PART 1

1037 Kata
Angela POV   Hari ini adalah hari pertama aku kembali bersekolah setelah libur hampir 2 bulan. Akhirnya aku tak akan menganggur lagi. Oh iya, aku mau minta doa dari kalian supaya aku selamat hari ini dari kejahilan para Kakak osis. Yup, hari ini adalah hari pertamaku menginjak bangku SMA yang juga berarti hari ini adalah hari pertamaku ospek. Sekian dulu aku ceritanya, aku masih harus mandi sebelum terlambat. - Saat ku tiba di sekolah, aku mendengar bunyi suara sirine dari alat pengeras suara. "Semua yang baru datang segera masuk!!!  Waktunya sisa 30 detik!" Disaat itu juga aku segera berlari sekuat mungkin sebelum hitungan terakhir dan aku adalah orang terakhir yang berhasil masuk sebelum pintu gerbang ditutup rapat. Ternyata cobaan di pagi hari itu tidak berakhir begitu saja. "Yang baru datang, silahkan baris di kiri saya dengan rapi!" teriak seseorang yang menggunakan rompi hitam yang kuduga  adalah salah satu kakak osis, "Jangan lupa gunakan name tag-nya!" "Yang gak bawa name tag bisa berbaris di kanan saya!" teriak kakak osis yang sama. Jantungku semakin berdebar, aku merasakan udara semakin mencekam. Semoga aja aku selamat. Tiba-tiba saja ada yang menepuk bahuku. "Kaget amat kamu, Gel," ujar Elden yang merupakan teman masa kecilku, "Santai, santai, sampai langsung tegak kayak gitu." "Gimana aku mau santai, sebentar lagi giliran name tag-ku yang diperiksa," ujarku. "Kalian berdua yang mengobrol sendiri pindah ke barisan sebelah kanan!" perintah salah satu kakak osis yang melakukan pemeriksaan. "Tapi, Kak, name tag kita belum diperiksa," protes Elden, "Bagaimana Kakak tau kalau punya kita salah?" Ini anak ya, memang benar-benar gak pintar! Tapi kok bisa ya masuk kelas IPA 1? "Kalian berdua bicara sendiri itu sudah cukup untuk menghukum kalian!" sembur kakak osis yang sebelumnya memerintahkan kami untuk pindah barisan, "Kalian segera pindah barisan! Yang belakangnya silahkan maju!" "Kenapa daunnya kurang satu yang di kanan? Dan kenapa name tag-mu sobek?" semprot kakak osis yang sama setelah menghitung daun di kedua sisi name tag. "Hmm ...," jawab Williams yang juga merupakan salah satu teman masa kecilku. "Kamu bisa bicara, kan? Jawab yang benar!" "Hmm ...." "Pindah ke barisan kanan!" jengkel sang kakak osis tersebut. "Kenapa kamu sobek name tag-mu, Wills?" tanya Elden. "Ingin," jawab Williams yang membuat aku dan Elden menganggapnya gila. Bayangin saja, merobek name tag yang dia buat setengah mati hanya karena ingin. Kalau masalah buat name tag lagi sih gak ada masalah walaupun susahnya ampun-ampun, yang masalahnya ini kita gak tau akan dihukum seperti apa. "Kalian yang berada di barisan sebelah kanan silahkan berbaris sesuai dengan nama kelompok masing-masing!" perintah seorang kakak osis, "Instruksi selanjutnya akan dibawakan oleh kakak pembina masing-masing kelompok." "Dan kalian yang di barisan kiri, silahkan memungut sampah di halaman sekolah ini sampai memenuhi setengah tas ospek kalian!" "Kalau gitu kapan penuhnya coba? Apalagi ini masih pagi dan sekolah masih dalam keadaan bersih," protes anak yang kulihat name tag-nya bertuliskan Albert. "Karena ada yang protes maka harus penuh satu tas ospek kalian!" Jadi untuk ospek di sekolah tempat aku akan melanjutkan pendidikan ini, aku diberi semacam tas eco green gitu yang terdapat logo sekolahku ini. Dan juga, kami diwajibkan menggunakan tas ini selama masa ospek. - "Gini amat nasib kita," ujar Elden. "Salahmu ini!" ujarku dan Williams bersamaan. "Aku mah sudah kebal dengan kalian berdua," ujar Elden, "Pokoknya kalau sesuatu yang tidak enak terjadi diantara kita bertiga pasti salahku." "Emang bukan?" tanya Angela. "Iya, iya, aku ngaku salah," pasrah Elden. "Bagus," ujar Angela. - "Segera kalian selesaikan hukuman kalian! Jika sampai jam 9 kalian belum memungut sampah sampai tas kalian penuh hukuman kalian akan ditambah!" teriak Kakak Osis yang mengawasi. "Gila ya capek banget aku!" keluh Angela. "Duduk!" perintah Williams. "Hah?" "Kamu duduk!" perintah Williams sambil membimbing Angela ke bawah pohon. "Aku belum selesai memungutnya," protes Angela. Setelah Williams berhasil menyuruhku untuk duduk, dia berjongkok di hadapanku. Dan mengambil tasku, lalu membukanya. "Mau kamu apain tasku, Wills?" tanyaku. "Cerewet! Diam aja!" jawab Williams lalu membuka tasnya dan menuangkan sampah yang berhasil dipungutnya ke dalam tasku sehingga tasku penuh. "Kalau kamu menuang sampah yang kamu pungut ke tasku, gimana dengan kamu?" protesku sambil menahan tangan Williams yang mau berdiri. "Masih ada banyak waktu, kamu istirahat aja, aku akan lanjut memunguti sampahnya," ujar Williams lalu beranjak meninggalkanku. "Pinggangku juga sakit semua! Berasa sudah tua," keluhku sambil memegangi pinggang. "Huh ... ini pasti karena aku gak suka olahraga!" gerutu Angela sambil memijat kakinya. "Kamu sudah selesai?" tanyaku saat Elden tiba-tiba duduk di sebelahku. "Gimana mau selesai coba? Lapangan sebersih ini cari sampah dimana?" gerutu Elden, "Ada bank sampah gak sih?" "Ya gak adalah, El, kamu ini ada-ada aja," ujar Angela sambil memutar bola matanya. "Sampahmu sendiri gimana?" tanya Elden. "Penuh dong!" jawab Angela dengan bangga. "Kok bisa?" tanya Elden. "Dikasih Williams," jawabku. "Seriously?" tanya Elden dengan tidak percaya. "Wills, punyamu gimana?" tanyaku saat Williams duduk di sebelahku. "Penuh," jawab Williams. "Kamu dapat dari mana, Wills?" tanya Elden dengan memasang muka menyelidik. "Gunanya tong sampah apa," ujar Williams. "Buat nampung sampahlah," ucap Elden. "Ya sudah," ucap Williams. "Maksudmu apa ya sudah itu?" geram Elden yang merasa dikerjai oleh Williams. "Jangan bilang kamu-" ujar Elden sambil menunjuk Williams dan memasang mimik tidak percayanya. "Memang," ucap Williams. "Wah ... kamu memang jenius, Wills! Bye ... aku mau mengisi tasku dulu," ujar Elden lalu dengan bersemangat bangkit dan menghilang dari pandanganku. "Semua berkumpul!" teriak salah satu Kakak Osis . "Kalian bertiga maju ke depan!" ujar sang Kakak Osis sambil meunjuk ke aku, Elden,  dan Williams. "Kalian bertiga memungut sampah dimana?" tanya sang Kakak Osis. Lalu kulihat Williams melangkan kaki ke arah tempat sampah dan mengangkatnya ke depan sang Kakak osis. “Buat apa kamu membawa tempat sampah? Kembalikan!” perintah sang Kakak osis. “Nih, Kakak lihat deh, ini tuh isinya sampah,” ujar Elden sambil mengambil sampah yang ada di dalam tempat sampah dan mengangkatnya ke depan muka sang Kakak osis. “Taruh!” teriak sang Kakak osis sambil memasang tampang ngerinya. “Kakak takut sampah?” tanya Elden dengan smirk jahilnya. “Taruh gak?” tanya sang Kakak osis sambil menunjuk sampah di tangan Elden dan melangkah mundur. “Nih!” jawab Elden sambil mengulurkan tangannya yang memegang sampah ke arah sang Kakak osis yang semakin melangkah mundur dan akhirnya mereka kejar-kejaran. “Kamu ini!” ujar seseorang sambil menjewer telinga Elden. “Aduh … duh … duh … sakit,” ujar Elden sambil memukul-mukul tangan yang menjewernya. “Taruh kembali sampahnya ke tempat sampah!” perintah Kakak osis yang menjewer Elden. “Iya, iya, aku taruh!” gerutu Elden, “Tapi lepasin dulu jewerannya.” “Segera!” ujar Kakak osis yang menjewer telinga Elden namun kini sudah melepaskan jewerannya. “Hiii!” ujar Elden sambil menyodorkan tangannya yang memegang sampah ke arah Kakak osis yang berlari ketakutan tadi. “Taruh!” teriak Kakak osis yang ketakutan tersebut. “Wkwk, bedak setebal itu masih takut sampah!” decak Elden sambil melangkah ke tempat sampah dan mengembalikan sampah yang ada di tangannya ke tempat sampah. ---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN