02

1924 Kata
Chapter 02 "Jadi bagusnya Hana sama Mark nikah tanggal berapa?" Astaga, rasanya Hana ingin mengamuk dan melepaskan semua amarahnya begitu mendengar pembicaraan kedua orang tua dari dua keluarga yang berbeda itu. Tak lupa Theo dan Jeffrey yang ikutan nimbrung. Tentang tanggal pernikahan.   Panas, telinganya panas, hatinya juga. Apalagi ketika mengangkat kepalanya, Hana bisa melihat wajah sang mantan dihadapannya, Mark Lee. "Cih!" Kesel liatnya.   Sebenernya Hana bukan tipikal orang pembenci mantan. Toh mantan juga pernah bikin hidupnya bahagia, walaupun ujungnya ga sedih juga karena Hana liat Mark jalan sama perempuan lain.   Singkatnya mereka putus, entah bisa dibilang putus secara baik-baik atau enggak, hanya aja Hana bertekad untuk tidak menemui lelaki yang membuat hatinya patah lagi.   Tapi, kenapa sekalinya mereka bertemu mereka harus ada di acara perjodohan kaya begini? Apa kah ini yang namanya karma? Hana kira Karma cuman acara televisi doang loh!   "Kayanya tanggal 12 mei aja, pas Hana ultah kan bagus tuh," usul Jeffrey sembari melirik adiknya dengan jahil. Jeffrey suka banget bikin Hana menderita. Habisnya kalo ada kakak pertamanya Hana selalu dimanja, ga ada istilahnya Hana menderita.   Jevon kan sayang banget sama Hana. Malah Jevon yang ngasih saran kalau adik keduanya diberi nama Hana, soal ini Jeffrey inget banget!   Kata Jevon, Hana itu satu-satunya adik perempuan dia yang spesial dan indah selayaknya bunga, makannya namanya Hana. Jujur Jeffrey ingin sekali menampol kakaknya ketika mendengar jawabannya yang ga masuk akal itu. Tapi ga pernah bisa sih. Anak tengah mah nasibnya malang.   Balik lagi soal saran tanggal pernikahan, sial banget saran Jeffrey malah disetujui. "Woah bisa tuh. Berati 3 minggu lagi kan?"   Ah sialan! Mood Hana makin hancur saja mendengarnya. Mood Mark juga sama hancurnya. Terus keduanya sama-sama berdiri dan mengambil makanannya sendiri.   Theo menatap keduanya bingung, abisa bisa samaan gitu waktu berdirinya. "Loh kalian mau kemana? PDKT lagi?"   "Ga lah!" jawab Mark dan Hana masih dengan kekompakanya.   Hana langsung pergi gitu aja mencari meja yang kosong ke arah kiri, sementara Mark pergi ke arah kanan. Keduanya sama-sama ingin menenangkan pikiran masing-masing daripada harus disini, tersiksa dengan mood jelek.   Tapi kemudian Januar membawa jasnya dan menyusul Hana. Januar enggak mau membuat Hana sendirian. "Boleh duduk disini?" tanya Januar tak lupa dengan senyuman manisnya, matanya membentuk setengah lingkaran, pokoknya manis dah!   Hana menganggukan kepalanya, tanda setuju, Toh juga bukan pemilik restoran ini, jadi untuk apa melarang Januar duduk dengannya?   Januar hanya tersenyum melihat respon Hana. Yah orang ini memang dilahirkan dengan wajah yang berstandar senyum. Tapi sebelum Januar duduk dia memakaikan jaketnya di punggung Hana lagi. "Biar kamu ga kedinginan."   "Oh makasih," jawab Hana tanpa senyum sama sekali. Dia masih bete dan memilih untuk memakan makanan yang dia bawa. Januar lalu duduk setelah memakaikan jaket itu dipunggung Hana. Tapi setelah melakukan itu Januar cuman diam sembari memandangi wajah Hana yang lagi bete itu.   Lucu, Januar suka wajah bete khas Hana. "Ga usah diliatin terus, gua bukan beha merk gucci," kata Hana ketus, matanya yang semula melihat makanan kini tertuju ke arah Januar, menatap lelaki itu dengan tajam.   Anjir lah, baru nemu Januar manusia kaya Hana, yang ketus banget sama dia. Mentang-mentang bad mood.   "Kamu tuh indah tau Han. Ya enggak apa-apa kan kalo aku ngeliatin sesuatu yang indah?" balas Januar dengan senyuman yang sepertinya enggan dia hilangkan dari bibirnya itu. Jangan lupakan matanya yang ikutan tersenyum juga. Lama-lama Hana yang diabetes.   Akhirnya Hana menghela napas mendengarnya, berusaha bersikap biasa saja atas gombalan Januar Lendra Nasution. "Ya ga apa-apa, tapi gua risih. Lu juga kalo gua liatin terus-terusan risih kan?"   "Ga kok, aku malah seneng kalo diliatin kamu terus-terusan, hehe."   "Ga usah sok ngalus anjir, gua ga akan baper sama lo." Ucapan Hana memang menusuk sekali. Sampai-sampai senyum Januar yang semula manis kini berubah menjadi agak kecut. "Aku ga ngalus, itu—"   "Jangan pake aku-kamu, gua risih. Pake lo gua aja kaya biasa," potong Hana dengan cepat. Rasanya emang aneh kalo ada cowok yang ngomong dengan aku-kamu selain Orang tuanya. "lagian kenapa pake aku kamu sih? Biasa juga gua elu."   Januar masih aja tersenyum. Ga pegel apa ya ngobrol sambil terus senyum? "Emang ga boleh?" dia bertanya balik.   "Boleh sih, tapi gua kapok. Apalagi dulu lu ngomong aku-kamu didepan Shanin, dan tau apa yang terjadi? GUA DISIRAM JUS MANGGA! ANJIR KAN TUH, SIALAN BANGET SI SHANIN!" seru Hana dengan keras, tangannya bahkan memukul meja yang tak bersalah sama sekali.   Hana kesal mengingat kejadian saat dia masih kuliah, ketika itu Januar ngalus sama dia di kantin kampus dan tiba-tiba Hana disiram mantannya Januar yang konon katanya gagal move on.   Hana dan Januar emang sudah akrab sejak SMA, bahkan sebelum Hana tahu kalo Januar adiknya Mark. Hana juga tau kalo Januar itu terkenal banget. Terkenal sampe ke kayangan malah. Soalnya dia itu boyfriend material banget. Baik, sopan, pinter, gentle, ramah, dan yah pokoknya orangnya manis dan perfect banget.   Kalo Hana boleh milih, Hana lebih ingin di jodohkan sama Januar ketimbang sama Mark yang kaya bocah singa. Udah urakan, bikin kesel, playboy pula! Anjir, enggak ngerti lagi, kenapa Hana harus dijodohkan dengan lelaki itu?!     Januar cuman senyum menanggapi ucapan Hana. "Iya oke-oke, sekarang lo gua aja," katanya lalu mengusap rambut Hana. Tatapannya kembali menjadi lembut, menambah kesan manis dari seorang Januar dimata Hana. "jadi lo kenapa tiba-tiba kesini?"   "Males aja disana, telinga gua panas," kata Hana membalas pertanyaan Januar. Sekarang tatapan Januar berubah menjadi agak menggoda. "Panas karena ada mantan atau panas karena mau dijodoin?"   "Dua-duanya."   "Emang lu ga mau di jodohin sama Mark? Kan dia ganteng. Oh iya dia kan mantan lu, emang ga kepikiran buat balikan?"   Hana memangku wajahnya dengan tangan kirinya, matanya menatap Januar secara intens. "Kalo gua boleh nawar sih, gua pengennya sama elu aja. Jangan sama Mark. Ntar endingnya sama, ga bikin bahagia."   Mata Januar membulat begitu mendengar ucapan Hana barusan. Diam-diam Januar mengarahkan tangannya ke arah pipi dan mencubit kulit pipinya, memastikan kalo ini semua bukan mimpi. Sakit! Ini bukan mimpi! Hana beneran bilang gitu dong!   "Kenapa Jan?" tanya Hana bingung dengan kelakuan anak manajemen bisnis yang terlilit jahadnya tesis itu. "lu ga kerasukan kan?"   "E-enggak kok," balas Januar setengah tergagap. Untung saja Hana itu enggak peka, jadinya dia ga sadar. Ga sadar kalau sebenarnya Januar sempat salting tadi. Kalo Hana sadar, Januar bisa malu banget!   Ponsel Hana tiba-tiba saja bergetar. Hana melirik benda berbentuk persegi panjang tersebut. Ada satu panggilan dari kontaknya yang dia namai: Borokokok Jevonbabi dengan emotikon love disamping namanya.   Tanpa pikir panjang, Hana langsung mengangkat teleponnya. "Halo, dengan Kaefci disini, ada yang bisa saya banting?"   "Kalo buat di banting sih ga ada, tapi kalo burung buat di kocok ada," sahut Jevon padahal dia berdiri tak jauh dari tempat Hana duduk, hanya terpaut jarak sepuluh langkah saja dari belakang Hana. Dia menelpon adiknya hanya sekadar iseng.   "Hm sepertinya anda salah nomer nona," ucap Hana lagi setengah menahan tawanya, dia emang bisa bermain peran secara random seperti ini dengan Kakak tertuanya. "coba hubungi nomer yang lain."   Jevon berjalan menghampiri Hana. "Kenapa anda yakin saya salah nomer tuan?"   "Karena dua tambah dua adalah empat."   "Gimana kalo saya ditambah anda sama dengan satu."   "Wah, sepertinya anda harus mengulang masa paud anda." "Kenapa saya ga bikin masa depan yang baru dengan anda saja?" Jevon kini berdiri disamping Hana. Dia mendekatkan wajahnya ke arah Hana. "ya Tuan Hana?"   Hana tersenyum melihat kakak pertamanya yang sangat hobi menggodanya. "Sepertinya anda harus keluar Nona Jevon, restoran ini tidak menerima transgender seperti anda. Mungkin anda bisa mampir ke taman lawang, tempat itu cocok untuk anda."   "Eh sialan," Jevon menggeser kursi kosong disamping Hana. "kok Tuan  ngatain saya tranggender sih? Ngaca dong." katanya lalu menyodorkan ponselnya Jevon yang layarnya sudah membuka aplikasi kamera.   Hana mengambil ponsel Jevon, menatap pantulan wajahnya sebentar yang terlihat agak berbeda karena make up. "Robby, sepertinya saya mencium bau kentut," kemudian Hana menggelengkan kepalanya. "eh tidak-tidak, saya melihat seorang malaikat lewat ponsel ini Robby. Dia sangat cantik seperti finalis Miss Indonesia."   Sementara Hana dan Jevon membicarakan hal yang enggak jelas pake banget, Januar menghela napasnya.   Sialan, pikir Januar. Padahal Januar baru saja berpikir kalau dirinya mendapatkan lampu hijau atas orang yang dia sukai sejak kelas 11 itu, tapi malah tertikung dan ditabrak dari depan sampe mampus oleh Jevon yang merupakan kakak kandung Hana sendiri.   Ya, Januar mengerti kenapa Mark putus dari Hana dan lebih memilih kencan dengan Mina. Mungkin salah satu alasannya gara-gara Jevon juga.   Habisnya kakak Hana yang bernama Jevon Martin Palaguna ini benar-benar rese. Dia seolah ingin menjauhkan setiap lelaki yang berusaha mendekati Hana dengan cara halus yang licik, ya seperti ini, Jevon tiba-tiba muncul dan merebut semua titik fokus Hana. Malah Januar enggak yakin kalo Hana masih menyadari keberadaannya yang terkacangi disini.   Jevon juga memperlakukan Hana layaknya seorang pacar, orang awam yang belum mengenal keduanya pasti mengira Jevon dan Hana itu pacaran. Malah Januar juga masih tidak menyangka Jevon itu kakak kandung Hana. Tatapan Jevon pada Hana itu enggak kaya tatapan seorang abang ke adeknya. Malah lebih mirip seperti seorang lelaki pada seorang perempuan yang ia cintai. Akan lebih baik jika Januar pergi, sebelum dirinya benar-benar kepanasan melihat gebetannya diambil cowok lain.   "Mau kemana?" tanya Hana yang menyadari Januar sudah berdiri. Januar menoleh kepalanya dan menatap Hana. "Mau kesana lagi. Kenapa?" "Ah enggak. Nanya doang," lagian Hana juga enggak memiliki alasan untuk membuat Januar tetap disini. Jevon pasti enggak suka juga melihat Hana dengan Januar.   "Um oke, bye--"   "Tunggu," ucap Jevon yang sukses membuat langkah Januar terhenti. Januar membalikan badannya, menghadap ke arah Jevon. "Ya?"   Jevon menyodorkan jaket yang tadi Januar pakai untuk menutupi punggung cantik Hana. "Ini, punya lo ketinggalan." "Oh itu bua--"   Sialnya ucapan Januar terpotong karena Jevon keburu menepuk pundaknya. "Ga perlu repot-repot. Udah ada guakok, tenang aja." Badan Januar seolah terhipnotis untuk mengambil jaketnya dan pergi kembali ke tempat keluarganya makan. "Hana sama Jevon ya?" tanya Jeffrey pada Januar begitu Januar duduk disamping Theo. Januar mengangguk lemah. "Iya."   Jeffrey diam dan mencari keberadaan Hana dengan Jevon. Sebenarnya Jeffrey kurang suka dengan kakaknya itu. Makannya Jeffrey lebih seneng kalo Jevon di Kalimantan aja terus.   Menurut Jeffrey Jevon terlalu gila, tepatnya dia tergila-gila pada Hana yang merupakan adiknya sendiri. Katanya sih Jevon mencintai Hana lebih dari dirinnya sendiri. Jeffrey pikir Jevon terlalu sinting, HANA ITU ADIK KANDUNGNYA LOH ANJIR! JANGAN MEMPERCEPAT KIAMAT APA?!   "Oh iya Mah. Kalo misalnya Hana nikahnya sama Januar aja boleh ga?" tanya Januar secara tiba-tiba yang membuat kedua orangtuanya menatapnya bingung.   Masalahnya enggak biasanya Januar tertarik soal cinta dan segala t***k bengeknya. Januar kan biasanya lebih ngejar karir dan targetannya, sama seperti Theo. Januar bahkan ga pernah keliatan seperti punya pacar.   "Hm gimana ya?" Yuna tampak bingung, dia menatap suaminya, meminta jawaban. "gimana Yah?"   Sementara itu Jihan hanya tertawa. Dia senang putrinya masih ada yang menyukai putrinya yang barbar itu. "Tante sih kalo Januarnya mau ga apa-apa," kata Ibunya Hana itu.   Jeffrey terlihat tidak setuju. Sebagai orang yang suka melihat adiknya ternistakan, Jeffrey lebih suka Hana dengan Mark. Selain memang Mark itu mantan Hana, Jeffrey juga merasa Mark cocok dengan Hana. "Tapi Mark gimana?"   "Lah Mark kan cuman mantannya. Toh dia kayanya ga setuju," kali ini Theo ikut nimbrung walaupun matanya masih sibuk dengan iphonenya. Theo mah tim labil aja lah.   Januar tersenyum senang, dia pikir rencananya akan berhasil. Toh Ibunya Hana dan Theo dipihaknya. Hana juga bilang dia mau menikah dengannya. Dan lagi, Januar juga bagian dari keluarga Nasution. Jadi, sah-sah aja kan kalo Januar ngegantiin Mark?   "Jadi gimana Mah? Januar aja ya yang nikah sama Hana?"   "Ya enggak lah," kini semua kepala menoleh ke arah Mark yang baru datang. Mark menatap Januar tajam. "masa adek mau nikah duluan? Mau nikung hah?"   Karena Mark sendiri enggak mau Hana menikah dengan Januar, yang ada nanti hatinya sakit.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN