bc

Alena (When Someone Changes Your Life) [END]

book_age18+
712
IKUTI
3.2K
BACA
dark
forbidden
possessive
family
scandal
independent
boss
drama
city
small town
like
intro-logo
Uraian

Alena

Aku hidup hanya berkomunikasi dengan dua orang dan satu kucing sebelum dua pria asing datang di hidupku. Aku dituduh sebagai penyihir. Aku menjual keperawananku demi sebuah organisasi anak-anak. Aku menyukai warna hitam. Aku hanya manusia biasa dengan teka-teki rahasia masa lalu orang tuaku.

Ranne

Aku menjuluki Alena sebagai Fomalhaut—bintang kesepian yang paling terang. Aku tertarik padanya dan aku menginginkannya. Dia wanita dengan perbedaan mencolok dari wanita-wanita lainnya. Tentang hidupnya—selalu membuatku makin jatuh cinta padanya.

Leo

Alena—ya, aku mau dia. Aku datang sebagai pemberi warna di hidupnya dengan membawa satu misi rahasia.

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 1
            Alena menatap layar laptopnya sembari sesekali menyesap kopi toraja favoritnya. Kopi yang tumbuh di tanah Sulawesi. Alena menyukai rasa earthy dari kopi toraja ini. Dia sudah memasang iklan soal keperawanannya yang dijual di pasar online internasional dengan harga tinggi. Absurd memang ketika seorang wanita berusia 25 tahun memilih menjual keperawanannya secara online dengan harga tinggi. Perry—sahabatnya bahkan mencemooh dengan mengatakan ‘Alena sinting’. Ya, Alena memang sinting. Dia wanita sinting yang memiliki misi mulia dibalik keputusannya menjual keperawanannya. Kemanusiaan. Dia tidak terlalu menyukai anak-anak tapi permasalahan anak-anak di Afrika membuatnya gila. Dia ingin membantu banyak sebuah yayasan sosial anak-anak di sana, tapi warisannya semakin menipis. Dia tidak bekerja sejak dipecat dari pekerjaannya sebagai karyawan di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang papper. Dia menonjok bosnya dan nyaris membunuhnya kalau saja raungan bos berengsek itu tidak menarik perhatian karyawan lain. Dan itu pertama kalinya Alena merasa dilecehkan seorang pria.             Ayahnya meninggal bersama selingkuhannya di kebun anggur di samping rumah. Alena akan selalu mengingat itu. Mengingat wajah pucat biru, bibir biru keunguan milik ayahnya dengan darah merebak di tanah. Dia tidak terlalu ingat wajah selingkuhan ayahnya. Karena dia tidak ingin tahu soal wanita itu. Wajah kesakitan ayahnya memenuhi bayanagn di pelupuk mata Alena.             “Jadi, sudah ada yang menghubungimu?” tanya Perry, meletakkan tas warna peach di sofa abu abu tua. Dia mendekati Alena yang duduk di kursi kayu eboni dengan meja, kopi dan laptop. Letaknya di sudut ruang tamu. Dekat dengan jendela yang memberikan pemandangan pohon ek, bunga-bunga berwarna-warni dan pagar putih kecil serta jalanan yang selalu sepi seakan tempat ini adalah tempat mati.             Suara Perry yang rendah tapi lugas dan jelas membuyarkan bayangan wajah ayahnya. “Belum.”             “Kau terlalu mematok harga yang tinggi.” Perry mengangkat cangkir dan menyesap kopi toraja Alena.             Entah apa yang membuatnya bertahan bersahabat dengan Alena. Wanita anti sosial yang dingin, mencekam dan suram seperti film-film thriller. Mereka bahkan jarang pergi bersama hanya untuk mendatangi sebuah kedai di kota, belanja atau merawat diri di salon. Alena tak pernah tertarik soal menghabiskan uang di salon. Sesekali dia hanya mengunjungi Pet Shop untuk perawatan Fle.         “Aku hanya ingin memberikan donasi untuk yayasan anak-anak dan menyelamatkan jutaan anak-anak di Afrika dari gizi buruk.”         “Tapi caramu salah.” Perry merebahkan tubuhnya di sofa abu-abu tua. Dia tipe wanita feminim yang lebih nyaman mengenakan dress dibandingkan jeans. Rambut ikalnya yang berwarna emas dengan poni miring sealis membuatnya selalu terlihat manis.         “Kalau aku punya uang sebanyak itu, aku tidak akan melakukan hal ini.”         “Kau bisa melakukan banyak hal tanpa menjual keperawananmu, Lena.”         “Aku tidak ingin membahasnya lagi. Aku tidak berniat untuk menikah dan masih perawan di usia 25 tahun di negara kita termasuk hal yang tidak ladzim.”         Perry terbahak. “Tapi itu sangat luar biasa. Aku senang kau tidak membiarkan pria mengendalikanmu dengan tidak memberikan ruang terhadap pria. Kau tahu, Len, setiap wanita yang mencintai seorang pria akan selalu memberikan apa pun yang pria itu mau.” Perry berkata dengan nada sendu yang ganjil.     “Aku tidak menyalahkan wanitanya.” Alena kembali menyesap kopinya. Ada bekas bibir Perry di sana.     “Kau menyalahkan si prianya?” sebuah nada pertanyaan.        “Persetan.” Kata Alena dengan nada dingin rendah khasnya.          Perry selalu merasa terhibur oleh segala sesuatu atau segala perkataan Alena yang selalu pragmatis. Dia akan selalu bilang bahwa dia punya hak prerogatif dalam hidupnya untuk menilai apa pun yang ingin dinilainya. Termasuk pilihannya untuk tidak menikah. Itu adalah hak prerogatif yang tidak bisa diprotes siapa pun.           “Kalau kau sudah jatuh cinta, kau tidak akan mengatakan ‘persetan’ soal cinta, Alena.” Perry menatap atap rumah seakan sedang membayangkan sesuatu yang indah.           “Aku tidak akan memberikan hatiku pada siapa pun. Aku tidak akan membiarkan seorang pria membuatku jatuh cinta padanya.” Selama berbicara dengan Perry, Alena selalu menatap layar laptopnya. Bukan tidak menghargai Perry tapi dia memang seperti itu dan Perry maklum. Tidak ada yang mengenal Alena sebaik Perry.             “Dan itu penyebab kau menutup diri dari dunia luar.” Perry menoleh pada Alena.             “Tidak juga.”               “Hei, aku mengenalmu sejak kau masih remaja, Len. Aku tahu berapa banyak pria yang menginginkanmu tapi kau selalu berusaha menghindar. Ingat acara Prom Night di mana banyak pria mulai menyadari kecantikanmu.”             Angin menerpa wajah Alena melalui jendela yang terbuka. Mata Alena menyipit ketika melihat sebuah mobil Lexus LS berwana abu-abu yang bergerak perlahan lalu berhenti di kebun anggur yang keberadaannya tepat di samping rumah Alena.             “Ada apa, Len?” tanya Perry antusias dengan segera menatap ke arah jendela.             Seorang pria dengan tinggi semampai mengenakan jas hitam keluar dari mobil sedan mahal di kelasnya itu.             “Siapa itu?” Perry fokus menatap sang pria yang disambut seorang pekerja kebun. Mereka masuk ke kebun anggur dan lenyap.             “Pemilik kebun anggur, mungkin.” Alena menjawab acuh tak acuh kemudian dia kembali menatap layar laptopnya.             “Hari ini aku akan ke kota. Makanan Fle habis.” Fle adalah kucingnya yang selalu setia, berwarna hitam pekat. Kucing itu pemberian Tom—pengacara ayah Alena lima tahun lalu sebagai hadiah ulang tahunnya.             “Naik sepeda?” Perry bertanya dengan sebelah alis terangkat.             Alena mengangguk.             “Kau bisa menggunakan mobilmu. Kota cukup jauh.”             “Kau tahu aku tidak suka olahraga dan aku naik sepeda adalah sebagai penetralisir tubuhku yang butuh kebugaran.” Alena menutup layar laptopnya.             Perry kembali mengintip mobil Lexus LS. Dia penasaran dengan pria bertubuh kekar yang tampan. Teramat tampan untuk sebuah kota kecil—tepatnya pinggiran kota kecil. “Len, kau tidak penasaran dengan pria yang barusan muncul?” Perry bertanya tanpa menatap sahabatnya.             “Tidak.” Jawab Alena tegas.             “Dia sangat... menawan.” Perry membalik tubuhnya. Melipat tangan di atas perutnya dan menatap Alena dengan tatapn penuh misteri seakan sedang menelusuri sesuatu di mata almond Alena.             “Pria-pria macam itu bisa kau temui di film-film romantis sialan.”             “Maksudmu, dia pemain film romantis?” canda Perry dengan ekspresi mata menjijikan.             “Aku tidak pernah suka pria semacam itu, Perry. Dia tipe-tipe pria nakal yang rela membuang uangnya untuk wanita-wanita berdada tumpah ruah dengan isi tubuh penuh silikon.”             Ucapan pedas yang sangat kasar itu membuat Perry tertawa. “Kau selalu menilai pria dari penampilan dan wajahnya. Pria yang terlihat baik pun belum tentu dia baik.”             Alena hanya mengangkat bahu.             “Kalau pria itu yang membeli keperawananmu—“ Perry memberikan jeda pada kalimatnya. “Bagaimana?” dia membungkuk dan mencondongkan kepalanya pada Alena. Matanya menatap nakal sahabatnya itu.             Alena hanya diam. Menatap Perry dengan tatapan datar. “Siapa pun itu kuharap dia membayarnya bukan hanya untuk kepuasan semata tapi juga untuk sosial.”             Perry kembali terbahak. Berbeda dengan Alena yang jarang tertawa—Perry sangat mudah tertawa. Dia wanita yang hangat dan menyenangkan. Alena adalah wanita yang dingin dan menyebalkan. Pria mana pun tidak akan betah berlama-lama dengan wanita seperti Alena.             “Kau boleh pergi sekarang karena aku akan menemui pria itu dan menawarkan keperawananmu padanya.”             Alena tercengang mendengar perkataan Perry yang langsung melesat pergi tanpa mau menunggu responnya. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

Mrs. Rivera

read
45.5K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

Over Protective Doctor

read
475.3K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

T E A R S

read
312.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook