Chapter 15
Bangun tidur terus liat mantan lagi tidur di samping kamu, hal pertama yang pasti akan terucap adalah, “ANJIRR!” disertai rasa kaget luar binasa karena melihat wajah mantan.
Ya, Hana melakukan itu karena dia kaget melihat Mark tidur disampingnya, SAMBIL MELUK PULA! MELUK COY MELUK!
Anjir dipeluk mantan, rasanya lebih menjijikan ketimbang harus terjun ke sawah dan berlumuran lumpur kaya pasa acara persami. “Markk! Woi anjeng Markana!” Hana nepukin pipi Mark. “BANGUN ANJIRR, LO NGAPAIN TIDUR DI KASUR GUA?!”
Ditepukin gitu, bukannya bangun, Mark malah mengeratkan pelukannya pada tubuh Hana. “Emh,” erangnya lalu menggesekan pipinya dengan tubuh Hana, malah agak nyerempet ke d**a. “berisik ah!” untung sih Hana enggak ngelepas branya semalem, jadinya ya ga akan kenapa-kenapa.
“MARKANAA MESUMMM! ASTAGA!” Hana berteriak lagi, kini rasa sebelnya sama Mark makin meningkat. Udah mah sampe sekarang Hana sebel sama mantannya itu gara-gara para simpanannya suka ganguin Hana, ya makin aja sebel gara-garanya Marknya m***m. Perasaan dulu Mark ga gini-gini amat dah.
“Markk!” Hana mencubit pipi Mark, membuat lelaki tampan yang semula tertidur itu mengaduh pelan lalu membuka matanya.
Lelaki yang masih memeluknya menerjabkan matanya, menatap calon istri dengan wajah bingungnya yang terlihat sangat imut. Sialan, Hana mau marah jadi kepending dulu kan. “Apa?” tanyanya.
“Lo ngapain meluk gua?” Tanya Hana dengan wajah juteknya.
Mark membulatkan matanya, anjir baru sadar dong kalo dia meluk Hana. Mark segera melepaskan pelukannya, haduh padahal Mark berniat bangun duluan tapi malah kesiangan. Udah, abis ini mah dia diamuk Hana. “I-itu,” otak Mark bekerja keras mencari alasan, tapi malah gagap sendiri. Susah sih nyari alasannya, otak Mark masih ngeloading, maklum baru bangun. “gua kira lo guling.”
“Anjing,” Hana sontak mengumpat karena kesel, “pergi lo anjir!”
“Ngapain pergi? Bentar lagi lu juga ke kantor gua.”
Wah iya, Hana baru inget kalo mulai kemarin dia harus ngomik di kantornya Mark. Xetan. Hana lupa soal hal itu.
Gadis itu menggembungkan pipinya, dia lantas berdiri. Mark Heran lah ngeliat itu, “Mau kemana lo?”
“Mandi lah, ya kali gua mandi, nanti beneran disangka kek tukang parkir,” balas Hana dengan judesnya.
Mark tersenyum miring, “Mau di mandiin ga? Kan bentar lagi sah.”
“ENGGAK LAH ANJING!” Hana auto ngegas gitu. Tapi malah keliatan lucu di mata Mark, apalagi pas Mark ikutan berdiri. “m-mau apa lo?! Tidur kagi sana!”
Bukannya nurut, Mark malah ngedenketin Hana dengan wajah jahilnya. “Mau mandiin elo.”
“Mimpi dulu sana anjeng!” Hana lantas memukul tangan Mark, argh kesel banget dia tuh pagi ini.
“Kenapa gua harus mimpi kalo bisa dilakuin sekarang?” Tanya Mark sembari menaik turunkan alis bulan sabitnya.
“MARKANA LAKSANA NASUTION! ENYAH AJA LO!”
Diteriakin begitu Mark lantas menutup telinganya, “Udah, ga usah teriak mulu, sakit lama-lama telinga gua,” katanya. “bercanda kok, orang gua mau minum doang.”
Hana akhirnya hanya mengelus dadanya sendiri. “Sabar Farhana, sabar.”
"Mbak Hana, tadi ada apa ya manggil saya?" tanya seorang anak manusia berwajah imut namun suaranya terdengar berat, namanya Luky, tertera jelas di name tagnya.
Hana menggaruk pipinya. Sebenarnya dia melepon Luky agar orang kepercayaan Mark itu membukakan pintu. Habisnya pintu ini di kunci oleh Mark yang sedang pergi rapat—entah sampai kapan, perasaan ya itu orang rapat mulu. Kuncinya dipegang oleh Mark dan Luky.
Dan Hana gabut.
Sama pengen kabur juga sih.
Makannya dia nelpon Luky dengan dalil ada bahaya—tapi ga disebutin bahayanya apaan—dia nyuruh Luky sendirian kesini. Begonya, Luky nurut aja.
"Em itu, saya," Hana mengigit bibirnya, berusaha mencari alasan logis agar Luky mau menyingkir dari pintu dan dia bisa kabur dari sini. "saya mau beli cakue. Hehe. Tapi tadi pintunya di kunci."
Luky bernapas lega. "Oh cakue. Padahal tinggal telpon saya aja, mbak e," katanya dengan aksen yang medok banget. "mau cakue yang dimana? Berapa bungkus?"
"Ih, saya aja yang beli. Ga enak masa nyuruh kamu. Saya kan bukan siapa-siapa disini," sergah Hana yang kebelet kabur dari ruangan sialan ini.
Luky menggelengkan kepalanya. "Gak apa-apa mbak e. Toh saya orang kepercayaan Mark buat ngejagain mbak disini. Masa beliin cakue aja dianggap ngerepotin."
Hana menghela napasnya. Kayanya dia emang harus menunggu sampai jam 5 sore seperti biasa buat bisa pergi dari ruangan ini.
Mark itu emang kampret. Semenjak kejadian Hana pulang dengan Januar, Mark memperketat penjagaan Hana yang otomatis itu mempersulit Hana untuk kabur.
Dan lagi emang ga ada alasan buat kabur sih. Toilet ada di sini. Makanan ada. Kasur untuk istirahat ada. Bahkan Mark memberikan mandat kapada Luky untuk memberikan apa yang Hana inginkan tanpa harus keluar dari ruangan ini.
Mark enggak mau Hana kabur atau bertemu dengan orang lain, setidaknya sampai jam lima sore, jam normal kantor ini selesai. Mark akan mengantarkan Hana pulang sampai ke apartemennnya dan setelah itu Hana bebas.
Masalahnya sih ini udah hampir satu minggu Hana begini terus. Dan akhir-akhir ini Mark sering rapat. Otomatis Hana gabut. Mana Hanin, Elsa, Syila, Januar sama Ashila lagi sibuk-sibuknya, jadi susah dihubungi.
"Yaudah ga jadi deh, mbak," ucap Hana sembari tersenyum kecut. "oh iya mbak Luky sibuk ga?"
Luky lagi-lagi menggeleng,wajahnya Nampak imut ketika melakukan itu. "Enggak kok. Kerjaan saya jadi lebih ringan semenjak Boss Mark nyuruh saya jadi penjaganya Mbak Hana. Dan gaji saya lebih gede. Hehe."
Hana ikut tersenyum mendengarnya. Walaupun agak gely juga pas Luky bilang Boss Mark. Jadi keingetan salah satu author w*****d favoritnya.
"Ih kenapa sih si Markonah dipanggil Boss? Kenapa ga Pak, atau Tuan aja?"
"Soalnya Boss Mark itu belum tua, masih imut-imut gimana gitu, makannya dipanggil boss bukan Bapak," Luky menjawab pertanyaan Hana. Hana hanya menganggukan kepalanya saja. "terus kalo Tuan, ga tau sih. Cuman pegawai disini manggil dia Boss Mark semenjak dia jadi CEO."
Respon Hana hanya menggumamkan huruf O dari mulutnya. Lalu dia bertanya lagi. "Mbak, mau nemenin saya ngegibah disini?"
Luky langsung mukul lengan Hana. "Astagfirullah mbak e. Ngegibah itu ga baik!"
Hana hanya bisa sweatdrop. Dia salah ngomong keknya. "Bukan gitu mbak. Maksud saya tuh berdiskusi dengan pikiran kritis dan membahas sesuatu hal. Hehe," katanya membetulkan.
Luky mengangguk dengan cerianya. "Ohh. Boleh mbak boleh."
Hana pun mengajak Luky untuk duduk di sofa yang ada di dekat pintu. Tak lupa dia mengambilkan cemilan yang ada di ruangan ini berserta minumannya untuk Luky.
Sebenarnya Hana sendiri bingung mau ngobrolin apa. Cuman daripada gabut, akhirnya Hana bertanya lagi. "Mbak Luky udah lama kerja disini?"
"Baru setaun yang lalu, barengan sama diangkatnya boss Mark jadi ceo," jawab Luky masih dengan senyumnya yang imut. Hana jadi gemes sendiri sama Luky. Apalagi pas denger Luky ngomong, medoknya itu loh. "kenapa emang?"
"Nanya aja," Hana cengegesan. "kalau boleh tau kenapa mba disuruh buat ngejaga saya? Kenapa ga yang lain?"
"Biar Mbak Hana ga kabur kata Boss Mark mah," ucap Luky jujur. Hana jadi pengen nabok Mark, walaupun emang iya sih setiap hari dia punya keinginan buat kabur. Luky lalu menjelaskan. "terus juga saya ini udah punya pacar mbak e. Makannya Boss percaya saya ga bakal suka sama dia. Kalo cewek lain sih katanya takut malah suka sama Boss dan nyelakain mbak Hana. Terus kalo cowok takutnya cowok itu ngambil mbak Hana."
'WTH?!' Hana langsung nepuk kepalanya. Ga habis pikir sama Mark yang kayanya korban sinetron sama ftv deh.
"Btw pacar kamu siapa? Disini juga?"
"Pacar saya Mark, mbak."
Sekarang Hana yang bingung. "Mark? maksud kamu Markana?"
Luky tertawa kecil mendengarnya. "Enggak mbak e. Bukan Boss, tapi kak Mark Tuan. Yang punya perusahaan tambang juga. Yang kerjasama sama Boss."
Hana menganga. Sumpah ga bisa ngomong apapun pas tau katingnya dah punya pacar secantik Luky. Pantes lah Mark mercayain Hana ke Luky, ternyata pacarnya Luky Mark Perfect Tuan. "Kok bisa? Eh maaf, maksud saya kenapa kamu ga kerja di perusahaan kak Mark Tuan?"
"Soalnya Luky mau kerja pake usaha sendiri mbak. Bukan pake embel-embel pacarnya Mark. Luky ga suka itu."
"Wah kita sama!" akhirnya Hana sama Luky berpelukan. Karena merasa mereka memiliki persamaan nasib.
"Udah ga gabut lagi nih Han?"
Hana dan Luky sama-sama menoleh ke arah pintu. Ada Mark disana, sedang berdiri sembari menyenderkan badannya pada tembok. Kedua tangannya dilipat di dekat d**a. Sok cool banget.
Hana menjawab. "Enggak tuh. Kan udah ada Luky."
"Padahal tadinya gua mau ngajakin elo keluar." Ucapan Mark barusan seolah kode keras bagi Luky, untuk segera pergi dari ruangan ini.
Untungnya Luky menyadarinya. Dia pun segera berdiri. "Maaf Mbak e, Luky baru inget kalo masih ada kerjaan. Jadi Luky pergi dulu, ngeh?" katanya lalu berlalu.
Tapi sebelum itu, Luky membisikan sesuatu ditelinga Bossnya. "Semoga lancar kencannya Boss."
Sialan emang si Luky.
Muka Mark jadi merah kan sekarang, udah mirip kepiting rebus itu mukanya.
KOK LUKY BISA TAU KALO MARK MAU NGAJAK HANA KENCAN?!
Mark melirik Hana yang sedang manyun. Kayanya Hana kesel karena temen ngobrolnya tiba-tiba pergi.
Tapi yah semoga Hana enggak ngedenger bisikan Luky barusan.
Hana bener-bener ga habis pikir sama Mark yang membawanya ke Mall ini. Masalahnya, mall ini tempat pertama Hana dan Mark kencan, dan tempat mereka mengakhiri hubungan sebagai kekasih.
Terus ngapain coba Mark ngajak dia kesini? Nostalgia kek lagunya Raissa?
"Kenapa Han?" tanya Mark karena sedari tadi Hana cuman diam setelah sampai di mall ini. "lo keingetan sesuatu?"
Jelas Hana langsung mendelik pada Mark, ketidak sukaan tergambar jelas dari matanya itu. "Keingetan apa? Enggak tuh." ucapnya dusta lalu berjalan mendahui Mark.
"Heh tunggu!" Lelaki itu lantas berjalan lebih cepat, mensejajarkan langkahnya dengan Hana yang berjalan tanpa arah dan tujuan. Mark lalu menarik tangan Hana untuk pergi ke timezone.
"Ngapain kesini? Kek bocah aja," ucap Hana dengan nada menyebalkannya.
Mark malah tersenyum sinis. "Refreshing lah. Ya kali gua kesini buat ngasuh lo?"
Padahal dia yang ngajakin keluar ya. Hh.
"Ngapain diem aja disitu?" tanya Mark setelah sadar Hana cuman diem di pinggir tempat masuk ke timezone. "lo takut kalah kalo maen ya?"
"Kaga lah," jawab Hana sembari memalingkan wajahnya. Padahal mah iya. Masalahnya Hana emang ga jago maen di timezone. Kalah mulu dia. Bahkan pas maen sama Bayu yang konon selalu kalah dalam game, Hana mah tetep kalah.
Apalagi sama Mark yang emang jago maen.
Mark menghampiri Hana lalu menariknya ke area Timezone di mall ini yang cukup luas. "Yaudah ayo maen."
"Ga usah ditarik juga kali!"
"Nurut aja kali, gua boss lo."
"Boss pala lu peang! Gua ga kerja di kantor lo, korong fir'aun."
Mark menatap Hana tajam. "Istri harus nurut sama suami ya."
"SEJAK KAPAN GUA JADI ISTRI LO ANJENG?!" sembur Hana kesel. Duh beneran ini mah, terbukti kalo cowok lebih ngeselin pas udah jadi mantan.
Ini si Mark contoh nyatanya.
Mark menutup mulut Hana dengan tangannya. Sadar dirinya dan Hana kini jadi perhatian pengunjung mall. Hana jelas melotot lah. Apalagi pas Mark ngedeketin mukanya sama muka Hana.
Anjir, kalo tanahnya basah Hana lebih milih buat ngeliang di tanah daripada harus bertatapan dengan Mark dari jarak sedekat ini.
"Bacot, tu bibir mau gua 'cipok' dulu apa biar diem?" bisik Mark tepat di telinga kanan Hana.
Hana beneran pengen ngeliang aja atau cus ke pluto sekarang mah.
Tapi sebelum Hana ngomong apa-apa lagi, Mark keburu narik dia ke tempat game tembak-tembakan. "Ayo maen."
Hana diem. Dia sama sekali belum pernah maein game ini. Soalnya kalo pun diajakin Hanin kesini Hana cuman diem dan mainin hp. Hana itu payah kalo soal maen game.
"Kenapa diem aja? Takut lo?" tanya Mark meledek. "takut kalah ya?"
"Enggak lah," Hana lalu ngambil pistol-pistolan berwarna biru yang nganggur itu. "gua ga takut kalah."
Hana emang ga takut kalah karena kalah itu resiko, Hana cuman ga ngerti cara maininnya. Tapi dia terlalu gengsi, bahkan untuk sekedar bertanya pada Mark cara memainkan game ini.
Tentu saja ujungnya pasti ... "YEAY GUA MENANG!!" Mark berteriak kesetanan karena sudah mengalahkan Hana dalam permainan tembak-tembakan.
Bukan hanya permainan tembak-tembakan sih, Mark mengalahkan Hana dalam semua permainan yang keduanya mainan di Timezone ini.
'YA GUSTI, APA SALAH DAN DOSAKU SEHINGGA AKU KALAH TERUSS?' teriak Hana dalam hatinya, ia meringgis.
Sekarang Hana ngerasa hina. Hina karena kalah maen game sama mantan.
"Payah ih. Katanya ga takut kalah," cibir Mark sembari menahan tawanya karena melihat wajah Hana yang udah bete maksimal, ada kebahagiaan tersendiri ketika melihatnya. "kok malah kalah sih?"
"Gua cuman bilang ga takut kalah, dan itu bukan berati gua ga bakal kalah. Lagian gua sibuk ngomik."
"Emang komikus itu sesibuk apa sih? Gua aja yang CEO super sibuk tiap harinya masih bisa ngalahin lo. Emang dasar elu mah payah."
Anjir, tampol tida ya? Tampol tida ya?
"Bacot lah!" kata Hana kesel lalu pergi meninggalkan Mark. Tapi sebelumnya dia mengacungkan jari tengahnya tepat didepan wajah Mark. "fck you, bastard!"
Mark malah cengo untuk beberapa saat. "Hah? Dia mau naena sama gua?"
Kayanya ini otak Mark harus di bersihin pake smadav deh. "tapi kan si Hana sebel sama gua? Kok dia mau naena sama gua? Apa jangan-jangan dia lagi sange? Eh bentar, Hana mana?" lelaki keturunan Kanada itu terlalu lama berkutat dengan pikirannya sendiri sehingga ia baru sadar
Hana sudah pergi jauh, bahkan punggungnya enggak terlihat lagi. "s**t!"
Sebenarnya Hana sih jalannya random. Dia ga tau mau pergi kemana karena ga ada tujuan. Ada sih, tapi tujuannya cuman menjauh dari Mark.
Dan berharap ga harus ketemu cowok sialan itu lagi.
Tiba-tiba saja aroma wangi donat yang menggugah selera itu tercium oleh hidung Hana yang mancung. Cacing di perut Hana pun sekarang menjadi agak b*****t karena malah memainkan musik keroncong di perutnya.
Lapar.
Wangi aroma donat dari J.co selalu membuatnya lapar, walaupun jaraknya masih sekitar 5 meter jari jarak Hana berdiri.
Tanpa pikir panjang, Hana pun berlari kesana.
Bruk!
Tapi sialnya Hana malah menabrak seseorang tepat didepan J.co, ia sampai jatuh coba.
"WOI KALO JALAN TUH PAKE MA—"
"Hana? Adiknya Jevon kan?"
Hana langsung menutup mulutnya begitu sadar orang yang dia tabrak itu ternyata Hanif, komposer terkenal sekaligus teman Jevon. Masalahnya kalo Hana ngegas, ntar dia dihujat fansnya Hanif.
Duh, Kenapa dunia sempit banget sih?
Hanif dengan baik hatinya membantu Hana untuk berdiri. Dia tersenyum manis melihat kesayangannya Jevon. Berharap Hana tidak melaporkan kejadian ini pada kakaknya.
Kalo di laporin ya, mati si Hanif. Jevon kalo ngamuk serem.
"Kamu ga apa-apa Han?"
Hana menggeleng sebagai jawaban. "Enggak kok, Kak. Makasih btw."
"Eh kamu kesini sama siapa?"
"Aku kesini sama—"
Sayang sekali ucapan Hana terpotong karena Mark tiba-tiba datang dan merangkul pundaknya. Mark lalu berkata, "Akhirnya ketemu juga si sayang."
'Anjir!' Hana dan Hanif sama-sama kaget karena kemuculan Mark yang tiba-tiba. Mana lagi si Mark langsung narik Hana buat ngejauh dari Hanif gitu.
Meninggalkan Hanif yang kemudian meremas ponselnya dengan kesal. "Tu cowok siapa sih? Ganggu aja.”