Semesta memang sedang bercanda pada Salma. Setelah pertemuan di restoran tempo hari dengan Ardan, takdir seperti sedang mempermainkan dirinya.
Hari ini Salma pulang agak malam, karena beberapa pekerjaan mendesak yang harus diselesaikannya malam itu juga. Awalnya semuanya terasa aman. Dia mengendarai mobilnya keluar dari basemen kantor, bersiap untuk pulang. Belum ada 50 meter keluar dari gedung kantornya, ban mobilnya tiba-tiba bocor di tengah jalan. Salma hamper frustasi menghadapi hal tersebut.
Bagaimana tidak? Jam sudah menunjukkan pukul 21.45. Jalanan sudah gelap. Jalan yang biasanya ramai dilalui oleh beberapa mobil atau motor yang lalu lalang entah kenapa hari itu sepi, tidak ada satupun orang yang bisa dia mintai tolong. Seakan belum cukup semesta mempermainkannya, baterai ponselnya mati dan dia lupa membawa charger.
DAMN! Rasanya Salma ingin teriak sekencang-kencangnya sekarang.
Salma turun dari mobil, mengecek ban mobil belakangnya yang sudah tak terisi angin lagi. Saking frustasinya Salma menjerit sambil menendang-nendang ban mobil belakangnya untuk melampiaskan amarah. Demi apapun dia ingin pulang sekarang. Dia ingin merebahkan tubuhnya yang seakan mau remuk ke kasur dan berguling di atasnya. Membayangkan bahwa ekspektasi itu tidak akan menjadi kenyataaan dalam waktu dekat ini membuat Salma pasrah. Dia berjongkok di samping mobilnya, menunduk dan tanpa sadar menangis meraung-raung seperti orang gila di pinggir jalan.
"Salma? Kamu kenapa?"
Salma mendongak ketika sebuah suara menginterupsinya. Di depannya berdiri sosok pria yang sama sekali tak pernah terlintas dalam bayangan Salma sedikitpun. Bahkan kehadiran pria itu sama sekali tak diharapkan olehnya. Namun, dalam keadaan seperti hanya pria itu yang bisa Salma andalkan. Sudah untung ada orang yang mau menolongnya.
"Ardan? Lo kenapa bisa ada di sini?" tanya Salma.
"Ah, kebetulan aku ada urusan di sekitar sini dan mau balik, terus aku lihat dari jauh ada orang yang lagi nendang-nendang ban mobil brutal banget, jadi aku nyoba deketin siapa tau butuh bantuan. Aku ngga ngira kalau itu kamu."
Salma tersenyum malu mendengar penuturan Ardan. Memang separah apa dia menendang ban mobilnya tadi, dia tidak sadar berlaku brutal di luar rumah. Rasanya ingin menangis jika mengingatnya.
"Ban mobil kamu kenapa?" tanya Ardan.
"Bocor di tengah jalan tadi."
"Boleh aku liat dulu?"
Salma mempersilakan Ardan mengecek kondisi ban mobilnya dan menyingkir dari mobilnya agar pria itu bisa leluasa.
"Oh, ini ban kamu udah aus dan perlu diganti. Kamu punya ban mobil cadangan nggak?"
Salma mengendikkan bahu. Selama ini dia hanya memakai mobilnya tanpa tahu cara perawatan dan lain sebagainya. Biasanya yang mengurus masalah perawatan mobil adalah papanya, tetapi sudah beberapa pekan papanya tidak pernah berkunjung ke apartemennya dan mengecek kondisi mobil Salma. Salma juga tidak terlalu mengerti urusan permobilan dan kawan-kawannya sehingga tidak terlalu peduli dengan hal itu.
"Ini harus dibawa ke bengkel si. Bentar aku telfon salah satu montir kenalanku. Kamu tunggu aja di dalem mobilku kalau cape, di sana kamu bisa istirahat."
Selama Ardan sibuk menelfon montir panggilannya, Salma menuruti ucapan pria itu dan beristirahat di dalam mobil pria itu. Dalam hati Salma bersyukur karena bisa sejenak merebahkan tubuhnya yang terasa mau remuk. Seharian ini dia dibuat lelah dengan setumpuk pekerjaan yang harus dia kerjakan. Belum lagi soal ada sesuatu urgent yang harus dia selesaikan malam itu juga, membuat Salma tak bisa beristirahat barang sejenak saja.
Dulu ketika Salma masih bekerja di sebuah Kantor Akuntan Publik sebagai auditor, pulang malam memang menjadi rutinitasnya sehari-hari. Bahkan bisa dibilang jam tidurnya terbilang kurang karena pekerjaannya mengharuskan dia lembur hampir setiap hari. Orang-orang banyak yang bilang kalau jadi auditor itu enak, bisa kerja sambil jalan-jalan tanpa harus mengeluarkan kocek, tetapi menurut Salma itu sepadan dengan apa yang dia kerjakan selama ini. Walaupun ada sisi enak yang membuat orang lain iri, tetapi ada juga duka dibalik itu semua. Termasuk jam tidurnya yang tak teratur, apalagi kalau mendekati akhir bulan.
Tanpa sadar Salma sudah tertidur pulas di mobil Ardan. Pukul 22.38 dirinya dibangunkan oleh Ardan. Pria itu bilang mobilnya sudah diderek dan dibawa ke bengkel langganannya.
"Kamu udah makan belum?" Ardan bertanya ketika masuk dan menyalakan mobilnya.
Salma bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia menyentuh sesuap nasi karena terlalu sibuk dari pagi hingga malam.
Salma menggeleng sebagai jawaban.
"Kita makan dulu, habis itu aku anterin kamu pulang."
Salma tidak membantah perkataan Ardan. Rasanya terlalu lelah untuk mendebat pria itu. Tubuhnya juga butuh asupan energi untuk bisa tetap bertahan sampai apartemennya.
"Kamu mau makan apa?"
"Terserah lo aja, gue ngikut."
"Drive thru McD aja ya, biar cepet."
Usul Ardan disetujui oleh Salma. Dia juga tidak terpikir akan makan di mana di hari yang sudah selarut ini.
Mereka memesan beef burger dengan tambahan McFlurry. Es krim menjadi pilihan Salma untuk mengembalikan mood-nya malam ini.
"Kamu ngga pa-pa makan es krim malam-malam?" tanya Ardan.
Pria itu memang sengaja menyerahkan pilihan menu kepada Salma ketika memesan tadi. Sepertinya pria itu kaget karena alih-alih memesan air mineral atau cola sebagai pendamping burger, justru Salma malah memesan es krim.
"Kenapa emang? Es krim itu salah satu mood booster terbaik untuk ngembaliin mood gue yang rusak malam ini."
"Kamu ngga takut pilek, makan eskrim malam-malam."
Salma mengendikkan bahu tak acuh. "Bodo amat."
Ardan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Salma.
"Itu burger lo ngga dimakan?" tanya Salma. Dia sudah menghabiskan makanannya dari tadi.
"Kan, aku lagi nyetir, gimana mau makan. Kecuali kalo kamu mau nyuapin aku." Ardan tersenyum menggoda, membuat Salma jadi salah tingkah.
Shit, lo kenapa si Sal. Biasa juga sering digodain sama cowo-cowo. Bisa-bisanya lo salting najis gini cuma gara-gara omongan nyeleneh Ardan?
Namun, alih-alih mengalihkan perhatian dan membahas topik lain untuk menutupi kesaltingannya, Salma justru bergerak mengambil burger milik Ardan dan membuka bungkusnya.
"Eh, kamu mau ngapain?" Kini malah giliran Ardan yang salah tingkah.
"Katanya mau disuapin tadi, sini gue suapin, aaaa ...."
Salma menyuruh Ardan untuk membuka mulutnya yang disambut ragu oleh pria itu.
"Enak ngga?"
Ardan mengangguk sebagai jawaban.
Salma dengan telaten menyuapi pria itu hingga burger yang ada di tangannya habis tak bersisa.
"Lo punya tisu ngga? Itu mayonnaise-nya meleber kemana-mana."
Ardan menunjukkan tempat tisu, kemudian segera mencegah tangan Salma ketika gadis itu akan mengelap sudut bibirnya.
"Biar aku aja," tolak Ardan.
Salma mengernyit heran, tetapi tetap membiarkan pria itu membersihkan sisa-sisa mayonnaise yang menempel di sekitaran bibirnya.
Tanpa Salma tahu, sedari tadi Ardan mati-matian menahan degup jantungnya agar tidak terlalu kencang berdetak.
Sial, padahal awalnya dia yang iseng menggoda Salma, tetapi kini malah Ardan sendiri yang terkena karmanya. Tak pernah terbayang sudah semerah apa wajahnya sekarang. Sial!
***