bc

(Un)Perfect Family

book_age18+
418
IKUTI
4.4K
BACA
contract marriage
love after marriage
pregnant
arrogant
CEO
drama
bxg
regency
realistic earth
seductive
like
intro-logo
Uraian

“Aku benar benar hamil…”

Gwen bergumam lirih dan menatap testpack yang ada di tangannya. Dia memang sudah menduga hal ini. Tapi dia tetap terkejut saat realita kembali menamparnya.

Dia kembali tersadar saat mendengar suara pintu kamar mandi yang diketuk pelan. Bersamaan dengan suara berat seorang pria yang sejak tadi sudah menunggu nya.

“Gwen? Apa hasilnya?”

Karena tidak ingin menyembunyikan apapun, Gwen segera keluar dari kamar mandi dan menyerahkan hasil testpack nya.

“Aku benar benar hamil…”

“Kalau begitu, kapan kau ingin pernikahan nya dilaksanakan?”

Mendengar itu, Gwen sontak mengangkat kepalanya dan memberikan pandangan bertanya nya pada lawan bicara nya.

Pria itu serius? Kemana sosok nya tadi yang mengatakan untuk menggugurkan anak yang dia kandung?

Awalnya, Gwen mengira semua akan berjalan dengan baik. Apalagi setelah Theodoric menawarkan sebuah pernikahan padanya.

Hanya saja, Gwen dihadapkan pada fakta jika pria itu adalah duda yang memiliki tiga anak. Dan ketiga nya menolak keberadaan dirinya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1: Malam panjang yang tak terlupakan
Gwen memejamkan matanya, menikmati ciuman dan cumbuan dari pria itu di bibirnya. Satu tangannya terangkat mengusap rahang tajam pria itu. Gwen mengerjapkan matanya, kepalanya terasa semakin berat. Namun tubuhnya menjadi lebih ringan dari yang sebelumnya. Perempuan itu mendongkak dan menatap Theodoric dengan mata sayu nya. Ditatap seperti itu, Theodoric menggeram pelan. Dia bisa merasakan sesuatu dibalik celana nya meronta dan meminta untuk dipuaskan. "Hanya perasaanku saja... atau kedua matamu menjadi lebih gelap dari sebelumnya, Tuan?" tanya Gwen meracau Theodoric kembali mengerang, dia melirik lift di depannya dan berharap agar benda besi itu berhenti dengan cepat seperti yang dia harapkan. Sesaat kemudian, benda itu berdenting pelan. Theodoric segera meraih tubuh Gwen dan membawa perempuan itu untuk masuk ke sebuah kamar yang terletak di lantai 2 club. Pria itu menidurkan Gwen diatas ranjang. Dia berjalan ke salah satu sofa yang ada di dalam kamar dan memijat pelan dahinya yang terasa berdenyut. Gairah dan sisi warasnya terus menerus bertengkar, seolah berebut siapa yang akan mengendalikan Theodoric malam ini. Benda kebanggaan miliknya sudah meronta sejak tadi, sejak tubuh wanita milik perempuan itu bergesekan dengan tubuhnya. Apalagi, benda itu sudah lama tidak digunakan olehnya. Dan malam ini, sepertinya gairah dalam dirinya meronta dan menuntut untuk di puaskan. Theodoric berusaha menenangkan dirinya. Sisi warasnya terus berkata jika dirinya tidaklah mengenal perempuan itu. Terlebih karena keadaan perempuan itu tengah mabuk, Theodoric tidak ingin di masa depan, peristiwa malam ini menjadi masalah dan dia akan dituntut sebagai tersangka pelecehan. Namun sepertinya... secara perlahan, sisi warasnya mulai terkikis saat Theo melihat perempuan yang dibawa nya bergerak gelisah diatas tempat tidur. Terlihat sesekali perempuan bernama Gwen itu mengipas leher dengan tangannya. "Kau baik-baik saja?" tanya Theo "Panas..." erang nya Dahi Theo berkerut samar, dia melirik ac ruangan yang menunjukan suhu 16 derajat. Belum lagi dengan dress terbuka yang dipakai perempuan itu. Rasanya sedikit mustahil jika Gwen kepanasan. Hingga kemudian, kebingungan Theodoric terjawab saat menerima sebuah pesan dari temannya yang mengajaknya datang ke club. Selamat bersenang-senang. Tidak perlu berterima kasih padaku walau aku sudah membantumu. Theodoric mengumpat. Dia tahu, temannya yang satu itu sedikit menyebalkan. Tapi dia tidak tahu jika temannya akan bertindak sejauh ini. Dia melirik Gwen yang masih bergerak gelisah diatas ranjang. Sudah pasti ada sebuah obat yang dimasukan oleh temannya itu kepada Gwen. "Gwen," panggil Theo sambil beranjak dari tempatnya duduk. Pria itu berjalan mendekati Gwen, "Apa kau mau menunggu? Aku akan membelikan mu obat penawar." lanjutnya Gwen menggelengkan kepalanya. Dia bangkit dari posisi tidurnya dan menyentuh lehernya sambil terisak kecil. "Panas." lirihnya Perempuan itu mengangkat kepalanya dan menatap Theodoric dengan sayu, "Kau pasti bisa membantuku, kan?" Theodoric menghela nafasnya. Bukan karena dia tidak ingin membantu, tapi kenjantanan nya terus menerus meronta melihat Gwen yang menatapnya seperti itu. Dia mulai curiga jika dirinya juga menerima obat perangsang seperti Gwen. Perempuan itu mendesah pelan saat melihat Theodoric hanya terdiam membisu ditempatnya. Dia meraih dasi Theodoric dan menarik benda itu. Theodoric tertegun selama beberapa saat. Dia hanya diam saat Gwen mengecup rahang nya. "Theodoric," panggil perempuan itu dengan suara seraknya "Kau tidak mau membantuku?" Sisi kewarasan Theodoric menghilang seketika. Pria itu meraup wajah Gwen dan mengecup bibir perempuan itu dengan lembut. Dia bisa merasakan perempuan itu mendesah kecil disela ciuman mereka. Untuk memanaskan suasana, Theodoric memiringkan kepalanya, memperdalam panggutannya pada Gwen. Perlahan, dia mendorong perempuan itu ke atas tempat tidur, dia menggunakan kedua tangan untuk menyangga tubuhnya agar tidak menindih Gwen sepenuhnya. Theo baru berhenti mencium Gwen saat merasakan tangan kecil perempuan itu menahan d**a nya. Dia menatap Gwen yang terbaring dibawah tubuhnya. Kedua pipi perempuan itu merona merah, entah oleh gairah atau karena efek minuman yang diminum nya tadi. Namun aneh nya, dia terlihat cantik dengan rona merah itu. Theo memejamkan matanya saat merasakan jari perempuan itu terangkat dan mengelus rahang, leher dan d**a nya dengan lembut. 'f**k off, Samuel! Gara-gara kau aku jadi bingung harus bersyukur atau mengumpat malam ini.' batin Theo ditengah desakan gairah di dalam dirinya Tak tahan dengan sensasi panas yang menyerang seluruh tubuhnya, Theodoric kembali menyerang Gwen dengan ciumannya. Dia mengecup bibir perempuan itu dan memanggutnya dengan rakus. Tangannya yang lain bergerak menurunkan sebuah tali tipis yang berada di bahu Gwen, dia menarik benda itu dan meloloskan nya dari lengan Gwen. "Kau yakin ingin melakukannya?" tanya Theo setengah berbisik Gwen mengangguk kecil, "Rasa panas yang aku rasakan baru menghilang saat kau menyentuhku." sahutnya lirih Theo menatap lekat wajah Gwen. Pria itu terdiam selama beberapa saat sebelum bergerak memeluk perempuan yang terbaring dibawah tubuhnya itu, dia mengecup pelan leher perempuan itu. "Aku akan bertanggung jawab. Jadi jangan hentikan aku." bisiknya Gwen mengangguk kecil. Entah lah. Padahal dia bukan tipe orang yang akan melakukan hal seperti ini. Tapi malam ini berbeda dari biasanya, entah kenapa dia mendambakan sentuhan seorang pria. Dia akan kepanasan dan kesakitan seandainya Theo tidak menyentuhnya. Gwen melirik Theo yang berada diatas nya. Pria itu melonggarkan dasi yang dipakainya dan melemparkan benda itu ke sembarang arah. Begitu pula dengan kemeja dan sabuk yang dipakai pria itu. Satu persatu mulai menghilang dari tubuh pria itu. Gwen memejamkan matanya, dia sudah tidak bisa berfikir dengan jernih. Yang dia inginkan hanyalah pria itu memanjakannya dan menyentuhnya. Hingga sesaat kemudian, Gwen melihat pria itu sudah bertelanjang d**a. Walau dengan tatapan sayu, Gwen bisa melihat bentuk tubuh pria itu yang seperti dipahat sempurna. Tanpa sadar, Gwen menyangga tubuhnya dengan siku. Dia menyentuh otot berbentuk kotak yang ada di perut Theodoric. Sebagian dari dirinya berseru kesenangan saat melihat pria itu menggeram dan mendesah. Setelahnya, Gwen merasakan tangan pria itu meloloskan dress miliknya dalam sekali percobaan. Dia melihat benda itu tergeletak begitu saja diatas lantai. "Kau siap? Ini... mungkin akan menjadi malam yang panjang bagimu." Gwen baru kembali mendapatkan sedikit kewarasannya saat Theodoric memasukan benda miliknya ke dalam tunuhnya, rasa sakit yang dirasakannya membuat sisi kewarasan Gwen kembali walau untuk sesaat. 'Apa yang sebenarnya terjadi?" Seingat Gwen, dirinya tengah merayakan ulang tahun teman sesama modelnya di sebuah club. Karena bosan, dia hanya duduk di bar tanpa terpengaruh oleh suasana panas yang diciptakan oleh hampir semua rekan kerja nya. Hingga kemudian dirinya tanpa sengaja berkenalan dengan pria ini. Pria yang saat ini berada diatas tubuhnya dan tengah memuaskan dirinya. Samar-samar, Gwen juga mengingat jika dirinya sempat menggoda pria yang datang ke sebuah club dengan setelan kerja itu. Lalu entah apa yang terjadi hingga dirinya mau menghabiskan malam dengan pria ini. Lamunan nya terhenti saat Theo mengecup bibirnya. "Desahkan namaku, Gwen." pinta pria itu Tepat saat Gwen akan menolak, pria itu kembali menghentak tubuhnya dengan cukup kuat. Membuat Gwen tanpa sadar mendesah dan menjeritkan nama Theodoric. Sebelum dirinya kembali tenggelam dalam larutan gairah, dia mendengar Theodoric menggeram dan mengatakan jika pria itu akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu kepadanya di masa depan. *** Hampir dua bulan berlalu setelah malam panas itu terjadi. Di dalam kamar, Gwen bergerak gelisah. Berkali kali dia mengecek tanggal yang ada di ponsel dan beberapa penanda yang terdapat di kalender ponselnya. "Kenapa kau gelisah sendiri seperti itu? Salah mu sendiri kenapa dengan mudahnya diajak naik ke atas tempat tidur oleh seorang pria!" cetus seorang perempuan yang berada di ruangan yang sama dengan Gwen "Jika aku tidak menjadi korban minuman yang terdapat obat di dalam nya, aku juga tidak akan berakhir di atas tempat tidur dengan seorang pria, Celestine." desis Gwen ketus "Ya sudah lah. Lagipula, kau sudah besar, kan? Hal itu sudah biasa." sahut Celestine "Tidak. Kau tidak mengerti. Aku berkomitmen untuk tidak melakukan hal semacam itu sebelum menikah. Dan sekarang, aku tidak yakin tapi sepertinya ketakutan ku sudah menjadi kenyataan." gumam Gwen gelisah. Perempuan itu bangkit dari posisi nya dan meraih sebuah kartu nama berwarna hitam dengan aksen gold yang bertuliskan nama seorang pria. "Kau bercanda?" tanya Celestine sesaat setelah dirinya menyadari apa yang hendak dikatakan oleh Gwen "Tidak. Jadwal menstruasi ku sudah sangat terlambat." jawab Gwen Celestine terdiam membisu. Dia menipiskan bibirnya selama beberapa saat sebelum akhirnya berjalan mendekati sahabatnya itu dan menepuk pelan bahu nya. "Kalau begitu hubungi dia. Katakan kecurigaan mu tentang kehamilan itu. Kalian melakukannya bersama, kenapa hanya kau yang merasa gelisah? Hubungi dia, biar kalian gelisah bersama-sama." Tak jauh berbeda dengan Gwen, Theodoric pun sama gelisahnya. Walau menyembunyikan raut gelisah dibalik wajah datarnya, tak di pungkiri Theo terus memikirkan peristiwa malam itu. Dia tidak pernah bisa melupakan bagaimana dan apa yang dia rasakan malam itu. 'Apa aku mengeluarkannya di luar? Atau di dalam? Kenapa perempuan itu tidak menghubungi ku juga?' Atensi Theodoric teralihkan saat melihat Samuel berjalan memasuki ruang kerja nya dengan senyuman lebar. Pria itu berdecih kesal melihat orang yang menjadi penyebab utama lepas kendali dirinya malam itu. "Santai, bro. Sesekali kau harus bersenang-senang." ujar Samuel yang menyadari jika Theo masih kesal padanya "Kau tidak mengerti. Dia bukan jalang. Saat aku melihatnya di pagi hari, aku bisa melihat raut wajahnya tertegun hebat. Aku dihantui rasa bersalah setelah melihatnya." sahut Theo "Ha?! Serius?! Wow. Apa tanda nya kau mendapatkan jackpot?" tanya Samuel yang langsung membuat Theo melemparkan kotak pensil kepada pria itu "Tutup mulutmu." perintah Theo. Pria itu kembali meraih ponselnya dan menatap lekat layar yang gelap itu. "Sudahlah. Jangan ditunggu. Jika perempuan itu tidak menghubungimu, mungkin saja dia juga tidak mempermasalahkan nya." tukas Samuel yang melihat kegelisahan Theo "Ck, sudah ku bilang tutup mulutmu." Tepat setelah Theodoric mengatakan hal itu, ponselnya mulai berdering kencang. Menampilan sederet angka acak yang ingin melakukan panggilan masuk dengannya. Biasanya, Theodoric tidak akan memperhatikan panggilan masuk dari nomor yang tak di kenal. Namun kali ini pria itu langsung meraih ponselnya dan menekan icon hijau untuk mengangkat panggilan tersebut. "Halo?" sapa Theodoric "Theo, apa kau ingat aku? Aku Gwen, perempuan... yang waktu itu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan." Theo menelan ludahnya saat mendengar suara yang diingatnya, "Baik. Mau bertemu langsung? Jika bisa, aku ingin kau datang ke sebuah resto yang berada tak jauh dari Blake Company. Bisa?" "Bisa. Aku akan datang saat jam makan siang." "Baik. Aku akan menunggu." Theo menatap layarnya yang kembali menggelap, pertanda jika panggilan nya dengan perempuan bernama Gwen itu sudah terputus. "Wow, kau langsung menyanggupinya? Tidak menolaknya dulu? Bagaimana jika itu hanya penipuan? Setelah mengetahui identitasmu yang seorang CEO, dia akan langsung memeras mu dengan mengatakan jika dia tengah hamil. Bagaimana jika itu terjadi?" seru Samuel terkejut "Jika dia melakukan itu aku akan membayarnya. Dan memintanya menggugurkan kandungannya." Namun dalam hatinya, Theodoric berjanji dirinya akan bersiap untuk semua kemungkinan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
56.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook