Chapter 16
"Lo kenapa sih Mark?" tanya Hana sembari menatap Mark dengan tajam. Bingung kenapa Mark tiba-tiba memanggilnya dengan sebutan sayang dan menariknya ke toko ini. Padahal Hana laper.
Ini kan toko untuk beli barang-banyak unyu but unfaedah, kek squishy, ganci dan lainnya. Toko yang selalu membuat Hana hilap, apalagi kalo udah nemu tempat pensil dengan desain yang ucul abis.
Dan Mark, NGAPAIN COBA DIA NGAJAK HANA KESINI?
MAU BIKIN HANA KHILAF?!
Sabar-sabar. Punya mantan sesat amat.
Mark ga ngejawab pertanyaan Hana. Dia sibuk mencari suatu barang disini. Membiarkan Hana memaki dirinya.
Untungnya tak lama dia menemukan barang itu dan segera pergi ke kasir untuk membayarnya.
Setelah itu dia menghampiri Hana yang sedang menahan nafsunya agar tidak hilap. "Han, tangan lo siniin," kata Mark yang terkesan agak memaksa.
Hana ngangkat satu alisnya, bingung. "Buat apa? Lo mau ngeramal gua kek si mbah Jani?"
"Kaga lah." karena kesel akhirnya Mark narik tangan Hana. Lelaki berumur setaun lebih tua darinya itu lantas mengikatkan seutas tali di tangan kiri Hana.
Mata Hana spontan membulat. Apalagi Hana baru sadar kalau Mark sudah mengikatkan tali itu di tangan kanannya. Jadi sebelum Mark selesai mengikatkan tali itu, Hana malah menarik tangannya. "NGAPAIN SI LO b*****t?!"
"Gausah ngegas setan, gua ini bos lo," balas Mark dengan songongnya.
Gini nih kalo botol kecap dikasih nyawa. Bilangnya ga usah ngegas, dmtapi sendirinya ngegas, hadeuh, heran jadinya ratu Diana.
"Lo bukan boss gua, anjeng," maki Hana kesel. Hampir aja dia nampiling Mark pake sepatu kaca, but sialnya sepatu kacanya keburu diambil Cinderella. "jadi lo ga bisa makein tali itu seenaknya di tangan gua. Dikata gua anjing apa?"
"Ya bisa lah. Orang sekarang belum jam lima sore. Berati lu masih harus nurut sama gua!"
"Enggak lah anying! Toh ini bukan di kantor!"
"Terserah, pokoknya pake."
"Ogah!"
"Pake!"
"Ogah!"
"Pake!"
"Ogah!"
Gitu aja terus mereka, adu bacot sampe kasir toko ini geleng-geleng kepala ngeliatnya.
Oke lah Mark sama Hana itu cocok, diliat dari angel manapun mereka tuh serasi. Cuman ya itu, mereka adu bacot mulu. Mana kalo udah berantem bahasanya ga bener semua.
"Pake!"
"Ogah!"
Mark mendengus kesal. Dia melipat kedua tangannya dan menggembungkan pipinya. "Oke kalo lo ga mau. Tapi jangan harap lo bisa pulang."
Ha—?
Sumpah Hana ga bisa ngomong apa-apa lagi pas liat Mark tengkurap kek Raditya Dika di lantai mall ini.
Emang sih ga ngehalangin jalan. Cuman malu-maluin! Jadi pengen nyubit ginjalnya kan.
"Aduh tu cowok kenapa?"
"Ganteng-ganteng kok gitu sih."
"Curiga ceweknya nyusahin."
"Kayanya ceweknya galak deh makannya tu cowok frustasi."
Dan lain-lain.
Yah, maha besar netizen dengan segala bacotannya yang ngebuat Hana ngerasa ga enak sendiri. Hana pun berjongkok disamping Mark. "Heh t***l, bangun."
Mark ngegeleng.
"Lo ga malu apa? Diliatin banyak orang nih!"
Mark lagi-lagi menggelengkan kepalanya.
"Iya elo ga malu, gua yang malu bangsatt!"
"Ya bodo!" bales Mark tanpa mengubah posisinya tubuhnya.
Hana akhirnya narik tangan Mark—walaupun sejujurnya dia ogah pake banget buat bersentuhan sama Mark. Tapi, INI KEPAKSAA! KALO MARK GA BANGUN-BANGUN YANG ADA HANA MALU SENDIRI! "Bangun!"
"Gaa!"
"Bangunnn bangsattt!"
"Ga mauu!"
"Bangun ih anying!"
"Enggak!"
Hana mendengus kesal. Kalo ini bukan di tempat umum dan hasrat kemanusiaannya dah ilang, dia bakal ninggalin Mark.
"Lu maunya apa sih Markonah? Herman gua."
"Lo pake talinya."
"Ga mau lah! Emang gua anjing apa sampe harus dipakein tali?!" kata Hana sewot ngedenger jawaban Mark.
"Yaudah gua juga ga mau bangun."
Hana menghela napas dengan kasar lalu mengacak-acak rambutnya. Terlalu frustrasi menghadapi tingkah Mark yang udah mirip soal SBMPTN, susah dimengerti.
Hgh.
Ia melirik jam pada layar ponselnya. Dan masih jam tiga sore.
"Oke, gua mau pake, tapi lo bangun," Hana akhirnya menyerah dan memilih mengikuti keinginan Mark. Soalnya jam lima masih lama.
Mendengar hal itu Mark langsung bangun dan tersenyum penuh kemenangan. Seolah dia baru saja mengalahkan Uni Soviet dan para sekutunya di perang dingin. Tanpa babibu lagi Mark mengikatkan tali itu pada pergelangan tangannya Hana. Mark juga mengikatkan tali itu di pergelangan tanggannya.
"Udah, ayo cari makanan." ajak Mark tanpa menghiraukan Hana yang sebenarnya udah pengen teleport ke pluto. Tenang, talinya udah di bayar kok.
Sebenernya, Mark maunya ngegengam tangan Hana, kaya pasangan lain. Tapi dia terlalu malu untuk menunjukan hal itu. Mark juga takut Hana ga mau gandengan tangan sama dia.
Jadi cara teraman agar Hana enggak hilang dan diambil orang—seengaknya sampe jam lima sore—Mark mengikatkan tali di pergelangan tangannya dan juga di pergelangan tangannya Hana.
"Lo kenapa sih?" tanya Hana setelah mensejajarkan jalannya dengan Mark. Sesekali dia mendecih sebal tatkala tangannya bersentuhan dengan tangan Mark.
Mark menoleh. "Gua ga apa-apa."
"Terus kenapa tangan gua sama tangan lo diiket gini anjir?!"
"Biar lo ga ilang."
Hana miringin kepalanya. Bingung. "Lah. Emang gua tuyul apa?"
"Sh, udah lah. Jangan banyak bacot lo," kata Mark alalu mengusap rambut Hana. "banyak bacot gua cocol juga lo."
Seketika Hana merinding, otaknya malah spontan ngebayangin Mark dengan baju ala-ala miper.
Fagh itu jijay. Jijay banget.
Hana akhirnya menghela napas, pasrah aja lah dia. Asal Mark ga sampe ngecocol dia aja.
"Han, Mark, ayo pilih desain kartu undangannya mau yang gimana?"
Hana cuman mengendus kesel aja pas ditanya gitu sama ibunya Mark. Sialan banget emang, pas Hana mau pulang malah disuruh ke kantor Jeffrey sama ortunya. Dan ternyata ketika disini mereka dipaksa milih kartu undangan.
Tayi.
Ingin Hana berkata halus.
Duakk.
Mungkin Hana kelamaan diemnya sampai-sampai ibunya yang duduk dihadapan gadis itu menendang kaki Hana. Memberi kode agar segera menjawab.
Tapi bukannya menjawab, Hana malah meringgis kesakitan. Yuna lantas bertanya dengan khawatir pada calon menantunya itu. "Hana kamu ga apa-apa?"
"Ga apa-apa kok. Cuman tiba-tiba—"
"Tiba-tiba apa?" tanya Ayahnya Mark, ikut-ikutan.
Hana jadi bingung mau ngomong apa. Mana lagi dia udah dapet tatajam tajem dari ibu, Ayah, serta Jeffrey. Yang artinya kalau Hana ngomong hal yang ngeselin, dia bakal di tendang dari lantai 8 kantor ini.
Modar dong ntar?
Hh. Hana masih mau hidup, belum mau modar karena merasa dosanya masih berlapis kek lapisan wafer tenggo.
"Tiba-tiba ... Tiba-tiba ramadhan, tiba-tiba ramadhan, tiba-tiba ramadhan, tiba-tiba ramadhan," Hana malah nyanyi, soalnya yang ada di otaknya cuman lagu aneh yang dia temukan dari akun i********: kembaran Awkarin, awreceh.
Orangtua Mark hanya mentertawakan Hana dalam diam. Sementara Mark dan Jeffrey udah ngakak sampe mukulin meja yang ga bersalah.
Ya suruh siapa coba malah nyanyi gitu.
"Han, mau ibu rukyah ga?" Ibunya Hana memberikan tawaran yang menyenangkan, lengkap dengan senyum sadisnya. Hana membalasnya dengan senyum sepet, sesepet ketek Yanan.
"Enggak. Makasih."
Iya lah, orang Hana masih sadar, ngapain di rukyah? Emang Hana kerasukan apa?
Lagian setan mana coba yang ngerasukin Hana dan malah nyanyi lagu tiba-tiba ramadhan?
"Yaudah atuh, pilih," titah kak Jeffrey. Lelaki itu kemudian mendekatkan kepalanya pada Hana. Jeffrey membisikan sesuatu. "cepet pilih, biar bisa balik sia the, lo mau balik kan? Kalo mau buruan pilih."
"Bacot lo tai,” balas Hana sembari berbisik juga.
Hana melihat kembali pilihan desain kartu undangannya. Jujur contoh desain kartu undangannya bagus semua. Hana bingung mau milih yang mana.
Diem-diem Hana ngelirik Mark yang lagi ngeliatin desain kartu undangan juga. Mark juga sepertinya sama bingungnya.
Entah bingung milih atau emang bingung nyari alesan buat ga milih.
Hana sih pengennya ngomong secara halus kalau dia ga mau di jodohin sama Mark. Tapi bingung juga gimana cara ngungkapinnya.
Masalahnya semua yang ada disini lagi pada excited, kecuali Hana dan Mark, mungkin.
Ah enggak, cuman Hana yang menderita disini.
Tau sendiri lah Mark itu orangnya gimana, agak tsundere gitu, walaupun dia keliatan biasa aja tapi sebenernya dia seneng banget. Malah kalo ga gengsi mah Mark pengen ngemajuin tanggal pernikahannya.
Kalo bisa jadi besok. Sumpah Mark ikhlas banget kalo harus nikahin Hana besok.
"Heii, ayo pilih. Kenapa pada diem-diem bae?" akhirnya Ayahnya Mark bersuara lagi. Memecah keheningan. "ngopi ngapa ngopi?"
"Ih Ayahh, malu-maluin tau gaa?" protes Ibunya Mark sembari memerintir tete suaminya sendiri. Dari luar baju. Padahal maksud ayahnya Mark ngomong gitu biar Hana mikir keluarganya bisa bercanda juga.
"Em, kayanya Hana ga bisa milih sekarang tante, soalnya masih bingung," ucap Hana pada akhirnya, itu pun dengan suara yang di lembutkan. Kini semua menatap Hana heran.
"Kenapa sayang? Kamu masih belum mau menikah sama Mark ya?" tanya Ibunya Mark dengan nada lembutnya, seketika Hana langsung disuguhi tatapan tajam dari kedua orangtuanya serta Jeffrey.
Hana mengangguk kecil, ga begitu peduli sama tatapan tajam ortunya.
"Emang kenapa kamu ga mau nikah sama Mark?" tanya Yuna lagi, kini nadanya agak mengintimidasi. "apa Mark kurang baik? Kurang ganteng? Kurang tajir? Atau Mark kurang pinter? Atau bodynya kurang bagus? Apa Mark kurang menyenangkan? Atau kurang gede?"
Yang terakhir Hana bingung sendiri, APANYA YANG KURANG GEDE ASTAGA TOLONG?! OTAKNYA KOTOR!
Sekarang Hana yang malah bingung mau ngejawab apa. Mark itu cowok yang sempurna, dia ganteng, tajir, pinter banget, tubuhnya bagus, bakatnya banyak, asik juga. Yah pokoknya Mark itu tipikal boyfriendable banget.
Hana ga kepikiran alasan untuk menjelekan seorang Mark Lee.
"Enggak. Cuman gimana ya aduu—"
"Apa gara-gara dia mantan kamu?" tanya Ibunya Mark, Hana langsung membulatkan matanya kaget. Kok bisa tau?
Dengan terpaksa Hana menganggukan kepalanya. Toh memang itu alasan kenapa Hana ga mau nikah sama Mark. Mark itu mantannya, dan Hana gam au nikah sama mantan.
"Hana, emang apa bedanya mantan sama manusia lainnya? Kan tetep sama-sama manusia, bukan megantropus ataupun setan,” Iya sih. Yang ibunya Mark bilang itu bener banget. Mantanan ga ngebuat Mark jadi monyet. "terus juga, dulu kan kalian pernah saling cinta. Kenapa sekarang enggak bisa gitu lagi?"
Bingung lagi.
Masa sih Hana musti bilang kalau sekarang Mark itu punya banyak simpanan jadi dia ga suka sama Mark.
"Oke, ganti pertanyaan," sekarang Ayahnya Mark yang berkata. "dulu kenapa kamu sama Mark pacaran?"
"Karena ... Um ... Ditembak," jawab Hana polos. Ya emang mereka pacaran karena Mark menyatakan perasaannya, kalo ga gitu ga mungkin pacaran kan?
"Yaudah. Mark sekarang kamu tembak Hana lagi."
Enteng banget ya ngomongnya si om.
Mark sama Hana sama-sama melotot kaget. "HAH?!" seru mereka kompakan.
"Kenapa sih? Padahal tinggal tembak doang. Apa susahnya?" Jeffrey ikut-ikutan berbicara. Enteng banget emang tu congor, jadi pengen ngegunting congornya kan?
Mark bisa aja nembak Hana dari dulu juga. Cuman, waktunya belum pas.
"Iya sok tembak aja. Apa perlu gua ambilin pistol juga?" kata Jeffrey lagi.
Akhirnya Mark bicara juga. "Ga segampang itu Bang. Harus ada persiapan dan lain-lain juga."
"Jadi beri kami waktu, untuk berpikir dulu," tambah Hana dengan wajah memelas.
Ibunya Mark—selaku manusia yang paling ngotot ingin anaknya menikah dengan Hana pun menghela napasnya. "Oke kami kasih kalian waktu lagi. Tapi cuman dua minggu."
"Baiklah." Setidaknya Hana bisa bernapas lega sekarang. Dia bisa mencari alasan yang lebih pas untuk menolak pernikahan ini.
"Dan kami ga nerima alasan penolakan lagi setelah dua minggu."
Mendengar itu seketika Hana merasa ada magic com berserta kepala ibu-ibu di iklan ramayana jatuh menimpa kepalanya.
Tayi.
Kenapa hidupnya begini amat?