lain melihat betapa cantik dan mulusnya punggung Hana.
Setelah itu Januar menggoyangkan bahu Hana. "Han, bangun."
Hana yang terusik langsung mengangkat kepalanya. Dia membuka mata hanya untuk mencari sumber suara. Hana menemukan Januar yang sedang tersenyum manis ke arahnya.
"Dih ganggu aja, dasar setan!" umpat Hana lalu menaruh kepalanya kembali diatas lipatan tangannya.
Jahat emang.
Seorang Januar Lendra Nasution yang segini gantengnya dikatain setan.
Jeffrey tentu saja tidak tinggal diem melihat hal itu. Dia langsung menjewer Hana sehingga Hana benar-benar bangun. "APAAN SIH LO ANJ—"
"Hana, kalo kamu ngomong kasar Ayah patahin pentab kamu!"
Hana benar-benar auto bangun ketika mendengar suara ngebass milik ayahnya. Bukan sekedar bangun lagi, sekarang dia merinding hebat.
Ancemannya atuhlah. Pentab Hana tuh tinggal 1 karena yang lain lagi di perbaiki dan sekarang ayahnya bilang mau matahin pentabnya?
Teganya, terus nanti Hana ngomik pake apa?! Harus manual gitu?! Ogah!
"Enggak kok, Pah," kata Hana sembari menggelengkan kepalanya, berusaha memanipulasi emosi sang ayah dengan wajah sok polosnya. "aku cuman mau bilang Kak Jeffrey ganteng mirip Anji. Itu loh yang nyanyi lagu Dia."
Sesungguhnya itu adalah dusta. Karena Jeffrey lebih ganteng dari penyanyi yang Hana sebutkan tadi.
Setelah Hana bangun dan duduk tegak, seperti biasanya kedua orang tuanya membicarakan soal bisnis yang enggak Hana mengerti. Tapi Theo, Jeffrey dan Januar pasti mengerti karena mereka semua ngambil S2 di jurusan manajemen bisnis. Cuman Hana disini yang menjadi lulusan sosiologi dan banting stir menjadi komikus webtoon.
Jadi Hana hanya diam, enggak mendengarkan apalagi menyimak. Toh lagipula mendengarkan ataupun tidak, itu semua ga akan memengaruhi penghasilannya.
"Oh iya, kita disini mau membicarakan tanggal pernikahan Hana ya?"
Hana kaget lah tiba-tiba namanya disebut begitu. Nikah lagi topiknya. Anjir, apa-apaan?
Masalahnya, Hana punya pacar aja enggak, kok tiba-tiba nikah. Ya kali nikah sama alien?
"Kok nikah?" tanya Hana bingung. Semua orang yang duduk bersamaan di meja makan kini melihat ke arahnya.
Ibu dari keluarga Nasution akhirnya angkat bicara. "Kamu emang enggak tau kalo kamu bakal nikah sama anak Tante?"
"Enggak," kata Hana dengan wajah bingungnya. Toh lagipula dari kemarin dia kepikiran buat cari asisten buat ngebantuin dia, bukannya nikah. Sumpah!
Lagian, Hana juga enggak pernah memikirkan soal menikah meskipun umurnya yang udah 22 tahun. Karena menurutnya, dia masih terlalu muda untuk menikah.
"Kamu bakal menikah sama anak tante sayang," kata tante Yuna lagi sembari mengusap lembut rambut Hana.
Hana hanya diam, enggak merespon apapun. Yang dipikirannya cuman: Ga apa-apa lah, paling nikah sama kak Theo yang ganteng dan udah mapan ini. Atau ga sama Januar yang kalem nan baik.
Sebelum ada seorang anak laki-laki lagi yang datang dan mengatakan. "Maaf, aku telat."
"Nah itu calon suami kamu, Han," ayahnya Theo menunjuk anak lelaki yang baru saja mencuri jus jerus dari kakak tertuanya itu.
Hana memperhatikan anak lelaki itu dengan sesakma. Dari ujung rambut sampe ujung kaki.
"Mark, ini calon istri kamu."
Lelaki bernama lengkap Markana Laksana Nasution yang biasa dipanggil Mark itu lantas menoleh pada ibunya yang sedang menunjuk Hana, sehingga kini Hana dan Mark saling tatap.
Lah.
Mark cengo untuk beberapa detik, namun selanjutnya dia malah nyemburin jus yang seharusnya dia minum, ini cuman gara-gara dia ngeliat Hana. Hana juga cengo ngeliat Mark.
"Loh, mantan?!" seru Mark dan Hana barengan.
Theo malah tepuk tangan. "Cie jodoh."
Terus Hana sama Mark natap Theo tajam. "Bacod!"
Oke lah Hana masih bisa terima kalo dia dijodohin sama Theo atau Januar, dia ga akan marah, tapi kalo sama Mark lain lagi ceritanya.
Enggak!
"Aku ga mau nikah sama dia!" Hana menunjuk pangkal idungnya Mark. Bisa diketawain Syila abis-abisan dia kalo ketauan nikah sama mantannya.
Hana ga mau itu terjadi di hidupnya. Ga mau! Makannya dia menolak perjodohan ini.
"Aku juga ga mau!" Mark ikut-ikutan menunjuk Hana yang merupakan mantan pacarnya 2 tahun kebelakang. "ga mau nikah sama tukang ngehayal!"
"Lah, emang gua mau nikah sama playboy kaya lo?" Hana jelas ga terima dikatain tukang ngehayal sama Mark. Walaupun kenyataannya Hana emang tukang ngehayal. Ya kalo ga ngehayal gimana webtoonnya bisa jadi coba?
"Enggak! Enggak ada penolakan!" ucap Ayahnya Hana yang otomatis membuat Mark dan Hana hampir terkena serangan jantung di usia dini. "kalian berdua harus menikah."
"HAH?! YANG BENER AJAA?!"