Part 4

1089 Kata
Setelah acara selesai, Nabila dan orangtuanya pun pamit pulang, sedangkan Rayhan, tentu saja tertinggal di rumah mertuanya. “Papa, sama Mama pamit ya, Han. Jaga sikap udah nikah lho.” Haris berpesan pada putra nya yang sekarang mendapat tanggung jawab baru. “Iya, Pa. Do’anya semoga kedepannya berjalan dengan baik.” “Aamiin” Semuanya mengaminkan. “Beneran nggak nginep aja, Ma, Pa?” Aira mencoba menawarkan sekali lagi, dan dibalas dengan gelengan kedua mertuanya itu. Ia memang sudah merubah panggilannya pada Haris dan Riana, atas permintaan keduanya, karena setelah akad tadi ia sudah menjadi anaknya juga sekarang. “Aku juga balik, Ra, Han. Semoga bisa cepat dapat ponakan ya akunya.” Sekali lagi Aira dan Rayhan kompak melotot pada Nabila. Tapi Nabila tidak memperdulikan. “Ya sudah kami pamit ya, Asslamua’alaikum.” “Wa’alaikumsalam.” Setelah mengantar mertuanya, Aira segera memasuki kamarnya yang sekarang bukan dia saja penghuninya. Ceklek.... Hampir saja Aira terlonjak melihat Rayhan yang tiba-tiba memasuki kamarnya dengan membawa koper ditangan. “Taruh dimana, Ra?” Gadis yang sudah menjadi istri dari Rayhan itu mengerutkan keningnya, Ra? Tanpa embel-embel Kak. Tapi memang sudah sepantasnya bukan, mengingat Rayhan adalah suaminya sekarang. “Taruh sini saja.” Aira menunjuk sisi sebelahnya yang kosong. “Mending kamu mandi deh, ntar biar aku yang beresin.” Aira segera membuka lemari pakaiannya dan mengambil handuk, kemudian menyerahkannya pada Rayhan. “Kamar mandinya ada didalam kok, ntar kalau butuh sesuatu bilang ya.” Rayhan mengangguk setelah menerima handuk yang diberikan istrinya. Sedangkan Aira segera membongkar isi koper Rayhan yang didalamnya ada beberapa lembar pakaian, lalu memindahkannya kedalam lemarinya, tapi tiba-tiba gerakan tangannya terhenti saat matanya melihat baju putih abu-abu, yang hendak ia masukan kedalam lemari. Sampai saat ini pun ia masih belum percaya apa yang sudah terjadi padanya. Menikah dengan berondong.Tapi mau bagaimana lagi, jika sudah takdirnya ia tinggal menjalankan saja, bukan. Ia yakin Rayhan adalah lelaki terbaik yang sudah dipilihkan Allah untuknya. Belum selesai ia merapikan baju, Aira kembali menoleh ke pintu kamar mandi yang terbuka. Dan menampilkan sosok suaminya yang telah selesai mandi dengan rambut masih basah. Kemudian ikut duduk ditepi ranjang sambil menggosok rambutnya. “Kamu bawa seragam?” Aira menunjuk baju putih abu-abu milik Rayhan yang masih berada didalam koper. “Iya, dari pada bolak-balik mending sekalian dibawa.” “Kapan mulai sekolah?” Duh rasanya dia seperti ibu-ibu yang menanyakan kapan anaknya sekolah setelah libur lama. “Besok.” “Hah? Cepet banget. Baru nikah lho.” “Emang kenapa? Nggak ada salahnya baru nikah masuk sekolah. Lagian besok gue ada try out. Jadi mau nggak mau harus berangkat, mana kemarin nggak ikut les lagi.” Rayhan menggerutu, membuat Aira berdecak sebal. ‘kelihatan banget sifat kekanakannya, mana pake lo-gue lagi’ batinnya kesal. Aira juga jadi cengo sendiri. Rayhan benar, memang kenapa kalau baru nikah, terus kenapa lagi dia jadi kaget gitu. *** “Ra, lapar.” Aira mengerutkan keningnya, melirik laki-laki yang menatapnya dengan pandangan iba. Jurus andalan Rayhan jika meminta sesuatu. “Jangan ngelirik gitu, Ra. Nanti gue meleleh lho.” “Dih, ngacho. Memangnya es krim bisa meleleh.” Rayhan hanya membalas dengan cengiran saja. “Bukanya tadi kamu udah makan?” Aira bertanya, karena yang ia tahu, tadi suaminya juga ikut makan malam bersama keluarga. “Iya, tapi tadi aku makannya sedikit, sungkan sama Ayah dan Bunda. Sekarang lapar lagi, masakin dong, Ra.” “Ngapain sungkan segala. Kamu sekarang udah jadi bagian keluarga ini, Han.” “Iya, tahu. Tapi nanti kalau aku ketahuan makannya maruk gimana?” Aira tertawa mendengar alasan suaminya. “Ya Allah, Han. Terus kamu mau sampai kapan nyembunyiin hal kayak gitu, lama-lama juga pada tahu. Udah biasa aja.” Rayhan hanya nyengir lebar sambil menggaruk tengkuknya. “Ayo lah, Ra, masakin gue. Masa lo tega sih biarin suaminya kelaparan.” Aira berdecak sambil menahan senyum, lalu kemudian langsung menuju dapur, dan diikuti Rayhan dibelakangnya dengan senyum lebar. “Mau dibantuin nggak?” Rayhan mencoba menawarkan. “Emang bisa?” Aira balik bertanya. Meragukan kemampuan suaminya. “Ck, emang lo kira gue cuma bisa gedget-tan doang apa?” “Mungkin. Terus kamu bisa apa?” Rayhan nyengir lebar sambil mengangkat kerah kaosnya. “Kalau cuma motong sayuran sama masak air sampai gosong, itu mah gampang.” “Ck. Kirain bisa masak. Ya udah, sana duduk aja. Tungguin sampai selesai.” Rayhan menuruti istrinya, duduk sambil mengamati Aira yang tengah berkutat dengan peralatan dapur. Setelah 15 menit berlalu akhirnya Rayhan bisa menyantap nasi goreng buatan istrinya. Hanya nasi goreng dan telur dadar, karena tidak ada bahan untuk dimasak, kalaupun ada itu untuk sarapan besok pagi, dan Rayhan tidak keberatan akan hal itu. “Nggak apa-apa kan,cuma nasi goreng sama telur?” “Iya nggak apa-apa. Sini nasi gorengnya. Gue udah laper nih.” Aira menyodorkan piring yang berisi nasi goreng dan telur kearah Rayhan, dan di terima dengan wajah berbinar oleh suaminya. Rayhan memasukan satu suapan kedalam mulutnya, lalu mengernyit. Aira yang melihat itu merasa heran, jangan-jangan nasinya keasinan. Tapi perasaan, dia sudah pas menakar garamnya. “Kenapa, Han? nggak enak ya?” “Kok gini ya, Ra, rasanya” “Kenapa?” Aira mengambil sendok ditangan Rayhan kemudian mencicipinya. “Enak. nggak ada yang salah.” Aira menatap Rayhan bingung. “Masa sih?” Rayhan kembali menyuapkan nasi kemulutnya. “Tuh kan.” “Kenapa sih, Han?” Aira kembali mengulangi hal yang sama, dan lagi-lagi menatap suaminya bingung. Bahkan tadi dia menyendok di tempat yang sama yang diambil Rayhan. “Kamu bohong ya, Han?” Sergah Aira. “Enggak! Enak aja.” “Emang kenapa sih sama rasanya?” Tanya Aira makin penasaran. “Rasanya kayak nasi goreng, Ra. Pedes, gurih, enak kaya mercon. Ha...ha...ha...” Merasa dipermainkan suaminya, Aira langsung mencubit lengan Rayhan keras. “Aduh! Sakit tau. KDRT lo, Ra” “Syukurin, siapa suruh usil banget.” Aira menggerutu kesal. “Alhamdulilah.” Sahut Rayhan kemudian memasukan nasi kedalam mulutnya lagi. “Kok Ahamdulilah?” “Katanya suruh nyukurin, salah terus gue.” Aira menghembuskan napas kesal. Ternyata adiknya Nabila ini ngeselin banget orangnya. Bagaiman mungkin bocah ini bisa jadi suaminya? “Kamu udah belajar?” Aira bertanya disela-sela makan Rayhan, sedang yang ditanya hanya menggeleng pelan dan masih menyuapkan nasi kedalam mulutnya. Aira lagi-lagi berdecak bisa-bisanya, katanya besok try out dan dia belum belajar, disaat malam sudah mulai larut. “Katanya try out, masa udah jam setengah 9 belum belajar.” “Ntar aja abis makan. Nggak bisa konsen gue kalau lagi lapar. Lo mau?” Rayhan menyodorkan sendok berisi nasi goreng kearah istrinya itu. “Nggak, masih kenyang. Buruan dihabisin, nggak baik tidur larut malam.” Hanya sesingkat itu obrolan mereka, setelahnya Rayhan melanjutkan makannya dan Aira menunggu Rayhan hingga selesai makan, lalu mencuci piring bekas makan suaminya itu ke wastafel, baru kemudian menuju kamarnya. Disana ia menemukan Rayhan yang tengah berkutat dengan buku bimbingan UN. Sebenarnya ia bingung haruskah menunggu Rayhan atau segera tidur, tapi kalau nanti dia tidur dan mendapati Rayhan ada disebelahnya bagaimana, ia belum terbiasa dengan laki-laki, apalagi harus satu ranjang. “Lo tidur dulu aja, Ra, nggak usah khawatir, gue bakalan tidur di sofa kok.” “Beneran?” “Emmm.” Setelah mendapat jawaban dari Rayhan, Aira pun segera mengambil bantal dan selimut, kemudian  ia taruh disofa dan kembali keranjangnya untuk segera tidur menyelami pulau kapuknya dan siap berkelana ke alam mimpi, setelah berdo’a tentunya. Beberapa saat kemudian, Rayhan menoleh kebelakang, dan mendapati istrinya yang tengah tertidur masih menggunakan hijab. Dalam hati sebenarnya ia merutuki tindakan istrinya itu, kenapa tidur masih mengenakan hijab, bukankah auratnya sekarang telah halal untuk Rayhan. Lalu apakah Rayhan juga harus menuntut haknya, memintanya sekarang? Tidak mungkin, dia masih SMA, belum siap jika harus mempunyai anak. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN